Soal Manipulasi Data EoDB Bank Dunia, Ini Kata BKPM
Terbaru

Soal Manipulasi Data EoDB Bank Dunia, Ini Kata BKPM

Ada cara lain yang dilakukan Bank Dunia dalam memberikan penilaian kemudahan berusaha. Penilaian itu bukan melakukan survei melainkan dengan metode lain.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahil Lahadalia.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahil Lahadalia.

Kasus penyimpangan data atas laporan Ease of Doing Business (EoDB/Kemudahan Berbisnis) yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2018 dan 2020 menjadi perhatian semua negara, tak terkecuali Indonesia. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahil Lahadalia, ikut memberikan komentar soal skandal manipulasi data tersebut.

"Jadi harus kalian tahu juga bahwa negara yang kita agung-agungkan atau institusi yang kita agung-agungkan bersih itu ternyata ya gitu deh, jadi nggak semuanya juga yang kita pikir bagus itu bagus, ini ada lompat indahnya juga," katanya dalam konferensi pers daring, Jumat (17/9).

Bahlil menyebut dirinya pun sempat mendapatkan laporan dari Bank Dunia saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke AS pada Juli lalu. Sebelumnya ia pernah mengatakan kunjungannya ke AS memang untuk mengurus masalah EoDB.

Terkait skandal penyimpangan data EoDB, mantan Ketua Umum Hipmi itu mengatakan ada cara lain yang dilakukan Bank Dunia dalam memberikan penilaian kemudahan berusaha. Penilaian itu bukan melakukan survei melainkan dengan metode lain. Namun, ia mengaku masih menunggu petunjuk teknisnya.

Lebih lanjut, Bahlil meyakini saat ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu lagi. Terlebih dengan adanya UU Cipta Kerja yang diklaim akan dapat mendorong kemudahan berinvestasi. (Baca: Respons MA Soal Penghentian Survei EoDB World Bank)

"Saya punya keyakinan bahwa hari ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu. Hari ini dunia melihat dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja Indonesia semakin kompetitif dalam konteks bagaimana mengurus izin atau insentif ataupun men-set pola pikir birokrasi pejabat-pejabat Indonesia. Sudah bagus ini. Memang belum, 100 persen bagus. Kita harus berjuang ke sana," katanya.

Sebelumnya, Hakim Agung Syamsul Ma’arif berpendapat bidang yudikatif juga menjadi komponen penting pemeringkatan EoDB. Penegakan kontrak dan penyelesaian perkara kepailitan merupakan porsi utama lembaga yudikatif dalam penilaian EoDB tersebut. “Saya cukup kaget ada discontinue (penghentian), apa ini diganti dalam bentuk lain atau discontinue,” ungkap Hakim Agung Mahkamah Agung, Syamsul Ma’arif kepada Hukumonline, Jumat (17/9).

Dia menjelaskan survei EoDB merupakan hal positif karena memotivasi negara-negara untuk memperbaiki kemudahaan berusaha. MA memandang survei EoDB merupakan hal serius, bahkan memiliki kelompok kerja untuk mengurusi agar arah program kerja yang dilakukan bersinergi dengan komponen-komponen penilaian tersebut. 

Salah satu yang dilakukan MA yaitu melakukan modernisasi peradilan sehingga dapat memudahkan masyarakat saat berurusan dengan peradilan. Contoh upaya MA yaitu mengadakan proses gugatan sederhana dan e-court. 

“MA tanggapi survei ini sangat serius. Kami punya pokja sendiri terhadap EoDB. Dan dari pokja itu banyak kegiatan dan sudah berhasil serta menghasilkan modernisasi peradilan. Ini berjalan dengan baik dan ini agar diefektifkan lagi terlepas ada discontinue atau tidak. Kedua, e-court berjalan dengan baik,” jelas Syamsul.

Meski terhadap penghentian survei EoDB tersebut, Syamsul menerangkan paradigma untuk memudahkan akses peradilan bagi masyarakat harus terus dilakukan. Bahkan, MA juga memiliki cetak biru 2025 untuk terus modernisasi dan inovasi lingkungan peradilan agar memenuhi kebutuhan masyarakat.

Penghentian survei EoDB World Bank atau Bank Dunia mengejutkan berbagai negara termasuk Indonesia. Pasalnya, Indonesia menjadikan survei EoDB tersebut sebagai rujukan dalam membuat ragam kebijakan khususnya bidang ekonomi. Misalnya, pembentukan Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peringkat EoDB Indonesia.

Penghentian survei EoDB ini karena terjadi dugaan kecurangan atau fraud dalam proses penilaian oleh internal. Padahal, survei EoDB selalu dijadikan suatu negara sebagai patokan kemudahaan berinvestasi.

“Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia hari ini mengesahkan rilis “Investigasi Penyimpangan Data dalam Doing Business 2018 dan Doing Business 2020. Temuan investigasi dan laporan “Investigation of Data Irregularities in Doing Business 2018 and Doing Business 2020–Investigation Findings and Report to the Board of Executive Directors,” yang merupakan review dari audit eksternal terhadap fakta dan keadaan penyimpangan data yang sebelumnya dilaporkan dalam Doing Business 2018 dan 2020,” ungkap Bank Dunia dalam keterangan persnya, Kamis (16/9).

Dalam keterangan pers tersebut, Bank Dunia menyampaikan kepercayaan negara-negara terhadap hasil survei merupakan hal penting untuk dijaga sehingga opsi penghentian harus dilakukan. Negara-negara tersebut menggunakan survei EoDB sebagai rujukan dalam mengambil kebijakan suatu negara.

Selain itu, survei EoDB juga menjadi ukuran peningkatan ekonomi dan sosial suatu negara dengan akurat. “Penelitian tersebut juga telah menjadi alat yang berharga bagi sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, jurnalis, dan lain-lain, memperluas pemahaman tentang isu-isu global,” jelas Bank Dunia.

Bank Dunia menyampaikan pihaknya akan memulai serangkaian peninjauan kembali dan audit serta metodologi survei EoDB. Selain itu, manajemen Bank Dunia juga telah melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak-pihak Bank Dunia yang masih aktif atau non-aktif untuk diperiksa secara internal.

“Ke depan, kami akan menggunakan pendekatan baru untuk menilai iklim bisnis dan investasi. Kami sangat berterima kasih kepada para anggota staf yang bekerja dengan tekun untuk memajukan iklim bisnis. Kami berharap dapat memanfaatkan energi dan kemampuan mereka dengan cara baru,” jelas Bank Dunia.

Tags:

Berita Terkait