Sosiolegal: Framework untuk Karier Hukum Masa Depan?
Kolom

Sosiolegal: Framework untuk Karier Hukum Masa Depan?

Seorang praktisi sosiolegal akan memiliki pemahaman mendalam terhadap isu hukum sebagai jangkar (anchor) dalam dunia profesionalnya.

Bacaan 6 Menit
Arasy Pradana A Azis. Foto: Istimewa
Arasy Pradana A Azis. Foto: Istimewa

Walaupun memiliki latar belakang sebagai sarjana hukum, sewaktu kuliah dulu saya punya kebiasaan membaca berbagai literatur dari cabang ilmu lain. Selain berkutat dengan karya-karya akademisi hukum ‘murni’ dan klasik seperti Hans Kelsen, KC Wheare, AV Dicey, hingga Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, saya juga membaca buku ‘babon’ filsafat, sosiologi, ilmu politik, hingga antropologi.

Kebiasaan ini masih saya pertahankan setelah lulus kuliah. Khazanah bacaan saya bahkan meluas ke ranah yang dulu pernah kurang saya sukai: ekonomi, utamanya pada dua cabang kajiannya, yaitu kebijakan publik dan ekonomi perilaku (behavioral economic).

Karena keberagaman bacaan itu, sebagian besar karya ilmiah yang saya kerjakan tak pernah semata bergantung pada teori hukum. Saya banyak meminjam teori-teori dan konsep-konsep dari cabang ilmu lain yang pernah saya baca itu untuk dituangkan ke dalam karya ilmiah saya.

Dalam banyak kasus, teori-teori ini bahkan menjadi kerangka teoretis utama. Artinya, teori-teori tersebut saya gunakan sebagai pisau analisis terpenting terhadap suatu isu hukum. Di akhir masa kuliah, saya baru mengetahui bahwa praktik meminjam teori dari cabang ilmu di luar ilmu hukum merupakan salah satu varian pendekatan tersendiri dalam penelitian hukum. Ia kerap disebut sebagai ‘sosiolegal’.

Yang belakangan juga saya sadari, pendekatan ini sejatinya tak hanya relevan untuk diterapkan dalam penelitian hukum di kampus. Sebagai sebuah framework, kerangka berpikir, atau mental model, sosiolegal adalah modal untuk menjajaki prospek karier hukum yang berubah akibat dorongan teknologi.

Setidaknya, itulah yang saya rasakan dalam pekerjaan saya sebagai bagian dari perusahaan legal-tech terbesar di Indonesia, Hukumonline.

Mengenal Sosiolegal

Apa itu sosiolegal? Sederhananya menurut Prof. Sulistyowati Irianto, sosiolegal adalah studi hukum yang bersifat interdisipliner, dengan kajian yang melintasi berbagai bidang studi, khususnya studi-studi kemasyarakatan.

Studi sosiolegal berfokus pada bagaimana teks hukum dikaji dari perspektif keadilan masyarakat, serta bagaimana hukum direspons dan bekerja dalam masyarakat. Sosiolegal menjadi pencampuran atau “hibrida” antara kajian hukum murni dan cara pandang dari kajian kemasyarakatan lainnya atas hukum. Dalam hal ini, hukum didudukkan sebagai sebuah fenomena sosial.

Kerap kali, studi sosiolegal dibenturkan dengan pendekatan hukum yang bersifat normatif dan semata berkutat pada peraturan-peraturan atau produk hukum tertulis lainnya. Padahal, menurut Fachrizal Afandi, Ketua Asosiasi Studi Sosio Legal Indonesia (ASSLESI), kedua kategori pendekatan riset hukum tersebut dapat saling melengkapi.

Studi hukum doktrinal dapat digunakan untuk melihat hubungan dan keselarasan suatu peraturan dengan peraturan yang lain. Sedangkan untuk melihat implementasi peraturan tersebut di masyarakat, serta bagaimana peraturan tersebut dimaknai, pendekatan sosiolegal dapat diterapkan.

Dalam artikel Hukumonline yang saya rujuk di atas, pakar hukum lainnya, Herlambang P. Wiratraman menegaskan bahwa penelitian sosiolegal sejatinya juga melakukan analisis doktrinal terhadap suatu isu hukum. Namun analisis tersebut bergerak lebih jauh, dengan pinjaman pisau analisis dari cabang ilmu lain. Di sanalah bagaimana kredit ‘sosio’ dalam istilah sosiolegal menjadi relevan.

Karena tuntutan yang besar untuk melihat hukum sebagai bagian dari denyut kehidupan masyarakat itulah, penstudi sosiolegal perlu membekali dirinya dengan modal teoretis dan konseptual dari cabang ilmu lain. Hal ini dapat meningkatkan kepekaannya dalam melihat suatu isu hukum, dan lebih jauh, menjadikan kajian hukum lebih kaya dan dinamis.

Karier Hukum Kekinian: Tuntutan Menjadi T-Shaped

Sampai sejauh itu, sosiolegal barangkali tampak sekadar relevan di ruang-ruang akademik. Kegunaannya seakan terbatas sebagai sebuah pendekatan dalam menguraikan sebuah permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat, lewat kajian dan penelitian ilmiah.

Terkesan tidak praktis dalam kehidupan seorang sarjana hukum, terutama setelah dirinya terjun ke dunia profesional. Namun perubahan lanskap profesi hukum akibat dorongan teknologi sejatinya membuka peluang untuk membumikan dan memberikan dimensi praktikal bagi pendekatan sosiolegal.

Di masa lalu, pilihan karier seorang sarjana hukum semata identik sebagai penegak hukum, baik hakim, jaksa, hingga advokat. Pilihan karier lainnya adalah mengisi departemen legal di suatu perusahaan. Profesi-profesi tersebut mensyaratkan pengetahuan mendalam terhadap hard skill utama seorang lulusan hukum, semisal negosiasi, penyusunan berkas peradilan, hingga contract drafting.

Namun seiring dengan bertumbuhnya perusahaan legal-tech, maka lahirlah jenis pekerjaan-pekerjaan baru yang membutuhkan pemahaman dasar seorang anak hukum, ditambah dengan kemampuan untuk memahami isu-isu dan skillset dari disiplin ilmu lain.

Dunia talent management hari ini menggambarkan orang-orang dengan kemampuan tersebut sebagai ‘T-ShapedPerson’. Istilah ini sejatinya telah dirumuskan sejak era 80-an oleh McKinsey and Co., sebuah firma konsultansi global, namun belakang menjadi populer kembali.

Hukumonline.com

Sumber: McKinsey & Co.

Jika dilihat dari diagram di atas, seorang ‘T-Shaped Person’ mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam diagram berbentuk huruf T. Bagian yang vertikal menggambarkan kedalaman pemahaman, kecakapan, dan kepakaran seseorang yang spesial pada suatu bidang tertentu.

Namun demikian, pendalaman itu dilengkapi oleh kemampuan untuk bekerja sama dengan para expert di bidang lain, bahkan mengaplikasikannya dalam tugas hariannya. Hal inilah yang diwakili oleh bagian horizontal pada diagram ‘T-Shape’.

Pada titik ini pendekatan sosiolegal menemui dimensi praktikalnya. Mereka yang terbiasa menerapkan pendekatan ini akan mampu untuk melihat hukum tidak semata-mata sebagai sebuah kerangka peraturan perundang-undangan belaka.

Jika dikembalikan pada model ‘T-Shape’, seorang praktisi sosiolegal akan memiliki pemahaman mendalam terhadap isu hukum sebagai jangkar (anchor) dalam dunia profesionalnya. Namun di sisi lain, jangkar tersebut diperkaya dengan pemahaman dari berbagai cabang ilmu lain. Dalam konteks industri legal-tech, modal tambahan itu di antaranya adalah manajemen aset digital, ekonomi perilaku, dan marketing.

Contoh Pilihan Karier

Di Hukumonline dan barangkali perusahaan legal-tech lainnya, ada beberapa posisi yang menurut saya masih membutuhkan banyak talenta-talenta hukum T-Shaped, dengan bekal kemampuan untuk menerapkan pendekatan sosiolegal. Dua di antaranya adalah role Product Manager (PM) dan Product Marketing.

Tanggung jawab utama seorang PM adalah untuk melakukan pengembangan suatu produk, sedangkan seorang Product Marketing memikirkan strategi pemasarannya. Peran keduanya kerap kali sangat beririsan.

Biasanya, PM dan Product Marketing bekerja sama untuk mengidentifikasi value proposition yang potensial dalam suatu produk, melakukan riset pasar, mendiskusikan spesifikasi dan fitur, menyusun timeline pekerjaan, hingga mengembangkan strategi pemasaran (go-to-market strategy). Di luar itu, kedua role tersebut juga diharuskan memiliki pemahaman yang spesifik terhadap proses bisnis (business process) dari industri tempat produknya akan dipasarkan.

Dalam konteks legal-tech, di sinilah seorang lulusan hukum yang memiliki pemahaman interdisiplin dan kemauan untuk mempelajarinya, berpotensi untuk berkontribusi. Perusahaan legal-tech umumnya menawarkan inovasi teknologi yang memudahkan pekerjaan para praktisi dan profesional hukum.

Sebagai contoh, Hukumonline menawarkan Hukumonline Pro yang mengkurasi peraturan dan pengetahuan hukum sesuai practice group dan sektor industri. Hukumonline Pro juga memiliki sub layanan University Solution yang dikhususkan bagi civitas academica fakultas hukum; Exdoma sebagai sebuah sistem manajemen dokumen; dan yang terbaru RCS, sebagai platform berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang memudahkan perusahaan melakukan audit kepatuhan hukum (legal compliance).

Dalam hal ini, seorang lulusan hukum dapat memberikan added value lewat pengetahuan mengenai bagaimana produk dan teknologi yang dikembangkan perusahaan legal-tech digunakan oleh mereka yang memiliki latar belakang hukum, bahkan sejak di bangku kuliah.

Selain itu, lulusan hukum juga dapat memanfaatkan jaringan ke teman kuliah dan alumni yang memilih jalur karier profesional hukum. Jejaring ini akan sangat bermanfaat dalam riset pasar dan perilaku pengguna (user behavior).

Pada aktivitas yang terakhir ini, kecakapan sosiolegal bahkan menjadi semakin bermanfaat. Selain secara kuantitatif, riset pasar dan user behavior umumnya dijalankan lewat metode-metode dasar studi sosial, seperti in-depth interview, focus group discussion, dan etnografi.

Dalam kajian akademik di Indonesia sendiri, metode-metode tersebut telah banyak diterapkan, bahkan pada topik-topik yang menyasar profesi hukum, seperti advokat dan jaksa. Bagi seorang PM dan Product Marketing, objektifnya hanya perlu digeser untuk tujuan bisnis tertentu.

Dalam riset user behavior dan pengembangan fitur, pemahaman dasar atas ekonomi perilaku juga sangat bermanfaat. Salah satu contohnya, dalam kajian ekonomi perilaku dikenal adanya bias-bias dalam pengambilan keputusan manusia. Bias ini sejatinya dapat mendorong seorang calon user untuk setidaknya mencoba menggunakan produk yang kita tawarkan.

PM dan Product Marketing bertugas untuk menyalurkan bias tersebut ke dalam fitur yang mereka garap. Profesi seperti PM dan Product Marketing inilah yang dapat menjadi pilihan alternatif bagi para lulusan hukum di masa depan.

Syaratnya, mereka perlu membekali diri dengan kemauan untuk melihat hukum dari perspektif yang interdisiplin. Hal ini bisa didapatkan dengan mempelajari dan menerapkan pendekatan sosiolegal dalam penelitian hukum sedini mungkin. Adapun mengenai tanggung jawab harian seorang PM dan Product Marketing dapat dipelajari lewat kursus-kursus online yang kini semakin mudah diakses.

Jika menjadi lawyer, jaksa, atau hakim dinilai bukan menjadi passion dan panggilan jiwa seorang lulusan hukum, memilih karier di industri legal-tech dapat menjadi alternatif yang menjanjikan.

*)Arasy Pradana adalah Engagement & Growth Manager Hukumonline. Di waktu luang, ia melakukan penelitian terhadap isu-isu good governance dan kebijakan teknologi (tech-policy).

Catatan Redaksi:

Artikel ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait