Terkait besarnya dana yang akan dikeluarkan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai rencana perekrutan 550 staf ahli dapat mengakibatkan inefisiensi anggaran. Terlebih lagi, PSHK meragukan efektivitas keberadaan staf ahli. Faktanya, dukungan sumber daya manusia (SDM) yang ada saat ini saja belum optimal. Patut dicatat bahwa DPR telah memiliki staf pendukung seperti peneliti pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Perancang Peraturan Perundang-Undangan, Staf Ahli pada Badan Legislasi (Baleg), Staf Ahli Fraksi, Staf Ahli Komisi, dan Staf Pribadi (seringkali disebut Aspri/Sespri).
Tabel SDM Pendukung Legislasi DPR
Berdasarkan Struktur, Status Kepegawaian, dan Pertanggungjawaban
Unsur | Struktur Organisasi | Status Kepegawaian | Pertanggungjawaban |
Perancang | Sekretariat Jenderal (Deputi Perundang-undangan) | PNS-fungsional | Sekjen-Deputi Perundang-undangan |
Peneliti | Sekretariat Jenderal (Deputi Anggaran dan Pengawasan) | PNS-fungsional | Sekjen-Deputi Anggaran dan Pengawasan |
Pustakawan | Sekretariat Jenderal (Deputi Anggaran dan Pengawasan) | PNS-fungsional | Sekjen- Deputi Anggaran dan Pengawasan |
Arsiparis | Sekretariat Jenderal (Deputi Anggaran dan Pengawasan) | PNS-fungsional | Sekjen-Deputi Anggaran dan Pengawasan |
Pranata Komputer | Sekretariat Jenderal (Deputi Anggaran dan Pengawasan) | PNS-fungsional | Sekjen-Deputi Anggaran dan Pengawasan |
Staf Ahli Baleg | Alat Kelengkapan (Badan Legislasi) | Non PNS/Kontrak | Pimpinan Baleg |
Staf Ahli Komisi | Alat Kelengkapan (Komisi) | Non PNS/Kontrak | Pimpinan Komisi |
Staf Ahli Fraksi | Fraksi | Non PNS/Kontrak | Pimpinan Fraksi |
Sumber: Studi Tata Kelola Proses Legislasi PSHK 2007
Kebijakan ini dapat menambah keruwetan baru dalam koordinasi dan sinergi dengan SDM pendukung yang telah ada, kata Aria Suyudi, Direktur Eksekutif PSHK. Sejauh ini, hubungan kerja antar dukungan tersebut dalam mendukung pelaksanaan fungsi DPR belum jelas. Kondisi ini, menurut Aria, terjadi karena belum adanya strategi yang menyeluruh agar kesemua dukungan ini mampu bersinergi dengan baik.
Terkait hal ini, PSHK mendesak agar DPR segera merealisasikan sejumlah rekomendasi yang dihasilkan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR. Berdasarkan pengamatan PSHK, semangat dan rekomendasi yang diajukan Tim Kinerja lebih menitikberatkan pada penguatan kelembagaan unit-unit yang telah ada, serta peningkatan kualitas dan profesionalisme staf ahli pada berbagai alat kelengkapan DPR. Sayang, hasil kajian tersebut tidak kunjung dilaksanakan. Kemauan politik untuk benar-benar memulai perbaikan yang terarah belum terwujud. DPR selalu saja muncul dengan ide baru tanpa terlebih dahulu melakukan kajian yang menyeluruh, keluh Aria.
Alat kelengkapan
Persoalan lain, apabila staf ahli dialokasikan kepada setiap anggota DPR, akan timbul dampak negatif. Seperti kompetensi staf ahli yang direkrut akan menjadi tidak terarah dan tidak optimal. Apalagi, sulit membayangkan akan ada seorang staf ahli yang menguasai semua hal yang diperlukan oleh seorang anggota DPR. Selain itu, keberadaan staf ahli berpotensi disalahgunakan, misalnya asisten pribadi disimpangkan menjadi supir pribadi atau dalam bentuk penyalahgunaan lain.
Untuk itu, PSHK mengusulkan agar staf ahli dilekatkan kepada alat kelengkapan, seperti Badan Legislatif (Baleg), Komisi-Komisi, atau Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Tujuannya, agar kompetensi staf ahli bisa lebih terarah dan optimal sesuai dengan kebutuhan fungsi DPR maupun masing-masing alat kelengkapan. Peluang untuk penyimpangan-pun bisa diminimalisir karena dengan melekat pada alat kelengkapan akan mempermudah pengawasan.
Terlepas dari itu, Aria berpendapat rencana ini sebenarnya dapat dipandang sebagai semangat positif DPR untuk melakukan perbaikan. Hanya, rencana ini perlu dikaji secara cermat supaya tidak menimbulkan masalah-masalah baru. Kami berharap penambahan staf-ahli ini tidak mengulangi ketidakjelasan strategi dan prioritas DPR ketika merekrut 400 orang PAMDAL, atau menjadi ajang pemborosan baru seperti rencana renovasi rumah ataupun desain ulang gedung yang kontroversial, pungkasnya.
Analisis kebutuhan
Anggota DPR Benny K. Harman berpendapat rencana perekrutan staf ahli adalah langkah positif dalam rangka meningkatkan kinerja DPR secara menyeluruh. Namun begitu, Benny menegaskan perlu ada analisis kebutuhan terlebih dahulu karena belum tentu semua anggota DPR membutuhkan. Secara pribadi, anggota Komisi III ini mengaku tidak butuh staf ahli. Baginya, staf pendukung yang ada sekarang di fraksi dan sekretariat komisi sudah cukup membantu. Jadi, harus ditanya dulu ke masing-masing anggota Dewan, apakah dia butuh atau tidak, tukasnya.
Benny berharap kebijakan ini jangan dipandang dari berapa anggaran yang dihabiskan, tetapi efektivitasnya. Untuk itu, dia meminta masyarakat bersikap fair apabila menginginkan kinerja DPR optimal maka konsekuensinya perlu dana yang tidak sedikit. Selama itu digunakan secara transparan dan akuntabel, Benny yakin berapapun dana yang dihabiskan tidak akan menjadi masalah.
Menyambung koleganya, M. Azis Syamsuddin menegaskan bahwa DPR harus menetapkan standar kualitas yang tinggi dalam merekrut staf ahli. Dia berharap staf ahli yang direkrut adalah individu-individu terbaik yang benar-benar bermanfaat bagi anggota DPR sehingga dana yang dikeluarkan pun tidak percuma. Untuk itu, perlu ada sistem rekrutmen yang superketat. S-1 atau S-2 sebenarnya tidak terlalu penting, yang perlu diperhatikan adalah jam terbangnya. Jangan sampai, nanti justru mereka (staf ahli, --red.) yang belajar dari kita, ujarnya. Wakil Ketua Komisi III ini mengaku telah memiliki lima staf ahli pribadi yang digaji dari kantong pribadinya.
Menandai pergantian tahun 2007-2008, DPR kembali memunculkan gagasan kontroversial. Sebagaimana dilansir harian Seputar Indonesia, Ketua DPR Agung Laksono mengungkapkan rencana perekrutan staf ahli untuk setiap anggota DPR. Jumlahnya sama persis dengan jumlah keseluruhan anggota DPR, 550 orang. Dasar pertimbangannya adalah untuk memperkuat kinerja anggota DPR. Selama ini, menurut Agung, pekerjaan anggota DPR begitu berat sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas. Politisi dari Partai Golkar ini mengatakan kebijakan ini diambil setelah melalui kajian komparasi di negara lain. Di Filipina, misalnya, setiap anggota parlemen dilengkapi dengan tujuh staf ahli.
Rencana perekrutan staf ahli ini tinggal menunggu waktu untuk direalisasikan. Pasalnya, rencana kebijakan ini sudah diakomodir dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2008. Walaupun belum terungkap jelas berapa anggaran yang bakal dihabiskan, nilainya diperkirakan sangat fantastis. Dengan asumsi honorarium 550 orang staf ahli ini sama dengan honorarium staf ahli yang telah ada DPR (yaitu Rp7,5 juta per bulan), maka rencana ini akan menghabiskan setidaknya Rp4,125 milyar per bulan.