Strategi dan Tantangan Dalam Mentransformasi Pembangunan Kelautan
Terbaru

Strategi dan Tantangan Dalam Mentransformasi Pembangunan Kelautan

Cara pandang daratan untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim memunculkan disorientasi. Pentingnya menciptakan kualitas sumber daya manusia maritim yang unggul, inovasi teknologi kemaritiman, dan budaya maritim yang kuat sebagai basis peradaban bahari.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bapennas, Suharso Monoarfa dalam seminar bertema Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan Dalam Rencana Pembangunan Nasional, Selasa (8/8/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bapennas, Suharso Monoarfa dalam seminar bertema Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan Dalam Rencana Pembangunan Nasional, Selasa (8/8/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang disusun Kementerian PPN/Bappenas untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Salah satu tema dalam visi Indonesia 2045 yakni mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengatakan laut adalah wilayah Indonesia yang paling luas. Tapi dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim sering terjebak pada pendekatan daratan.

“Bung Karno berpesan jangan melihat pulau di Indonesia itu dipisahkan oleh laut,” katanya dalam seminar bertema ‘Penguatan Tata Kelola Kelautan Berkelanjutan dan Berkeadilan Dalam Rencana Pembangunan Nasional’, Selasa (8/8/2023).

Suharso menyebut cara pandang daratan untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim memunculkan disorientasi. Dia mencontohkan cara pandang daratan yang digunakan di laut yakni menangkap ikan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Hal itu yang dilakukan negara lain dimana penangkapan ikan hanya boleh dilakukan pada lokasi tertentu. Penangkapan ikan berlebihan berdampak buruk terhadap ekosistem laut.

Baca juga:

Tak hanya laut, Suharso melihat sejumlah danau mengalami kerusakan dan sulit dipulihkan walau sudah menghabiskan biaya besar. Dalam buku berjudul ‘The World in 2050’ salah satu yang disorot yakni kota di Indonesia terancam tenggelam karena dampak perubahan iklim. Intinya Indonesia sebagai negara kepulauan rentan terdampak krisis iklim. Oleh karena itu pembangunan ke depan arahnya tanpa merusak lingkungan.

Salah satu yang disasar visi Indonesia emas tahun 2045 menurut Suharso yakni meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) kemaritiman Indonesia setidaknya 12,5 persen. Fokus yang perlu dilakukan terkait pembangunan konektivitas laut yang efisien dan efektif. Kemudian industrialisasi perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing. Serta pariwisata bahari yang inklusif.

Untuk membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia, Suharso mengingatkan penting menciptakan kualitas sumber daya manusia maritim yang unggul, inovasi teknologi kemaritiman, dan budaya maritim yang kuat sebagai basis peradaban bahari. Selain itu mendorong kemampuan pertahanan keamanan maritim yang kuat guna menghadapi tantangan regional dan global.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alama (SDA) Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, menambahkan Indonesia memiliki kekuatan sebagai negara kepulauan terbesar. Tercatat 85 persen perdagangan global melalui jalur laut. Oleh karena itu dalam mendorong terwujudnya transformasi Indonesia di bidang ekonomi diperlukan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Sarana dan prasarana yang berkualitas, ramah lingkungan serta kesinambungan pembangunan.

Vivi menjelaskan setidaknya ada 3 strategi untuk melakukan transformasi pembangunan kelautan. Pertama, transformasi cara pandang atau paradigma. Perubahan cara pandang terhadap laut yang memposisikan laut sebagai bagian terdepan dan wilayah kedaulatan yang harus dijaga maksimal baik secara ekologis, ekonomis, keamanan, dan politik. Kedua, transformasi ekonomi. Mewujudkan laut sebagai sumber kemakmuran bangsa dan kesejahteraan rakyat yang harus dikelola secara lestari dan adil.

“Yang mencakup sektor perikanan, industri kemaritiman, transportasi laut, industri farmasi, eksplorasi energi, wisata bahari, dan jasa kelautan lain,” ujarnya.

Ketiga, transformasi kelembagaan dan tata kelola. Vivi menjelaskan perlu tata aturan yang jelas dalam pengelolaan dan pemanfaatan laut serta organisasi pengelola kelautan yang lebih efisien. Termasuk pengaturan peran daerah dan pelibatan masyarakat sipil secara aktif. Selain itu Vivi menyebut beberapa tantangan yang perlu dicermati dalam pembangunan kemaritiman.

Seperti pelaku usaha agro-maritim di Indonesia kebanyakan skala kecil, sehingga kompetensi usaha rendah dan lemahnya budaya maritim. Pengelolaan sumber daya tidak didukung basis data dan sistem pengendalian yang baik. Kemudian tidak terintegrasinya rantai usaha hulu sampai hilir di semua sektor kemaritiman. Selanjutnya, terjadi degradasi ekosistem, polusi dan limbah di laut. Serta infrastruktur dan teknologi kemaritiman belum memadai dan rendahnya investasi berkelanjutan termasuk riset kemaritiman.

Tags:

Berita Terkait