Soal Kualitas Advokat Dinilai Menurun, Ini Jawaban MA
Berita

Soal Kualitas Advokat Dinilai Menurun, Ini Jawaban MA

​​​​​​​Pada akhirnya yang akan menentukan adalah pasar atau masyarakat pencari keadilan. MA diminta tidak berpihak kepada salah satu organisasi advokat yang saat ini telah ada.

Moch Dani Pratama Huzaini/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Terkait pangsa pasar yang akan melakukan “seleksi alam” terhadap advokat yang tidak berkualitas, Luthfi mengamini adanya proses tersebut. Menurutnya, pada akhirnya yang akan menentukan adalah pasar. Artinya, bagi para advokat yang tidak qualified harus bersiap-siap jika ditinggalkan kliennya. Untuk itu, para advokat dan organisasi advokat mestinya terus berupaya meningkatkan kompetensi dan skillnya selaku lawyer.

 

Hal ini menurut Luthfi sejalan dengan semangat dari profesi advokat itu sendiri sebagai profesi yang terhormat (officium nobile). Untuk mencapai itu, Luthfi menilai bahwa UU Advokat yang selama ini sudah sering diajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi untuk segera di benahi dan masuk Prolegnas prioritas. “Agar advokat maupun OA compatible dengan kemajuan zaman,” ujar Luthfi.

 

Khusus terkait kualitas advokat, KAI sendiri dalam Refleksi Akhir Tahunnya menyebutkan pentingnya peningkatan kompetensi advokat. Hal ini diyakini sejalan dengan ketentuan pasal 3 ayat 2 UU Advokat yang menyebutkan advokat yang sudah diangkat dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu. DPP KAI sendiri akan menyempurnakan penyelenggaraan pendidikan lanjutan bagi anggota dan penyelenggaraan program kompetensi advokat (Certified Indonesia Lawyer).

 

KAI menyadari tidak semua advokat memiliki kompetensi atas semua permasalahan hukum yang ada. Hal yang sama juga berlaku atas proses pelaksanaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat  (PKPA) yang membutuhkan pembaruan kurikulum dan metode. Namun, KAI menegaskan bahwa hal ini bukan berarti kembali pada rezim wadah tunggal adalah jawaban mutlaknya.

 

Apalagi, pemerintah melalui Menristekdikti juga menganggap PKPA yang diselenggarakan organisasi advokat tidak menjamin kualitas advokat, sehingga kemudian menerbitkan Permenristekdikti No. 5 Tahun 2019 Tentang Program Profesi Advokat. Jadi, alih-alih khawatir dan menganggapnya sebagai masalah, rezim multiorganisasi advokat seharusnya menjadi tantangan dan peluang untuk serius melakukan penguatan organisasi, program, dan layanan terhadap anggota serta masyarakat.

 

Terkait organisasi Advokat, KAI mencatat sepanjang 2019 masih diwarnai dengan upaya uji materi UU Advokat terkait bentuk organisasi advokat. Terkait organisasi advokat, KAI tidak melihat adanya persoalan terkait banyaknya organisasi advokat yang menjalankan kewenangan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Putusan MK Nomor 35/PUU-VII/2018 menegaskan bahwa advokat tidak boleh menutup mata terhadap masa depan dunia advokat yang multibar. Namun, yang paling penting adalah mendorong pembuat undang-undang agar membahas kembali revisi UU Advokat yang secara historis telah diperjuangkan selama ini.

Tags:

Berita Terkait