Sistem Kamar Akan Akhiri Inkonsistensi MA
Berita

Sistem Kamar Akan Akhiri Inkonsistensi MA

Ada beberapa hal yang telah disepakati oleh para hakim.

Ali
Bacaan 2 Menit
Sistem kamar akan akhiri inkonsistensi MA. Foto: Sgp
Sistem kamar akan akhiri inkonsistensi MA. Foto: Sgp

Warna rambut boleh sama hitam, tetapi isi kepala belum tentu sama. Pepatah ini sangat tepat ditujukan ke Mahkamah Agung (MA). Selama ini, salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman ini kerap memunculkan vonis yang tak konsisten. Padahal, substansi persoalannya serupa.

Pengacara Tommy Sihotang mencurahkan keluhannya ini dalam sebuah seminar di Jakarta. “Putusan MA banyak yang tidak konsisten,” keluhnya, dua pekan lalu (10/7).

Tommy menjelaskan inkonsistensi bukan hanya terjadi antar hakim agung, tetapi juga seorang hakim agung bisa memutus berbeda dua hal yang sebenarnya substansinya sama. Misalnya, dalam kasus apakah jaksa boleh mengajukan peninjauan kembali atau tidak.

Ia mencontohkan hakim agung Djoko Sarwoko. Di satu perkara, lanjut Tommy, Djoko berpendapat harus mengacu kepada KUHAP bahwa jaksa tak bisa mengajukan PK. Tetapi di perkara lain, jaksa diperbolehkan mengajukan MK. “Ini salah satu contoh ketidakkonsistenan itu,” ujarnya.

Berdasarkan catatan hukumonline, ketidakkonsistenan Djoko ini memang pernah dikritik oleh sejumlah kalangan. Bahkan, Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) pernah melaporkan Djoko Sarwokoke Komisi Yudisial karena perkara ini.

Djoko Sarwoko, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Muda Pidana Khusus MA ini, mengakui MA selama ini kerap menghasilkan putusan yang tak konsisten sehingga menimbulkan kontroversi. “Saya akui memang betul ketidakkonsistenan itu terjadi saat ini,” akunya.

“Saya banyak vonis putusan tentang PK oleh jaksa. Kadang dikabulkan, kadang ditolak,” ujarnya.

Namun, Djoko menjelaskan dengan sistem kamar penanganan perkara yang dianut MA saat ini, ketidakkonsistenan ini sedang berupaya dihilangkan. Ia mencontohkan misalnya Kamar Pidana Khusus yang dipimpinnya telah menelurkan beberapa kesepatan di antara hakim pada kamar ini. “Ini hasil rapat pleno di kamar tersebut,” ujarnya.

Salah satu yang disepakati, jelasnya, adalah para hakim di kamar pidana khusus tak akan menerima permohonan PK jaksa terhadap putusan bebas. “Mudah-mudahan tak akan ada lagi kontroversi. Kami mengusulkan agar kesepakatan ini dituangkan dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung),” jelasnya.

Bila PK oleh jaksa terhadap vonis bebas tak akan diterima, beda halnya dengan kasasi oleh jaksa terhadap putusan bebas. Djoko menegaskan bahwa para hakim di kamar pidana khusus sepakat membolehkan jaksa mengajukan kasasi terhadap vonis bebas. “Ini tetap diperbolehkan,” ujarnya.

Selain itu, ada juga kesepakatan di rapat pleno kamar pidana khusus yang sudah dituangkan ke dalam SEMA. Yakni, SEMA No. 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana. Isinya, penegasan bahwa PK hanya boleh diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya. Bila diajukan oleh kuasa hukum tanpa dihadiri oleh terpidana, maka berkas PK tidak akan diterima. Sebelumnya, para hakim di MA berbeda pendapat, ada yang membolehkan kuasa hukum mengajukan PK tanpa kehadiran terpidana dan ada yang tak membolehkan.

“Kami akhiri perdebatan itu dalam rapat pleno,” pungkasnya. 

Tags: