Stepanus Robin Ingin Bongkar Peran Komisioner KPK Lili Pintauli
Terbaru

Stepanus Robin Ingin Bongkar Peran Komisioner KPK Lili Pintauli

Dalam pledoinya, Stepanus Robin Pattuju juga membandingkan tuntutannya dengan mantan Mensos Juliari Batubara, yang dianggapnya tidak adil.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES
Bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES

Bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju mengaku masih ingin membongkar peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar serta seorang pengacara bernama Arief Aceh. Hal ini disampaikan Stepanus Robin saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/12).

"Perlu saya sampaikan kembali permohonan justice collaborator, saya akan membongkar peran komisioner KPK Ibu Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh," katanya seperti dilansir Antara.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Lili Pintauli Siregar pernah menyarankan agar mantan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial untuk menghubungi pengacara bernama Arief Aceh. Saran itu Lili sampaikan karena menemukan berkas perkara M. Syahrial terkait dengan jual beli jabatan di Tanjungbalai ada di meja Lili. Namun, M. Syahrial akhirnya tidak menghubungi Arief Aceh dan memilih untuk menggunakan jalur Stepanus Robin untuk mengurus perkaranya.

"Selain itu, juga saya sangat menyesali dan meminta maaf jika perbuatan yang saya telah lakukan telah mencoreng nama baik KPK. Akan tetapi, saya juga berharap dan meminta keadilan agar Ibu Lili Pintauli Siregar diproses sesuai dengan isi surat justice collaborator saya," ungkap Stepanus Robin.

Robin mendukung laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejaksaan Agung. "Bahwa itu adalah tindak pidana pidana Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Stepanus.

Dalam pledoinya, Stepanus juga menyebut tuntutan 12 tahun penjara yang dituntut JPU KPK kepadanya tidak adil dibanding dengan tuntutan terhadap bekas Menteri Sosial Juliari Batubara. (Baca: Dituntut 12 Tahun Penjara, Stepanus Robin Pertanyakan Permohonan Justice Collaborator)

"Majelis Hakim Yang Mulia, saya merasakan ketidakadilan atas tuntutan 12 tahun yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dikarenakan saya menerima uang sebesar Rp1,8 miliar. Saya merasakan ketidakadilan jika dibandingkan dengan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang menerima suap sebesar Rp32 miliar yang juga dituntut 12 tahun penjara," kata Stepanus.

Stepanus merasakan adanya ketidakadilan, di mana menteri Juliari adalah menteri yang jelas-jelas memiliki jabatan dan kewenangan terkait dengan pekerjaannya, dan jabatan dan kewenangannya menerima uang suap sebesar puluhan miliar rupiah tersebut, yang besarnya 16 kali lipat dari yang dia terima. Stepanus menyebutkan kalau dirinya hanya melakukan penipuan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai penyidik KPK.

"Dan saya sama sekali tidak memiliki kewenangan terkait kasus-kasus dalam perkara ini, yaitu yang melibatkan M. Syahrial, M. Azis Syamsuddin, Aliza Gunado, Ajay M. Priatna, Usman Effendy, dan Rita Widyasari," tambah Stepanus.

Stepanus mengungkapkan ia tidak menerima tuntutan yang sama terhadap dirinya bila dibanding dengan Juliari Batubara. "Sebagai warga negara dan masyarakat, saya merasakan ketidakadilan atas tuntutan JPU yang menyamakan saya dengan tuntutan menteri yang pada faktanya menerima uang jauh lebih besar ketimbang saya dengan kewenangan yang dimiliki. Oleh karena itu saya memohon keadilan dari Yang Mulia Majelis Hakim," ungkapnya.

Akui Lakukan Tipu-tipu

Dalam pledoinya Stepanus Robin Pattuju mengakui melakukan "tipu-tipu" (penipuan) terkait dengan pengurusan lima perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Saat saya diperiksa Dewan Pengawas KPK, salah satunya adalah Ibu Albertina Ho. Dalam pemeriksaan tersebut, Dewas mengatakan ini kepada saya 'Ooh jadi kamu dengan Maskur melakukan tipu-tipu, ya?' Untuk pertama kalinya saya dengar istilah tipu-tipu atau penipuan," kata Stepanus.

"Selanjutnya istilah tipu-tipu ini juga saya dengar saat saya diperiksa sebagai saksi atas terdakwa M. Syahrial saat saya diperiksa secara online oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Setelah saya menyampaikan sumpah, majelis hakim kembali mengatakan 'Ooh kamu dan Maskur melakukan tipu-tipu," tambah Stepaus.

Stepanus menyebut meski berlatar belakang penyidik, saat dirinya menghadapi masalah hukum maka dia mengaku tidak bisa menilai dirinya sendiri.

"Akan tetapi, setelah dengar dari majelis etik dan majelis hakim Tipikor Medan, saya mencoba mengevaluasi perbuatan yang saya lakukan. Maka, saya menemukan perbuatan saya dan Maskur Husain bahwa saya tidak menjadi anggota penyidik dari lima perkara ini, yaitu perkara M. Syahrial, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, Ajay M Priatna, serta Usman Effendi dan Rita Widyasari," ungkap Robin.

Robin menyebut bahwa pihaknya tidak punya kewenangan dalam perkara-perkara tersebut. "Saya dan Maskur Husain telah menerima uang. Namun, saya tidak melakukan apa-apa terkait dengan perkara-perkara tersebut. Perbuatan saya adalah kesalahan dan penipuan seperti yang dikatakan Dewas Etik KPK dan majelis Tipikor Medan," katanya.

Ia melanjutkan, "Saya sangat menyadari dan menyesali semua perbuatan yang sudah saya lakukan dan saya menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang sudah saya rugikan, yaitu para pemberi uang: M. Syahrial, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, Ajay M. Priatna, serta Usman Effendi dan Rita Widyasari."

Dalam perkara ini Stepanus Robin Pattuju dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan menerima suap senilai Rp11,025 miliar dan 36.000 dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait dengan pengurusan lima perkara dugaan korupsi di KPK.

Stepanus juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.322.577.000,00 yang bila tidak dipenjara, akan dipidana selama 2 tahun.

Stepanus Robin bersama rekannya advokat Maskur Husain dinilai terbukti menerima suap terkait lima perkara di KPK, yaitu pertama menerima suap dari mantan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial sebesar Rp1,695 miliar untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan.

Perkara kedua, Robin dan Maskur mendapatkan Rp3.099.887.000,00 dan 36.000 dolar AS (sekitar Rp513,29 juta) atau senilai total Rp3,613 miliar dari mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsudin dan mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado terkait dengan penyelidikan KPK di Lampung Tengah.

Perkara ketiga, Robin dan Maskur mendapatkan Rp507,39 juta dari Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna tidak terseret dalam penyidikan perkara bansos di Kabupaten Bandung, Kota Bandung serta Kota Cimahi.

Perkara keempat, Robin dan Maskur mendapatkan Rp525 juta dari Usman Effendi, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Tenjojaya yang sedang menjalani hukuman 3 tahun penjara.

Perkara kelima, Robin dan Maskur mendapatkan uang sejumlah Rp5.197.800.000,00 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Tags:

Berita Terkait