Struktur Organisasi OJK Kembali Diperdebatkan
Berita

Struktur Organisasi OJK Kembali Diperdebatkan

Pemerintah bersikeras Dewan Komisioner OJK disetujui terlebih dahulu oleh Presiden untuk kemudian bisa diterima oleh parlemen.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Agus Martowardojo struktur<br> organisasi OJK kembali diperdebatkan. Foto: Sgp
Menteri Keuangan Agus Martowardojo struktur<br> organisasi OJK kembali diperdebatkan. Foto: Sgp

Memasuki Desember 2010, pembahasan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) mulai dikebut oleh DPR dan Pemerintah. Pada rapat Pansus OJK yang berlangsung tertutup di Hotel Aryaduta, Kamis (2/12), terjadi silang pendapat di antara keduanya. Perbedaan itu terkait struktur organisasi OJK.

 

Sejatinya, kedua kubu sepakat kalau Dewan Komisioner OJK terdiri dari 7 orang. Namun, Pemerintah  berharap kepada DPR agar ketujuh anggota Dewan Komisioner OJK yang terdiri dari 2 orang ex officio yang terdiri dari 1 orang mewakili Bank Indonesia (BI) dan 1 orang mewakil Kementerian Keuangan. Sedangkan 5 orang lainnya disetujui terlebih dahulu oleh Presiden untuk kemudian bisa diterima oleh parlemen.


Konfirmasi dari DPR itu sendiri bukan melihat kemampuan dari calon anggota, tetapi lebih kepada integritas, catatan riwayat pengalaman dari si calon, etik dan moralitasnya. “Kita ingin pemilihannya ada di Presiden, kemudian diminta konfirmasi pada DPR,” kata
Menteri Keuangan Agus Martowardojo.


Dijelaskan
Agus, pada pertemuan kali ini, Pemerintah bersama DPR juga membahas hasil studi banding OJK yang dilakukan anggota DPR ke negara-negara yang dikunjungi, khususnya terkait proses pemilihan anggota Dewan Komisioner OJK. Menurut Agus, anggota Dewan Komisioner OJK yang ada di negara lain pada umumnya diusulkan oleh Menkeu dan disetujui oleh Presiden atau Perdana Menteri.

 

Ia berharap, hal semacam ini bisa diakomodasi. “Ini masih kita perdebatkan di dalam rapat bersama Pansus,” tutur Agus.

 

Sekadar mengingatkan, Ketua Pansus OJK Nusron Wahid pernah menyatakan agar pemilihan Dewan Komisioner DK OJK berada di tangan DPR, bukan diusulkan Pemerintah. Hal itu seperti pemilihan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana parlemen berwenang penuh dalam proses pemilihan, mulai dari proses pendaftaran sampai pemilihan komisioner.

 

“Keberadaan lembaga OJK akan setingkat pemerintah. Jadi akan terlihat rancu jika komisioner OJK ditentukan oleh Pemerintah,” kata Nusron.

 

Struktur organisasi OJK sendiri tertuang di Bab III, yang mengatur soal Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif dan Organ Pendukung dan Kepegawaian. Pasal 5 ayat (2) menyatakan, DK OJK akan beranggotakan tujuh orang yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Sedangkan ayat (3) menyebutkan, susunan DK terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, tiga orang Kepala Eksekutif merangkap anggota, dan tiga orang anggota.

 

Kemudian, satu anggota komisioner yang berstatus ex-officio Bank Indonesia. Pengisi posisi tersebut diusulkan oleh Gubernur BI kepada Presiden melalui Menkeu. Lalu, ada satu anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan yang juga ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usulan Menkeu.

 

Selain dari unsur tiga sektor yang menjadi objek pengawasan, jajaran DK OJK juga diisi oleh unsur masyarakat. Yang diusulkan oleh Menkeu kepada Presiden sebanyak dua orang untuk setiap anggota DK yang akan ditetapkan. Semua anggota DK memangku jabatan dalam waktu lima tahun.

 

Sementara itu, anggota Pansus OJK Achsanul Qosasi mengusulkan, sebaiknya OJK dilengkapi badan penyidik yang terdiri dari orang-orang kepolisian dan ahli perbankan. Hal itu dikarenakan tidak semua otoritas hukum memahami kondisi keuangan di Tanah Air. Menurut Wakil Ketua Komisi XI ini, kewenangan badan penyidik tersebut sama halnya kewenangan yang diberikan kepada otoritas keuangan lainnya.


Ia mencontohkan kewenangan yang selama ini ada di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Ketiga institusi itu bisa langsung melakukan penyidikan karena memiliki bagian atau inspektorat penyidikan.


Achsanul mengingatkan, kasus-kasus perbankan tidak bisa disamakan dengan kasus kriminal lainnya. Di sinilah fungsi badan penyidik itu ada. “Jika kasus perbankan dibawa ke ranah kepolisian, saya khawatir akan terjadi ketidaksinkronan dalam penyelesaian kasus, mengingat masih minimnya kemampuan pihak kepolisian di bidang ekonomi,” terangnya.

 

Ia menambahkan, parlemen tidak menginginkan dalam operasionalnya nanti OJK tidak bisa berbuat apa-apa ketika dihadapkan suatu kasus keuangan. Menurutnya, OJK harus berperan sebagai lembaga supervisi yang memiliki kewenangan penuh, termasuk kewenangan penyidikan.

Tags: