Strategi yang Bisa Dilakukan Konsumen untuk Penyelesaian Sengketa di Era Digital
Utama

Strategi yang Bisa Dilakukan Konsumen untuk Penyelesaian Sengketa di Era Digital

Perluasan ekonomi digital semakin menambah peluang adanya sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

CR-27
Bacaan 4 Menit

Saat ini, untuk menghindari sengketa sudah banyak ditemukan pelaku usaha yang membuat peraturan yang bertujuan untuk melindungi konsumen. “Perlindungan hukum terhadap konsumen ini bisa dilakukan pada masa pra beli, artinya sebelum terjadi konflik.” lanjut Bernadette.

Banyaknya sengketa antara pelaku dan konsumen membuat pemerintah lebih memperhatikan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan dan memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mencakup barang dan jasa secara umum.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini selanjutnya berkembang dalam penyelesaian sengketa konsumen dalam Kepmenperindag No.305 Tahun 2001. Penyelesaian sengketa konsumen ini dilakukan oleh Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) untuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Namun Kepmenperindag ini belum mengatur mengenai penyelesaian sengketa secara daring.

Bernadette juga menjelaskan lebih lanjut bahwa penyelesaian sengketa konsumen menggunakan hukum formil yang hanya menerapkan ketentuan hukum materiil. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat formalistik, sehingga ketika konsumen melakukan kesalahan menggugat pihak, kekurangan pihak, salah tanggal atau salah pengajuan di Pengadilan Negeri akan menimbulkan kerugian bagi konsumen itu sendiri.

Sejauh ini masih banyak kelemahan dalam penyelesaian sengketa konsumen ini, yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang sangat formalistik, waktu yang lama dan biaya yang tidak murah.

Cara lainnya yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah dengan cara melakukan gugatan sederhana. Gugatan sederhana merupakan tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak RP 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara pembuktian yang sederhana.

Aria Suyudi selaku perwakilan dari Tim Asistensi Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, menjelaskan gugatan sederhana ini bisa menjadi pilihan bagi konsumen di era digital saat ini. 

“Ke depannya gugatan sederhana ini memiliki cakupan yang luas, termasuk penyelesaian sengketa konsumen secara digital. Kini gugatan sederhana telah dilengkapi dengan e-court, meski masih perlu adanya peningkatan lanjutan.” katanya.

Penggunaan mekanisme gugatan sederhana ini didukung dengan pengaturan lain di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Gugatan sederhana masih butuh adanya revitalisasi dan harmonisasi perlindungan konsumen di Indonesia. 

“Ke depannya akan ada pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen yang difasilitasi pemerintah dengan call center, sehingga pengaduan yang masuk akan langsung didistribusikan kepada lembaga yang berwenang,” katanya.

Tags:

Berita Terkait