Soal Penetapan Status Bencana Nasional, Begini Aturannya
Berita

Soal Penetapan Status Bencana Nasional, Begini Aturannya

Selain lima indikator utama, ada indikator lainnya yakni mengukur kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah.

RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Sejumlah relawan yang membantu penanganan gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), berharap pemerintah segera menetapkan status bencana nasional terhadap situasi yang terjadi di wilayah tersebut. Komandan Posko Induk Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sutaryo mengatakan, masih banyak korban terdampak gempa yang belum menerima bantuan. Bantuan yang disalurkan ACT sendiri belum bisa menjangkau korban yang berada di beberapa wilayah yang terisolasi.

 

"Bila ditetapkan sebagai bencana nasional, maka penanganan bisa lebih cepat. Bantuan dari luar juga lebih mudah masuk," katanya di Mataram seperti dikutip dari Antara, Selasa (21/8).



Hal serupa disampaikan Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Nusa Tenggara Barat Muslimin. Melihat dampak yang diakibatkan gempa, dia berharap pemerintah segera menetapkan status bencana nasional di Lombok. "Korban terus bertambah, kerusakan semakin banyak. Bahkan sudah merembet ke wilayah lain seperti Pulau Sumbawa. Apalagi, gempa juga terjadi terus menerus," katanya.



Muslimin berharap pemerintah lebih mendahulukan kepentingan masyarakat terdampak gempa melalui penetapan status bencana nasional. Apalagi, beredar kabar bahwa alasan pemerintah belum menetapkan status bencana nasional karena mempertimbangkan aspek ekonomi seperti sektor pariwisata.



Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan potensi nasional masih mampu mengatasi bencana Lombok tanpa menyatakan sebagai bencana nasional. Menurutnya, penetapan status atau tingkat bencana didasarkan pada lima variabel utama, yaitu jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial yang ditimbulkan.



"Namun, indikator itu saja tidak cukup. Ada indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah," jelasnya. Sutopo mengatakan, bila kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan, maka penetapan status bencana nasional belum perlu dilakukan.

 

Terlepas polemik terkait penetapan status bencana nasional atau tidak, perlu diketahui syarat penetapan bencana nasional menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada Pasal 7 ayat (2) UU Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indicator meliputi; jumlah korban; kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana; cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan dampak social ekonomi yang ditimbulkan.

 

Pada ayat (3) pasal yang sama menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkatan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

 

Baca:

 

Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, Kepala BNPB dapat melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana termasuk kemudahan akses dalam penanganan darurat bencana sampai batas waktu tertentu, setelah mendapatkan keputusan dalam rapat koordinasi antarkementerian/lembaga yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator yang membidangi koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana.

 

Penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut dilakukan pada kondisi adanya potensi bencana dengan tingkat maksimum, telah terjadi evakuasi/penyelamatan/pengungsian atau gangguan fungsi pelayanan umum yang berdampak luas terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Terpisah, Presiden Joko Widodo mengatakan, terkait desakan sejumlah kalangan agar pemerintah menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional, pihaknya tengah menyiapkan Instruksi Presiden (Inpres). Menurutnya, yang terpenting bukan mengenai penetapan status, melainkan penanganan langsung di lapangan.

 

“Yang paling penting adalah penanganan langsung di lapangan bahwa Pemerintah Pusat total memberikan dukungan penuh, bantuan penuh, baik kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan tentu saja yang paling penting adalah kepada masyarakat,” kata Jokowi dikutip dari laman resmi Setkab.

 

Ia mengaku terus mengikuti perkembangan gempa yang masih mengguncang Pulau Lombok, NTB. Termasuk pula gempa berkekuatan 6,9 Skala Richter (SR) yang terjadi pada Minggu (19/8) malam. “Tadi malam saya juga mendapatkan informasi dari sana. Saya mau mengatur waktu lagi untuk pergi ke Lombok dalam waktu yang dekat ini,” katanya.

 

Untuk diketahui, dampak gempa Lombok sejak gempa pertama 6,4 Skala Richter pada Minggu (29/7) yang disusul gempa 7 Skala Richter pada Minggu (5/8), 6,5 Skala Richter pada Minggu (19/8) siang dan 6,9 Skala Richter pada Minggu (19/8) malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia. Selain itu, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp7,7 triliun. (ANT)

Tags:

Berita Terkait