Soal Tender Indomobil, MA Batalkan Putusan PN dan KPPU
Berita

Soal Tender Indomobil, MA Batalkan Putusan PN dan KPPU

Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan untuk membatalkan tidak hanya putusan Pengadilan Negeri (PN) yang membatalkan putusan KPPU. Namun, juga putusan KPPU yang menghukum pelaku usaha pada pelaksanaan tender Indomobil. Dua-duanya dinilai salah menerapkan hukum. Apa dan di mana salahnya?

Leo
Bacaan 2 Menit
Soal Tender Indomobil, MA Batalkan Putusan PN dan KPPU
Hukumonline

Sebagaimana disampaikan oleh Paulus Effendie Lotulung, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan perkara yang melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Pengadilan Negeri dan 8 pelaku usaha sehubungan dengan tender penjualan 72,63% saham PT Indomobil Sukses Internasional (Indomobil).

Sebelumnya, KPPU membatalkan tender penjualan saham Indomobil karena dinilai telah terjadi persekongkolan pada tender tersebut. Buntutnya, 8 pelaku usaha yang terlibat tender tersebut dijatuhi sanksi dan denda yang jumlahnya bervariasi.

Kemudian, ke-8 pelaku usaha tadi mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Dan, pengadilan negeri akhirnya memutuskan untuk membatalkan putusan KPPU. Terakhir, KPPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan negeri tersebut.

Yang menarik dari putusan MA ini adalah dibatalkannya putusan Pengadilan Negeri dan putusan KPPU. MA menilai pengadilan negeri salah menerapkan huikum. Tapi di sisi lain, putusan KPPU juga cacat yuridis.

"Intinya putusan pengadilan negeri dibatalkan karena ada kesalahan prosedural. Setelah itu masuk ke substansinyapun juga ada kesalahan karena putusan KPPU memakai irah-irah seolah-olah dia itu badan peradilan," ungkap Paulus kepada hukumonline.

Irah-irah bermasalah

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa pengadilan negeri telah melakukan kesalahan ketika mengidentifikasikan KPPU sebagai badan hukum yang bisa menjadi salah satu pihak dalam proses persidangan. Menurut pendapat Majelis, KPPU bukanlah badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri.

Lagi pula, dalam Undang-Undang No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disebutkan bahwa KPPU bertanggung jawab kepada presiden. "Mestinya yang dijadikan tergugat presiden. Itulah salahnya pengadilan,"ujar Paulus.

Kemudian, putusan KPPU juga dinilai salah karena mencantumkan irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Padahal, KPPU bukan badan peradilan dan tidak ada undang-undang yang memberikan wewenang kepada KPPU untuk memakai irah-irah tersebut dalam putusannya.

"Maka, tanpa masuk ke pokok perkaranya, putusan KPPU kami nyatakan batal demi hukum. Kalau mau mulai lagi silakan, tapi pakai cara yang benar," cetus Ketua Muda MA bidang Tata Usaha Negara ini.

KPPU belum tahu

Paulus, yang pada perkara ini menjadi salah satu anggota Majelis Kasasi, mengaku  tidak ingat persis kapan perkara tersebut diputus oleh MA. Untuk tahu lebih detail kapan perkara ini diputus dan substansinya, ia menyarankan agar hukumonline menemui Suharto yang menjadi Ketua Majelis.

Seingatnya, perkara ini diputusi sekitar Januari ini. Ia mengakui memang ada keterlambatan beberapa bulan dalam memutuskan, tapi semata-mata disebabkan karena kesibukan dari masing-masing anggota Majelis Kasasi. Dirinya, Mariana Sutadi, dan Suharto--selaku hakim agung--memang memiliki kesibukan yang berbeda-beda.

Pada kesempatan lain, pihak KPPU hingga saat ini belum tahu mengenai putusan ini. Direktur Komunikasi KPPU Murman Budijanto yang dihubungi hukumonline per telepon, menyatakan bahwa KPPU belum tahu dan belum menerima putusan MA tersebut.

 

Tags: