Soal Putusan Oesman Sapta, Bawaslu Harus Kedepankan Konstitusionalitas Penyelenggara Pemilu
Berita

Soal Putusan Oesman Sapta, Bawaslu Harus Kedepankan Konstitusionalitas Penyelenggara Pemilu

Polemik pencalonan anggota DPD yang berasal dari latar belakang pengurus partai politik yang melibatkan Oesman Sapta dan KPU cukup menghabiskan waktu.

Moh Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Koalisi saat konferensi pers, Selasa (8/1). Foto: DAN
Koalisi saat konferensi pers, Selasa (8/1). Foto: DAN

Sehari sebelum jadwal pembacaan putusan sengketa penyelenggaraan Pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dengan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang sebagai penggugat dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat, kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Selamatkan Pemilu menyampaikan dukungan terhadap Bawaslu. Dukungan tersebut disampaikan agar Bawaslu memperhatikan aspek konstitusionalitas penyelenggaraan Pemilu dalam memutus perkara Oesman Sapta dengan KPU ini.

 

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 terkait larangan pengurus Partai Politik untuk mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sudah cukup jelas. “Mengacu pada putusan MK tersebut, maka secara eksplisit sejak pemilu 2019, tidak boleh lagi ada pengurus partai politik yang dapat menjadi calon anggota DPD,” ujar Titi kepada wartawan di kantor Bawaslu, Selasa (8/1).

 

Menurut Titi, polemik pencalonan anggota DPD yang berasal dari latar belakang pengurus partai politik yang melibatkan Oesman Sapta dan KPU cukup menghabiskan waktu. KPU dinilai telah menunjukkan iktikad baik dengan memberikan Oesman Sapta waktu untuk mengundurkan diri dari Ketua Umum Hanura namun hingga waktu yang ditetapkan Oesman Sapta tidak juga mengundurkan diri. Oleh sebab itu, KPU memutuskan untuk tidak memasukkan Oesman Sapta ke dalam Daftar Calon Tetap DPD.

 

Senada dengan Titi, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Faris mengatakan, persoalan pencalonan Oesman Sapta sebagai anggota DPD telah menghabiskan waktu. Namun di luar itu, hal lain yang juga perlu diperhatikan melalui persoalan ini adalah ujian konsistensi, integritas, dan imparsialitas penyelenggara Pemilu.

 

“Pijakannya bukan hanya OSO (Oesman Sapta Odang, red) seorang diri tapi ini menjadi ujian konsistensi, integritas, dan imparsialitas penyelenggara pemilu,” terang Donald di tempat yang sama. 

 

Dari kacamata kandidat, Donald menilai nasib pencalonan Oesman Sapta hari ini sebenarnya berada di tangan dirinya sendiri. Kedewasaan dan komitmen Oesman Sapta untuk mematuhi putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 diuji mengingat KPU sendiri sebenarnya telah memberikan opsi agar hak politik Oesman Sapta dapat diakomodir di satu sisi dan putusan MK dapat dilaksanakan di sisi yang lain. “Yang terjadi malah ada ke tidaklegowoan OSO untuk mundur,” ujar Donald.

 

Sementara dari perspektif penyelenggara Pemilu, putusan Bawaslu akan menjadi perhatian banyak pihak. Pertaruhannya adalah konsistensi  Bawaslu secara institusional. Publik belum lupa saat memutus polemik sengketa pencalonan mantan narapidana kasus korupsi, Bawaslu mengambil posisi menjalankan putusan MK yang sehingga tidak menjadikan Peraturan KPU sebagai pertimbangan putusannya. Apakah argumentasi yang sama akan digunakan Bawaslu? “Jangan sampai dalam perkara OSO mereka tutup mata dengan putusan MK,” tambah Donald.

 

Fadli Ramdhanil dari Perludem menyebutkan bahwa persoalan ini tidak akan berlarut-larut jika seluruh pihak konsisten dengan putusan MK. Fadli bahkan meyakini putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI yang mengabulkan gugatan Oesman Sapta keluar dari putusan MK. Di sisi lain Fadli menilai KPU terlambat melaksanakan putusan MK yang menjamin tidak ada pengurus parpol yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD.

 

Terkait putusan Bawaslu besok, Fadli menilai harusnya Bawaslu tidak mengalami kesulitan mengingat sebelumnya Bawaslu pernah menolak gugatan terkait status pencalonan Oesman Sapta. Untuk itu Fadli mendorong Bawaslu untuk konsisten. “Secara substansi perkara ini sudah pernah diputus oleh Bawaslu. Sebelum keluarnya putusan PTUN, Bawaslu pernah menolak sengketa OSO,” tambah Fadli.

 

Baca:

 

Mantan Anggota Bawaslu, Wahidah Syuaib menegaskan aspek konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu terletak pada asas kepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu. “Di situ ada penghargaan terhadap hirarki peraturan perundang-undangan”.

 

Menurut Wahidah, supremasi hukum tertinggi berupa konstitusi memiliki bentuknya dalam wujud Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga penafsir. Di saat MA dan PTUN mengeluarkan putusan hukum yang berbeda dengan putusan MK. Sikap Oesman Sapta yang mengabaikan putusan MK akan memunculkan kekacauan, ketidakpastian hukum oleh keinginan individual.

 

Untuk itu Wahidah mengingatkan Bawaslu dalam memutus persoalan Oesman Sapta dengan memperhatikan aspek, pertama, konstitusionalitas. Aspek ini harus ditunjukkan melalui komitmen terhadap putusan MK terkait larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD. 

 

Kedua, komitmen. Komitmen dalam hal ini adalah putusan Bawaslu mesti komit terhadap asas penyelenggaraan Pemilu kepastian hukum dan kepentingan umum. Menjaga kemurnian DPD dari unsur partai politik dipandang oleh Wahidah sebagai langkah penyelenggara Pemilu untuk komit terhadap asas kepentingan umum. Ketiga, adalah konsisten pada putusan Bawaslu sebelumnya yang memperhatikan putusan MK.

 

“Besok adalah pembuktian atas konstitusionalitas, komitmen, dan konsistensi. Pertaruhan Bawaslu yang hari ini memiliki kewenangan besar (akan) diuji besok,” terangnya.

 

Relasi antar Penyelenggara

Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay menjelaskan bagaimana relasi dan dinamika antara penyelenggara Pemilu, dalam hal ini antara Bawaslu dan KPU. Seyogianya pola relasi antara keduanya adalah saling menguatkan satu sama lain. “Bukan ingin menunjukkan kewenangannya, memperlihatkan yang satu lebih punya otoritas dibanding yang lain,” Hadar mengingatkan.

 

Memang secara alami Bawaslu memiliki kewenangan untuk mengawasi yang lain. Kemudian tugas lain Bawaslu adalah menyelesaikan pelanggaran, bahkan diatur oleh UU Pemilu, terdapat proses yang sebetulnya final di tangan bawaslu sehingga seharusnya antara kedua lembaga penyelenggara saling menguatkan satu sama lain. Benturan antara kedua lembaga penyelenggara  tentu tidak akan menguntungkan proses penyelenggaraan Pemilu. 

 

Hadar menunjukkan kekhawatirannya terhadap kondisi relasi kedua lembaga penyelenggara. Menurut Hadar, ada potensi putusan Bawaslu terkait gugatan Oesman Sapta jika tidak sesuai dengan putusan MK akan kembali memanaskan relasi antara kedua penyelenggara Pemilu. Untuk itu patut menunggu putusan Bawaslu.

Tags:

Berita Terkait