Skema Fee Kurator Sebaiknya Diperjelas
Berita

Skema Fee Kurator Sebaiknya Diperjelas

Metode arbitrase dapat dijadikan rujukan dalam mengatur besaran fee kurator.

HRS
Bacaan 2 Menit
Skema <i>Fee</i> Kurator Sebaiknya Diperjelas
Hukumonline

Kasus pailit Telkomsel memang berujung pahit. Empat hakim yang memegang perkara ini terkena sanksi dan harus melepas jabatan sebagai hakim niaga dan dimutasi ke beberapa pengadilan di luar Pulau Jawa lantaran telah menetapkan feekurator yang dianggap tidak wajar hingga mencapai Rp200 miliar. Sebut saja, SAP harus dimutasi ke PN Jambi; AI dimutasi ke PN Palangkaraya; NA dipindahkan ke PN Palu, dan BI dimutasi ke PN Mataram.

Atas hal ini, salah satu hakim Telkomsel sekaligus Humas PN Jakarta Pusat Bagus Irawan mengatakan perlu pengaturan skema yang jelas dalam menentukan banyaknya fee kurator dan pengurus. Sehingga, hakim memiliki pegangan dan standard dalam penentuan besaran fee para kurator dan pengurus.

Selama ini hakim tidak memiliki standar atau pedoman dalam menentukan fee kurator. Majelis hanya berpedoman pada Keputusan Menteri Kehakiman No.M.09-HT.05.10 Tahun 1998. Keputusan Menteri 1998 tersebut hanya mengatur batas maksimal tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Begitu juga dengan peraturan baru mengenai fee kurator dan pengurus, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013. Bagus menilai regulasi tersebut tidak jelas. Soalnya, baik peraturan lama dan aturan barusama-sama tidak mengatur bagaimana mekanisme hakim hingga akhirnya memperoleh fee yang wajar.

“Norma penghitungannya tidak jelas, bagaimana perosedur penentuannya. Sehingga bisa saja ada dua perkara, tetapi besarnya fee kurator berbeda,” tutur Bagus Irawan kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

Pengamat hukum kepailitan,Munir Fuady, sepakat tentang pentingnya untuk mengatur lebih detil skema fee kurator dan pengurus. Menurutdia, peraturan lama dan baru mengenai fee kurator masih terlalu umum. Sehingga, di lapangan, hakim memang tidak memiliki standar yang jelas.

Lebih lanjut, Munir mengatakan Peraturan Menteri 2013 masih belum fair dalam menjawab persoalan fee kurator. Setiap kasus memiliki keunikan sendiri sehingga pengaturan mengenai fee tidak bisa diatur secara umum.

Ketika ditanya lebih lanjut bagaimana skema fee kurator dan pengurus yang ideal, Munir memang belum bisa menjawabnya. Hanya saja, poin utama yang perlu diperhatikan dalam mengatur skema fee kurator dan pengurus adalah membedakan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang dengan kepailitan. Pembedaan ini perlu karena tugas yang dilakukan antara kurator dan pengurus berbeda.

Selain itu, poin lain yang perlu diperhatikan adalah tidak selamanya fee kurator dan pengurus cocok diterapkan sistem presentase ataupun hourly basis. Menurutnya, sistem presentase ataupun hourly basis tergantung pada kasus.  Pasalnya, terkadang sistem prosentase tidak adil karena aset debitor tidak terjual. Sedangkan sistem per jam juga patut diperhatikan mengenai minimal dan maksimal fee-nya.

“Untuk itu, memang perlu diatur aturan secara detail mengenai fee kurator. Aturan sekarang terlalu umum sehingga majelis tidak memiliki pedoman dalam menentukan besaran fee kurator,” tutur Munir ketika dihubungi hukumonline, Selasa (14/5).

Abuse of Power

Pengajar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga M Hadi Subhan juga mengatakan perlunya pengaturan yang jelas fee kurator dan pengurus agar tidak lagi terjadi seperti kasus hakim Telkomsel.  Hadi yakin empat hakim Telkomsel tersebut benar-benar telah berpegang pada peraturan hukum yang berlaku. Sebaliknya, ia me nilai ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan aturan fee kurator yang baru. “Ada abuse di dalam Permenhukham itu,” tutur M Hadi Subhan kepada hukumonline.

Untuk menghindari pengulangan kasus, Hadi mengatakan  perlu pengaturan yang rinci dalam menghitung fee kurator. Menurutnya, presentase adalah bentuk yang pas dalam menghitung banyaknya fee kurator. Pasalnya, jika dihitung berdasarkan jam kerja, Hadi menilai hitungan tersebut tidak realistis. Menurutnya, kurator itu berkerja selama 24 jam, bukan 8 jam.

Sedangkan skema penghitungannya menggunakan metode regresif seperti biaya berperkara di arbitrase. Artinya, semakin besar aset perusahaan, semakin kecil presentasi fee kuratornya. “Contohnya kalau asetnya bernilai Rp100 juta-Rp 1 miliar, fee nya 4%. Jika Rp2-4 miliar maka fee-nya cukup 1%. Regresif tetapi jumlahnya banyak,” tutur Hadi.

Tags:

Berita Terkait