Stafsus Ahok Akui Komunikasi dengan Sanusi dan Pengembang Soal Raperda
Utama

Stafsus Ahok Akui Komunikasi dengan Sanusi dan Pengembang Soal Raperda

KPK masih dalami apakah ada keterlibatan pengembang lain.

NOV
Bacaan 2 Menit
Stafsus Ahok, Sunny Tanuwidjaja. Foto: RES
Stafsus Ahok, Sunny Tanuwidjaja. Foto: RES
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja mengaku pernah berkomunikasi dengan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi. Komunikasi itu terekam dalam sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kemudian ditanyakan penyidik kepada Sunny saat pemeriksaan.

Sunny mengatakan, komunikasinya dengan Sanusi membahas soal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sedang dibahas di DPRD DKI Jakarta."Intinya kenapa Raperda ini lambat. Lalu soal Raperda ini,apakah Pak Gubernur sudah setuju atau belum," katanya usai diperiksa sebagai saksi di KPK, Rabu (13/4).

Memang, pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta beberapa kali “gagal” karena belum adanya kesepakatan mengenai beberapa poin usulan Raperda.

Salah satunya, mengenai poin "tambahan kontribusi" 15 persen yang dimasukkan Pemprov DKI Jakarta dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. DPRD DKI Jakarta meminta agar “tambahan kontribusi” diturunkan menjadi 5 persen dan dapat diambil di awal dengan mengkonversi besaran kontribusi tersebut.

Adanya “tambahan kontribusi” sebesar 15 persen ini disebut-sebut memberatkan pihak pengembang. Namun, Sunny yang mengaku beberapa kali bertemu pihak pengembang, membantah jika pertemuannya dengan pengembang membahas permintaan penurunan “tambahan kontribusi” dari 15 persen menjadi 5 persen.

“Intinya saya menerima informasi dari pengembang dan saya menyampaikannya kepada Pak Gubernur dan eksekutif. (Isi informasi dari pengembang) Seputar usulan-usulan Raperda. (Soal penurunan tambahan kontribusi dari 15 menjadi 5 persen?) Oh nggak, itu nggak perlu, nggak termasuk,” ujarnya.

Walau beberapa kali menyampaikan usulan pengembang kepada Gubernur DKI Jakarta, bukan berarti pria yang akrab disapa Ahok itu tidak pernah bertemu langsung dengan pengembang. Sunny mengungkapkan, Ahok juga biasanya bertemu sendiri dengan pengembang. “Kadang minta bantuan saya jadwalkan,” imbunya.

Selain ditanyakan penyidik mengenai hubungannya dengan pengembang, Sanusi, dan pembahasan Raperda, Sunny ditanyakan mengenai tugas dan fungsinya di kantor Gubernur DKI Jakarta. Ketika ditanyakan apakah ada uang yang mengalir dari pengembang ke Pemprov DKI Jakarta, Sunny menyatakan tidak tahu.

Begitu pula ketika ditanyakan apakah mengetahui mengenai adanya pemberian uang dari pengembang ke Sanusi dan anggota DPRD DKI Jakarta lainnya. Kemudian, saat ditanyakan apakah ia sering berkomunikasi dengan bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, Sunny menjawab, “Dengan Aguan, nggak”.

Di lain pihak, Aguan yang juga diperiksa sebagai saksi oleh KPK tidak mau menjawab satu pun pertanyaan wartawan. Dengan dikawal beberapa orang dan petugas, Aguan langsung berjalan cepat memasuki mobilnya usai menjalani pemeriksaan di KPK. Tidak hanya Aguan, Komisaris Utama PT Pelindo II Lambock V Nahattands pun bungkam usai diperiksa KPK.

Untuk diketahui, selain anak usaha Agung Podomoro Land (APL), PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah juga mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi. PT Muara mendapatkan izin untuk pelaksanaan reklamasi pantai di pulau G, sedangkan PT Kapuk di pulau C, D, dan E.

Masih ada beberapa perusahaan lain yang mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, antara lain PT Pelindo II. Terkait pemeriksaan pihak pengembang dan Sunny, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, penyidik ingin mengetahu keterkaitan pihak-pihak tersebut dalam kasus ini.

“Juga peran masing-masing dan menanyakan dugaan suap terkait Raperda. (Ada pengembang lain yang melakukan suap?) Itu yang sedang kami dalami, karena dari hasil operasi tangkap tangan, kami sudah mengetahui yang untuk APL. Nah, dugaan selanjutnya, apakah ada dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain,” tuturnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sanusi, Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja, dan karyawan PT APL, Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi yang juga politisi Partai Gerindra untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta.

Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi. KPK telah mengajukan cegah ke Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap tiga orang saksi, diantaranya Aguan, Sunny, dan Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma.
Tags:

Berita Terkait