Sistem Administrasi Pertanahan dalam RUU Pertanahan
Berita

Sistem Administrasi Pertanahan dalam RUU Pertanahan

Adanya sistem informasi pertanahan yang terintegrasi diharapkan akan memudahkan pengambil keputusan, pembuat kebijakan, pelaku usaha, masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Foto: www.bpn.go.id
Foto: www.bpn.go.id

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan masih terus dibahas antara Panja DPR dan pemerintah. Sejumlah hal diatur dalam RUU Pertanahan sesuai delapan arah kebijakan pengaturan yang telah ditentukan pembentuk UU. Salah satunya, pengaturan pendaftaran tanah menuju single land administration system dan sistem positif atau sistem pendaftaran tanah terintegrasi.   

 

Sistem pendaftaran tanah ini bersifat positif yang memberi kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah karena tidak dapat dibatalkan. Untuk menuju ke arah sistem itu perlu modernisasi pengelolaan dan pelayanan pertanahan menuju era digital serta penyiapan lembaga penjamin (asuransi).

 

Hal ini pula yang ditekankan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Prof I Nyoman Nurjaya usai memberikan materi Bimbingan Teknis Penyusunan Produk Hukum di Lingkungan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Malang, beberapa hari lalu.   

 

Prof I Nyoman Nurjana mengatakan melalui sistem tersebut, administrasi pertanahan tidak lagi bersifat parsial. Apabila nantinya RUU Pertanahan disahkan menjadi UU, maka pengelolaan pertanahan tidak lagi sepihak (monopoli) dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN.  

 

"Apabila telah disahkan nanti, pengelolaan pertanahan tidak sepihak lagi. Saat ini semua jalan sendiri-sendiri. Nantinya dengan UU Pertanahan akan terjadi keterpaduan dalam pengurusan tanah di seluruh Indonesia,” kata Prof I Nyoman Nurjana dalam keterangannya, Kamis (1/8/2019). Baca Juga: Delapan Arah Kebijakan dalam RUU Pertanahan

 

Pelaksana Tugas (Plt) Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Andi Tenrisau mengatakan penting mengatur sistem ini karena selama ini objek pendaftaran tanah tidak meliputi kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil, waduk, pertambangan, cagar alam, situs purbakala, kawasan lindung dan konservasi, serta wilayah strategis pertahanan, sehingga pemetaan yang dilaksanakan tidak terintegrasi dalam satu sistem informasi pertanahan.

 

Dengan adanya sistem informasi pertanahan yang terintegrasi akan memudahkan pengambil keputusan, pembuat kebijakan, pelaku usaha, masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal.

 

“Hal ini sangat diperlukan kedetailan dan pembahasan yang mendalam mengenai RUU Pertanahan dari berbagai kalangan agar bisa menjawab seluruh persoalan dan kekhawatiran masyarakat mengenai agraria, pertanahan dan tata ruang. Hal itu berguna untuk meminimalisasi munculnya masalah di masa yang akan datang,” katanya.

 

Sebelumnya, Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron mengatakan RUU Pertanahan diperkenalkan single land administration yang merupakan sistem administrasi pendaftaran tanah melalui satu pintu. Sistem pendaftaran tanah ini sudah diterapkan di banyak negara. “Ini diadministrasikan oleh negara. Entah siapa (lembaga) yang ditunjuk ya, itu silahkan peraturan pemerintah yang mengaturnya!,”  ujar Herman Khaeron dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, belum lama ini.

 

Misalnya, single land administration, bila di luar kawasan kehutanan bisa saja diadministrasikan oleh Kementerian ATR/BPN. Sementara di dalam kawasan kehutanan diadministrasikan oleh Kementerian Kehutanan.

 

Dia menerangkan bila single land administration diterapkan secara menyeluruh oleh institusi negara, dengan sendirinya arah kebijakan pertanahan menuju one map policy. Artinya, terdapat data pertanahan yang terintegrasi dalam satu peta. “Semangatnya, one map policy dan single land administration dapat berjalan, sehingga tercipta sistem pertanahan yang terintegrasi dengan satu peta termasuk titik-titik koordinatnya.”

 

Diakuinya, RUU Pertanahan agak sensitif karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dalam penguasaan hak atas tanah. Karena itu, pihaknya berupaya agar pembahasan RUU Pertanahan mengedepankan rasa keadilan masyarakat luas. “Sebenarnya, RUU Pertanahan ini upaya membenahi beragam persoalan pertanahan. Mulai konflik lahan, harga tanah terlampau tinggi, kepemilikan tumpang tindih (sertifikat ganda), disparitas kawasan tertentu dengan kawasan lain."

 

Kepala Pusat Perancangan UU Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul menambahkan persoalan konflik/sengketa pertanahan yang kerap terjadi perlu pencegahan melalui single land administration ini. Bila jalan musyawarah tidak tercapai kesepakatan dan terjadi sengketa, RUU Pertanahan membentuk pengadilan pertanahan untuk menyelesaikan sengketa pertanahan.  

 

“Diatur juga lembaga penjamin sertifikat, kepastian sertifikat yang diterbitkan juga dijamin pemerintah melalui lembaga yang diberikan otoritas untuk memastikan keabsahan legalitas surat tanah. Saya kira itu penting juga,” katanya.

Tags:

Berita Terkait