Skandal di Balik Kontrak Derivatif
Fokus

Skandal di Balik Kontrak Derivatif

Seabrek peraturan tentang transaksi derivatif sudah diterbitkan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Namun sengketa derivatif tak kunjung selesai dan kasusnya selalu berulang. Ada yang menganggap transaksi derivatif sebagai judi.

Sut
Bacaan 2 Menit

 

Larangan-larangan itu ternyata belum menjawab permasalahan yang ada. Pihak-pihak yang bersengketa kembali menanyakan bagaimana terhadap kontrak yang belum jatuh tempo. BI pun berpikir ulang. Akhirnya pimpinan BI sepakat, bahwa kontrak derivatif bisa direstrukturisasi. Ketentuan itulah yang diatur dalam PBI No. 11/14/PBI/2009 tanggal 17 April 2009. Isinya mengubah sebagian pasal dalam PBI No. 10, yakni Pasal 13, 14 dan penjelasan Pasal 12.

 

Pasal 13 PBI No. 11 menjelaskan setiap transaksi valas terhadap rupiah yang dilakukan sebelum terbitnya PBI No. 10, dapat diteruskan sampai jatuh waktu kontrak. PBI ini juga memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan transaksi tanpa pergerakan dana pokok. Caranya melalui: (a) percepatan penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) transaksi valas terhadap rupiah; (b) penyelesaian transaksi melalui restrukturisasi kontrak transaksi valas terhadap rupiah; (c) penyelesaian transaksi dengan menggunakan dana pinjaman dari bank. Yang paling penting dalam ketentuan itu adalah restrukturisasi harus berdasarkan kesepakatan tertulis dengan menggunakan mata uang rupiah.

 

Intinya, kontrak tidak boleh direstrukturisasi dengan cara membuat kontrak (derivatif) baru. Misalnya, jika dalam penyelesaian transaksi derivatif tidak ada titik temu antara nasabah dengan bank, maka kontrak bisa dikonversi menjadi pinjaman (utang). Masalahnya tidak semua nasabah mau melakukan itu, bahkan ada yang mengatakan konversi kontrak sebagai bentuk ilegal.

 

Praktisi hukum Ricardo Simanjuntak mengamini bahwa kontrak derivatif bisa direstrukturisasi. Hanya dia mengingatkan agar PBI No. 11 tidak merugikan bagi pihak-pihak yang menggunakan PBI tersebut. Jika ada UU yang baru berbeda dengan ketentuan UU yang lama, maka pemakai UU harus dilindungi dengan tetap memberlakukan UU yang lama sebagai dasar dari aktivitas hukum yang dia lakukan berdasarkan UU yang lama itu, kecuali UU yang baru mengatakan retroaktif. Kalau tiba-tiba ada UU baru yang mengalahkan semua transaksi, tak ada orang yang mau transaksi, papar Ricardo. 

 

Kini, peraturan mengenai derivatif sudah sedemikian lengkap, kontrak pun dapat direvisi. Sekarang pertanyaannya, apakah sengketa derivatif di kemudian hari bakal kembali terulang? Wallahua'lam bissawab!

Tags: