Skema Investasi Yusuf Mansur Dinilai Belum Jelas
Berita

Skema Investasi Yusuf Mansur Dinilai Belum Jelas

Karena dana umat yang dikumpulkannya itu masuk ke koperasi atau tidak.

FAT
Bacaan 2 Menit
Deputi Komisioner OJK bidang Pasar Modal I Robinson Simbolon. Foto: SGP
Deputi Komisioner OJK bidang Pasar Modal I Robinson Simbolon. Foto: SGP

Meski per tanggal 3 September, OJK memperoleh laporan bahwa Yusuf sudah menyampaikan entitas bisnisnya dengan konsep koperasi biasa dan konsep simpan pinjam yang disebut Daarul Quran (Daqu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, skema investasi yang dilakukan Ustad Yusuf Mansur belum jelas.

Belum jelas skema, kata Deputi Komisioner OJK bidang Pasar Modal I Robinson Simbolon, lantaran dana umat yang dikumpulkan Yusuf belum jelas akan dimasukkan ke koperasi itu atau tidak. “Tapi soal dana umat ini (sebelumnya, red) belum tahu dimasukkan ke koperasi itu atau tidak,” katanya di Jakarta, Kamis (5/9).

Apalagi, lanjut Robinson, Yusuf Mansur belum menjelaskan secara rinci bisnis yang sedang dijalankan. Misalnya, bisnis perhotelan di dekat Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Menurutnya, bisnis ini bisa saja masuk ke sektor pasar modal, perbankan atau bahkan ke Dinas Pariwisata.

Robinson mengatakan, bisnis bisa masuk kategori pasar modal, apabila melibatkan investor lebih dari 300 orang dengan dana minimal Rp300 miliar. Jika dananya kurang dari itu, maka bisa melalui pembentukan koperasi. “Tapi kalau soal bisnis hotel biasa, ya harus ke Dinas Pariwisata. Atau bahkan kalau Cuma sedeka saja ini bisa membentuk yayasan. Masalahnya ini kan ada imbal hasilnya, ini yang harus dijelaskan,” katanya.

Robinson mengatakan, jika memang bentuk entitas koperasi ini sudah disetujui, maka pengawasannya akan berada di bawah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sedangkan dana umat yang sudah dikumpulkan masuk sebagai dana simpanan atau dana pokok.

Lalu, dana yang dikumpulkan itu bisa digunakan oleh koperasi untuk menjalankan bisnis perhotelan dan bisnis lainnya. Jika ini yang terjadi, maka umat yang memiliki dana itu, tiap tahunnya nanti bisa memperoleh sisa hasil usaha. Atas dasar itu, OJK masih menunggu skema investasi apa yang akan dipilih oleh Yusuf Mansur dalam Koperasi Daqu.

Kewenangan BKPM

Terkait kasus yang dialami nasabah PT Gold Bullion Indonesia (GBI), OJK menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal itu dikarenakan, izin yang diberikan GBI datang dari BKPM. Kesimpulan ini diambil setelah OJK selaku punggawa Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi melakukan kajian dengan anggota satgas lainnya.

“Kita sudah memutuskan melakukan koresponden ke BKPM, setelah kami kaji kegiatan dan unsur-unsur kegiatan GBI, ini sepenuhnya kewenangan BKPM,” kata Robinson.

Salah satu kajian yang dilakukan Satgas Waspada Investasi adalah mengenai kategori izin yang dikantongi GBI. Ternyata, izin GBI masuk dalam kategori izin Penanaman Modal Asing (PMA), bukan perusahaan pengelolaan investasi. Atas dasar itu, OJK tak algi menangani hal-hal yang terkait kasus GBI.

Dari informasi yang diperoleh OJK dari BKPM, kata Robinson, kasus GBI ini sudah masuk ke tahap Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga. “Saya tadi dapat laporan dari teman-teman Satgas di BKPM, sekarang proses GBI sudah di PKPU. Dia melakukan pelanggaran perizinan dan dicabut izinnya, sudah di PKPU, kalau PKPU tidak disetujui maka bisa dipailitkan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, nasabah PT GBI meminta seluruh otoritas untuk bisa membantu menyelesaikan masalah dugaan penipuan investasi emas yang tengah terjadi. Hingga kini, GBI belum bisa mengembalikan dana nasabahnya yang jumlahnya mencapai Rp1,2 triliun. Seluruh nasabah GBI ini mencapai 2500 orang.

177 Laporan

Hingga per tanggal 3 September 2013, OJK memperoleh 177 Laporan yang masuk terkait investasi ilegal. Robinson mengatakan, dari 177 laporan tersebut, 145 di antaranya berasal dari tahun 2013, dan sisanya sebanyak 32 laporan berasal dari tahun 2012.

“Dari 177 pengaduan tersebut, terdiri dari 32 pengaduan dilakukan di 2012 dan 145 pengaduan di 2013 hingga 3 September lalu,” ujar Robinson.

Sebanyak 145 laporan yang masuk di tahun 2013, kata Robinson, terdiri dari 56 pengaduan, 34 penyampaian informasi dan 55 dalam bentuk pertanyaan mengenai investasi ilegal. Hingga kini, yang masih dirapatkan oleh Satgas Waspada Investasi sekitar 38 laporan.

Menurut Robinson, jenis pengaduan adalah laporan masyarakat yang telah dirugikan oleh bisnis investasi. “Kalau informasi, nasabah memberikan informasi soal investasi ilegal dan untuk yang pertanyaan, para nasabah hanya bertanya soal investasi ilegal,” pungkasnya.

Selain OJK, otoritas lain yang masuk keanggotaan Satgas Waspada Investasi adalah Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia (BEI), Bareskrim Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kejaksaan, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, BKPM, Kementerian Koperasi dan UKM hingga Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapepti).

Tags:

Berita Terkait