Sofyan Djalil: Saya Tidak Anti Privatisasi
Berita

Sofyan Djalil: Saya Tidak Anti Privatisasi

Menneg BUMN yang baru ini justru gencar mempromosikan privatisasi BUMN, ketimbang berbicara tentang peningkatan kinerja BUMN.

Sut
Bacaan 2 Menit
Sofyan Djalil: Saya Tidak Anti Privatisasi
Hukumonline

Walau belum mau berkomentar banyak tentang program yang akan dilakukannya pada pos baru, namun Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) terpilih Sofyan Djalil sudah memberikan sedikit sinyal arah kebijakan kementerian yang mengurusi perusahaan-perusahan pelat merah itu. Salah satunya melanjutkan program privatisasi BUMN.

 

Sofyan mengaku sangat mendukung adanya privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN. Bahkan dia bertekad untuk menjadikan semua perusahaan BUMN menjadi perusahaan publik tapi tidak semua harus tercatat di bursa. Saya tidak anti privatisasi! tegasnya kepada wartawan di sela acara BUMN Forum di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (9/5). Hanya saja, lanjut Soyan, privatisasi harus dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 

Sofyan memaparkan, dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan, jika perusahaan dimiliki lebih dari 200 pihak maka perusahaan itu wajib mendaftar di Bapepam. Sebab perusahaan itu akan  menjadi perusahaan publik meskipun tidak tercatat di bursa saham.

 

Dikatakan Sofyan, privatisasi dapat memperkuat iklim pasar modal di Indonesia. Menurutnya, kalau perusahaan BUMN mau mencatatkan perusahaannya di Bursa Efek Jakarta (BEJ), maka akan memperoleh manfaat yang besar. Salah satunya dapat meraup dana dari masyarakat. Coba anda lihat, semua BUMN kita yang diprivatisasi, terutama melakukan go public, semuanya menjadi unggulan di BEJ, papar pria asal Nanggro Aceh Darussalam ini

 

Dia menambahkan saat ini merupakan saat yang tepat bagi BUMN untuk melakukan privatisasi. Pasalnya, kondisi pasar modal dan ekonomi Indonesia sedang bagus-bagusnya. Apalagi menurutnya, kondisi sekarang jauh berbeda dengan tahun 1999, dimana pemerintah acap kali menjual BUMN karena tidak mampu membiayai baban yang harus dikeluarkan oleh BUMN-BUMN yang ada. Privatisasi waktu itu dilakukan akibat kondisi ekonomi Indonesia yang sudah mau bangkrut.

 

Namun, privatisasi ini, ujar Soyan, harus diikuti dengan memberi kesempatan kepada investor domestik untuk memiliki saham di BUMN. Dia mengaku prihatin melihat kondisi pasar modal yang saat ini lebih dari 80 persen dikuasai oleh investor asing. Kondisi itu, kata Sofyan, juga bisa berdampak buruk terhadap stabilitas pasar modal Indonesia. Alasannya, bisa saja sewaktu-waktu investor asing itu menarik dananya dari Indonesia. Akibatnya, pasar modal di negara kita akan goncang, imbuhnya.

 

Transparansi BUMN

Mengenai prioritas kerjanya, Sofyan mengatakan, bahwa pihaknya akan menjalankan apa yang telah menjadi komitmen lembaganya dengan DPR, sewaktu kementerian itu dipegang oleh Sugiharto. Disamping itu, dia juga akan melanjutkan program divestasi tiga perusahaan BUMN yakni, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Jasa Marga (Persero) dan PT Wijaya Karya, yang terus tertunda.

 

Dia juga mengatakan akan melakukan studi dalam rangka menciptakan transparansi BUMN. Hanya saja, bukan berarti hal ini menjadikan perusahaan BUMN tunduk pada UU Transparansi dan Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Justeru, kata Sofyan, sebaliknya, kalau dia mau menghilangkan kesan seperti itu. Sebab Undang-Undang itu kan merupakan rezim politik. Sedangkan transparansi UU Pasar Modal itu adalah rezim ekonomi. Yang penting prinsipnya transparansi BUMN, cetusnya.

 

Sementara itu President Director Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (INDEF) Fadhil Hasan menilai Sofyan cukup berpengalaman untuk menempati pos barunya itu. Pasalnya, Sofyan juga pernah menjabat sebagai Staf Ahli Menteri di kementerian itu ketika dipimpin oleh Tanri Abeng. Selain itu dia juga sempat menjadi peneliti di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

 

Walaupun berpengalaman, ada beberapa hal yang menurut Fadhil musti dilakukan oleh Sofyan, diantaranya memperkuat team work di BUMN, melakukan koordinasi yang lebih baik, dan ada kejelasan hubungan antara regulator dalam hal ini Kementerian Negara BUMN dengan perusahaan-perusahaan BUMN. Selama ini kan belum diatur. Misalnya, sejauh mana peran dari regulator itu, apakah dia bisa melakukan intervensi menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan bisnis usaha dari pada BUMN itu sendiri, kata Fadhil, di Jakarta, Senin (7/5).

 

Tags: