Sistem Multidoor Tangani Kebakaran Hutan di Riau
Berita

Sistem Multidoor Tangani Kebakaran Hutan di Riau

Agar sukses menagih tanggung jawab korporasi.

INU/M-15
Bacaan 2 Menit
Sistem Multidoor Tangani Kebakaran Hutan di Riau
Hukumonline

Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya menegaskan penegakan hukum melalui mekanisme multi door penting diterapkan dalam menangani kebakaran hutan. Karena semua aparat penegak hukum saling berkoordinasi dengan tujuan sama yaitu menindak pelaku pembakaran hutan.

“KLH pernah gagal ketika berjuang sendiri untuk kasus serupa dua tahun lalu,” tutur Balthasar di KLH, Rabu (14/8) setelah halal bi halal dengan jajaran kementerian.

Dua tahun lalu, lanjutnya, kasus yang dibawa KLH ke pengadilan dinilai mengecewakan. Lantaran, pelaku dituntut hukuman tinggi dengan ketentuan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Namun, putusan jauh dari harapan.”

Balthasar berharap, multi door berfungsi. Karena ada semua penegak hukum untuk kepentingan negara, dan terpenting tindakan harus sama. “Apabila pelaku dikenakan tuntutan tinggi, tapi kalau dilonggarkan lagi, kapan kita bisa persoalkan masalah asap ini,” ungkapnya.

Menteri LH juga menyampaikan, tanggung jawab korporasi dalam peristiwa kebakaran hutan menjadi buruan utama. “Belum menyentuh penyelenggara negara.” Imbuhnya.

Deputi Menteri LH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan, Sudariyono mengutarakan sistem multi door dilakukan untuk penanganan kebakaran hutan di Riau. “Tapi masih tahap penyelidikan sebanyak tiga perusahaan dari 14 perusahaan kuat untuk ditingkatkan ke penyidikan,” paparnya pada kesempatan sama.

Dia uraikan satu perkebunan sawit milik asing dan dua produsen kayu milik lokal. Ketika naik ke tahap penyidikan, maka pelaku yang melanggar ketentuan Pasal 69 UU 32 Tahun 2009 diancam pidana dan denda seperti diatur Pasal 108. Ancaman pidana minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun ditambah pidana denda minimal Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar.

Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, Pasal 116 menyatakan tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha. Dan/atau dijatuhkan pada orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Pasal 119 memuat, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Kemudian penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan. Lalu, perbaikan akibat tindak pidana. Selanjutnya, mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan/atau penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

Direktur Eksekutif WALHI, Abetnego Tarigan mendukung mekanisme multidoor selama digunakan untuk menghentikan kebakaran. Namun komunikasi publik oleh pemerintah terkait upaya itu yang menjadi pertanyaan.

“Apakah benar korporasi yang dituntut karena kami belum melihat ada pemidanaan pada korporasi terkait kebakaran hutan,” paparnya, Rabu (14/8).

Dia mengingatkan transparansi menjadi penting. Karena kebakaran hutan seperti menjadi ritual di Indonesia meskipun skalanya berbeda-beda. Tapi, tanggung jawab korporasi belum tampak untuk mencegah dan menangani kebakaran. Apalagi, kebakaran hutan saat ini tak bisa dipisahkan dengan pembukaan lahan untuk kebun sawit dan perusahaan kayu.

Tags:

Berita Terkait