Soal Larangan Ekspor Mineral, Pemerintah Siap Hadapi Jepang
Berita

Soal Larangan Ekspor Mineral, Pemerintah Siap Hadapi Jepang

Pemerintah meminta semua pihak bersikap kooperatif.

KAR
Bacaan 2 Menit
Soal Larangan Ekspor Mineral, Pemerintah Siap Hadapi Jepang
Hukumonline
Pemerintah Jepang saat ini tengah mempertimbangkan untuk mengadukan pemerintah Indonesia ke panel WTO (organisasi perdagangan dunia). Hal ini terkait dengan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri.

Untuk diketahui, Jepang adalah pengguna nikel terbesar kedua dunia. Konsumsi itu dipenuhi dengan mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel untuk menghasilkan feronikel dan nikel olahan lainnya tiap tahun. Lebih dari separuh kebutuhan nikel itu diimpor dari Indonesia. Setidaknya, ekspor bijih nikel Indonesia ke Jepang sebesar 1,95 juta ton per tahun.

Menanggapi munculnya kabar pemerintah Jepang akan mengadukan Indonesia ke WTO, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R Sukhyar tetap tenang. Ia yakin pemerintah Jepang dapat memahami penetapan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri.

Sukhyar menjelaskan, keyakinannya itu berdasar. Soalnya, sebelum amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara diberlakukan, pemerintah dan tim perumus sudah melakukan sosialisasi kepada Jepang. Dirinya saat itu juga salah satu tim perumus undang-undang.

“Pemerintah Jepang tidak keberatan dengan aturan yang dibuat pemerintah Indonesia,” tuturnya di Jakarta, Selasa (25/2).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kebijakan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri adalah dalam rangka mengendalikan ekspor mineral mentah. Sukhyar mengingatkan, Indonesia telah mengekspor mineral mentah sejak tahun 1938. Oleh karena itu, ia berharap kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah dapat membangun industri nasional yang kemudian memberikan sumbangsih pendapatan negara untuk rakyat.

“Kita kan mau Indonesia maju seperti Jepang, kenapa harus dipermasalahkan. Ini adalah kebijakan nasional,” katanya.

Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo mengatakan, hingga saat ini pemerintah masih konsisten dengan peraturan yang dikeluarkan oleh kementeriannya. Ia pun meminta semua pihak bersikap koopertaif terhadap kebijakan larangan ekspor mineral. Pernyataannya itu tak terkecuali ditujukan kepada para pengusaha mineral dalam negeri.

Susilo berjanji, jika pengusaha bisa koperatif maka pihaknya akan memberikan fasilitas pelayanan yang maksimal terkait izin ekspor mineral. Kementeriannya saat ini masih tetap menunggu dokumen yang harus dilengkapi oleh perusahaan untuk mengajukan ekspor. Ia sekaligus membantah wacana diskon atau pengurangan nilai bea keluar.

“Bea keluar itu tetap berlaku sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 6 Tahun 2014. Semua perusahaan tambang tetap harus bangun smelter dan memiliki roadmap yang jelas,” ujarnya.

Selain itu, Susilo menjelaskan bahwa perihal uang jaminan yang sampai saat ini belum ditetapkan besarannya, itu bukan untuk menaikkan penghasilan pemerintah. Susilo mengatakan bahwa uang jaminan itu nantinya akan digunakan untuk mempercepat pembangunan smelter.

“Uang garansi itu bukan untuk menambah revenue tapi untuk mempercepat smelter,” jelasnya.
Tags:

Berita Terkait