Soliditas, Tantangan pada 17 Tahun Kurator Indonesia
Berita

Soliditas, Tantangan pada 17 Tahun Kurator Indonesia

Kurator Indonesia dihadapkan pada tantangan soliditas dan persaingan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Suasana perayaan HUT ke-17 AKPI di Jakarta, Senin (31/8). Foto: Facebook
Suasana perayaan HUT ke-17 AKPI di Jakarta, Senin (31/8). Foto: Facebook
Tujuh belas tahun sudah berlalu, sejak rezim kepailitan ‘menghidupkan’ profesi bernama kurator. Sejak saat itu, kurator Indonesia berkembang seiring banyaknya permohonan kepailitan  yang diajukan ke Pengadilan Niaga di Jakarta, dan beberapa daerah yang ditetapkan Pemerintah. Kurator mengalami dinamika. Organisasinya tak tunggal, anggotanya ada yang kesandung perkara hukum, dan perhatian publik terhadap profesi hukum ini tak sekuat terhadap advokat, hakim, jaksa, atau polisi.

Melihat kenyataan yang ada, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), J. James Purba, sengaja menyinggung soliditas para kurator pada perayaan ke-17 organisasi profesi itu di Jakarta, Senin (31/8). Acara harlah itu dipakai juga sebagai ajang halal bi halal dan rapat tahunan anggota AKPI.

Soliditas adalah kata penting yang perlu direnungkan seluruh anggota AKPI dan pemangku kepentingan kurator lainnya. Bagaimanapun, di tengah kompleksnya persoalan kepailitan, butuh anggota yang solid. “Supaya kurator bisa lebih profesional menjalankan profesinya,” kata James kepada hukumonline.

Profesional dalam profesi mengandung arti kurator bisa taat pada aturan profesi dan aturan Undang-undang dalam menjalankan tugas. Apapun organisasi dan latar belakangnya, para kurator perlu saling menghargai, dan tidak saling serobot pekerjaan di lapangan. Bagaimanapun, peta persaingan antarkurator kian ketat. James berharap kurator yang tergabung di dalam AKPI semakin solid.

Soliditas juga penting mengingat sebaran anggota. Agar bisa solid, para anggota perlu saling mengenal. Tantangannya, hingga kini tak ada buku direktori anggota. James mengaku sudah merencanakan pembuatan direktori anggota AKPI itu lengkap dengan identitas mereka. Dilengkapi pula dengan AD/ART, kode etik, dan regulasi terkait lainnya.

James masih punya satu tahun sisa masa kepengurusan AKPI. Setumpuk pekerjaan sudah menunggu. Mulai dari pendidikan rekrutmen kurator, rapat anggota luar biasa untuk revisi Anggaran Dasar AKPI, hingga melakukan kajian perubahan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Sekretaris Jenderal AKPI, Imran Nating, melihat tantangan saat ini lebih pada ketaatan anggota terhadap kode etik dan standar profesi. Jika setiap anggota menaatinya, Imran percaya profesionalisme akan berjalan dengan baik, tak hanya pada 17 tahun perjalanan organisasi, tetapi juga perjalanannya ke depan. “Menaati kode etik kurator dan yang paling penting mengkikuti standar prodesi AKPI,” kata Imran.

Dengan terus berpedoman pada kode etik profesi, Imran meyakini bahwa kurator akan terhindar dari dugaan kriminalisasi dan dugaan malpraktik yang selama ini terjadi terhadap kurator.

Dewan Penasehat AKPI, Ricardo Simanjuntak, menambahkan bahwa rapat tahunan memang harus digelar tiap tahunnya. Melalui momentum istimewa ini Ricardo berharap akan semakin memperkuat organisasi dan saling mengakrabkan. “Yang penting timbul rasa saling menghargai, mempunyai tingkat penghargaan kepada orang lain,” ujarnya.

Melalui sikap saling menghargai, lanjutnya, akan mendorong sikap saling mendukung. “Untuk memupuk rasa saling menghargai ini, kita (AKPI) selalu ada pertemuan khusus. Acara keakraban sering,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait