Spirit Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat
Revisi UU Zakat:

Spirit Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat

Berbagai lembaga telah memproyeksikan perolehan zakat secara nasional mencapai triliunan rupiah. Tiga draft revisi UU Zakat mendorong akuntabilitas lembaga pengelola zakat.

Mys/M-4
Bacaan 2 Menit

 

Forum Zakat menilai bahwa dalam UU No. 38 Tahun 1998, fungsi dan peran regulator, pengawas, dan operator zakat masih belum mendukung profesionalisme. Masih terjadi tumpang tindih kelembagaan, ujar  Hamy Wahjunianto, Ketua Umum Forum Zakat dalam seminar tentang zakat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dua bulan lalu.

 

Kelemahan lain yang ditemukan Forum Zakat terkait dengan akuntabilitas pengelolaan zakat. Laporan tahunan badan amil zakat kepada DPR tidak jelas standarnya, tidak ada yang memonitoring atas pelaksanaannya. Bentuk pertanggungjawaban badan amil zakat kepada Pemerintah pun kurang jelas standarnya. Sehingga jika pun ada pelanggaran, nyaris tak ada sanksi yang diterapkan. Karena itu, Wahjunianto berharap, dengan revisi UU No. 38/1999, pengelolaan zakat yang amanah, profesional, dan transparan dapat terlaksana.

 

Senada dengan Wahjunianto, peneliti senior perbankan syariah pada Bank Indonesia, Mulia Siregar, menyatakan bahwa salah satu tantangan manajerial pengelolaan zakat ke depan adalah standar akuntansi dan publikasi.

 

Dorongan untuk transparansi itu memang tertuang dalam tiga draft revisi UU Zakat yang diperoleh hukumonline. Draft yang disusun Tim Revisi UU Zakat bentukan Departemen Agama mengusulkan tambahan pasal baru di antara pasal 18 dan pasal 19 UU Zakat. Pasal baru ini, yakni pasal 18 A, nantinya berbunyi: Badan amil zakat mempublikasikan hasil pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat melalui cara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah.

 

Selain itu, Tim Depag mengusulkan perubahan pasal 19, sehingga memasukkan kewajiban badan amil zakat menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah dan DPR. Bahkan badan-badan amil zakat bertugas memberikan laporan berkala badan amil zakat di atasnya demi kepentingan koordinasi.

 

Draft yang diyakini versi Forum Zakat malah menegaskan tugas badan amil zakat nasional menyampaikan laporan keuangan kepada Menteri Agama. Laporan keuangan tersebut terlebih dahulu diaudit. Laporan harus mengacu pada standar akuntansi, dan setidak-tidaknya memuat Neraca, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (pasal 19).

 

Satu draft lagi yang diyakini versi DPR malah memuat bab khusus tentang pelaporan. Badan Koordinasi Pengelolaan Zakat (BKPZ) memberikan laporan pengawasan tahunan kepada Presiden. Sementara lembaga-lembaga amil zakat (LAZ) yang ada di masyarakat kudu menyampaikan laporan ke BKPZ. Selain laporan ke BKPZ, laporan pelaksanaan tugas LAZ kudu mempublikasikan laporan itu pada media cetak dan elektronik (pasal 48).

 

Rumusan-rumusan tersebut kian mempertegas semangat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat. Cuma, rumusan tadi baru sebatas draft. Rumusan manakah yang akan disepakati DPR kelak?

 

Tags: