Singgung Asas Actori Incumbit Onus Probandi, KPU Bantah Dalil Pemohon Sengketa Pilpres
Berita

Singgung Asas Actori Incumbit Onus Probandi, KPU Bantah Dalil Pemohon Sengketa Pilpres

Siapa yang mendalilkan, dia yang harus membuktikan. Pemohon tanggapi keharusan mundur dari dewan pengawas anak usaha BUMN.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Wijojanto bertegur sapa dengan Ketua KPU, Arief Budiman, dalam sidang sengketa pilpres di MK. Foto: RES
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Wijojanto bertegur sapa dengan Ketua KPU, Arief Budiman, dalam sidang sengketa pilpres di MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden. Sidang kali ini mengagendakan mendengarkan jawaban termohon dan keterangan pihak terkait. Termohon dalam perkara dengan nomor register 1/PHPU.PRES-XVII/2019 ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara pihak terkait yang disetujui oleh MK adalah pasangan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo–Ma’ruf Amin. Hadir pula memberi keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). MK sendiri melalui Ketuanya Anwar Usman saat membuka sidang menyebutkan memperoleh 16 pengajuan untuk menjadi pihak terkait namun kesemuanya tidak diterima oleh MK.

 

Dalam kesempatannya Kuasa Hukum Termohon, Ali Nurdin saat membacakan salinan jawaban Termohon menyinggung perihal “tuduhan” pemohon yang menggugat peran MK dalam mengadili sengketa PHPU sebagai mahkamah kalkulator. Menurut catatan kuasa hukum Termohon, pihak pemohon berulang kali menuntut agar MK tidak bertindak sebagai mahkamah kalkulator dalam mengadili sengketa PHPU Presiden kali ini. “Dalam Permohonannya (menyinggung hal perihal mahkamah kalkulator) lebih dari sepertiga halaman,” ujar Ali Nurdin membacakan salinan jawaban Termohon dalam persidangan, Selasa (18/6), di Gedung MK.

 

Untuk diketahui, argumentasi Pemohon yang menyebutkan MK sebagai mahkamah kalkulator digunakan untuk menguatkan dalil pendekatan kualitatif yang dikonstruksi dalam permohonan yang telah dibacakan pada sidang pendahuluan. Dalil tersebut digunakan untuk mengurai adanya dugaan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menjawab hal ini, Ali Nurdin menyebutkan bahwa pendekatan yang digunakan oleh pemohon tersebut berbeda dengan permohonan-permohonan pada umumnya.

 

(Baca juga: Pakar HTN Ini Prediksi Putusan PHPU Pilpres 2019 Tak Mendiskualifikasi Kandidat).

 

Menurut Ali Nurdin, bentuk permohonan pada umumnya lebih menitikberatkan kepada materi pemeriksaan perkara yang menyangkut substansi permasalahan mengenai adanya fakta hukum dari berbagai jenis bentuk pelanggaran Pemilu yang berpengaruh terhadap perolehan suara pasangan calon. Termohon menduga pendekatan yang digunakan oleh Pemohon tersebut sebagai upaya untuk mengalihkan  isu dari ketidakmampuan Pemohon untuk merumuskan berbagai fakta hukum yang menjadi dasar pemeriksaan perkara dalam persidangan. Bahkan Termohon menilai adanya indikasi dari pemohon yang mendiskreditkan Mahkamah.

 

“Semata-mata karena kesalahan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini yang tidak sesuai dengan keinginan Pemohon. Dalil Pemohon tersebut terkesan mengada-ada dan cenderung menggiring opini publik bahwa seakan-akan Mahkamah Konstitusi akan bertindak tidak adil atau seperti menyimpan bom waktu,” ujar Ali Nurdin.

 

Menguatkan jawabannya, Ali Nurdin menyitir sejumlah contoh ketika MK menangani sengketa PHPU dan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Dalam menanganai perkara tersebut, sikap MK tidak pernah keluar dari yurisprudensi yang sudah dibuat Mahkamah dalam penanganan Pilkada Jawa Timur tahun 2008. Ali Nurdin menilai hal itu sebagai bukti konkrit bahwa MK tidak pernah bersikap layaknya mahkamah kalkulator. Oleh karena itu dalil pemohon yang mengkhawatirkan MK akan bertindak sebagai mahkamah kalkulator dipandang sebagai bentuk penghinaan terhadap MK.

 

Kuasa hukum Termohon juga menyebutkan secara keseluruhan, dari 26 perselisihan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang memasuki tahap pembuktian, MK menjatuhkan putusan pemungutan suara ulang di 16 daerah pemilihan. Dari 16 dapil tersebut, tidak ada satu pun pertimbangan hukum tentang kesalahan hasil penghitungan suara semata, tetapi karena ada pelanggaran-pelanggaran terhadap asas pemilihan yang luber dan jurdil. “Besarnya persentase ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menegaskan kedudukan dan kewenangannya dalam menangani sengketa Pemilu bukan sebagai Mahkamah Kalkulator,” ujar Ali Nurdin.

 

(Baca juga: Tiga Hal Patut Dicermati Pemohon Sengketa Pilpres untuk Buktikan Dalil TSM).

 

Beban Pembuktian

Dalam perbaikan permohonan yang diajukan pada tanggal 10 Juni, Pemohon juga mendalilkan mengenai beban pembuktian dalam sengketa PHPU Pilpres kali ini tidak hanya dibebankan kepada Pemohon, akan tetapi juga dibebankan kepada MK. MK diminta untuk memanggil untuk hadir ke persidangan para saksi dan ahli mengenai kecurangan Pemilu serta meminta Mahkamah untuk menyiapkan sistem perlindungan saksi.

 

Saat membacakan jawaban, Ali Nurdin menyebutkan bahwa dalil Pemohon yang menyatakan beban pembuktian tidak hanya dibebankan kepada Pemohon akan tetapi juga dibebankan kepada Mahkamah adalah dalil yang tidak berdasar karena merupakan prinsip yang bersifat universal, siapa yang mendalilkan maka dialah yang harus membuktikan. KPU singgung asas hukum Actori Incumbit Onus Probandi.

 

Dalam konteks sengketa ini, pemohon menuduh berbagai jenis pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan/atau kecurangan yang dilakukan oleh Termohon. Pemohon yang mendalilkan kecurangan maka sudah seharusnya Pemohon pula yang membuktikan tuduhan itu.

 

Jika pemohon mengalami kesulitan membuktikan sebagaimana disinggung dalam permohonan, maka itu bukanlah semata-mata karena faktor adanya ancaman atau intimidasi yang selama ini digembar-gemborkan oleh Pemohon, tetapi karena argumentasi pemohon tidak didasari oleh fakta dan bukti-bukti yang jelas. “Misalnya dalil Pemohon yang dibangun mengenai adanya kecurangan oleh Termohon, seperti pembukaan kotak suara diparkiran sebagaimana terdapat pada halaman 81, ternyata Pemohon sendiri tidak mengetahui lokasinya dan hanya menggunakan cuplikan rekaman video”.

 

KPU berpendapat sudah pasti tidak bisa terungkap bagaimana hubungannya kasus yang disebut pemohon dengan perolehan suara pasangan calon. Membebankan pembuktian kepada MK, termasuk memanggil saksi-saksi, merupakan pelanggaran asas-asas peradilan cepat, murah dan sederhana. Dengan demikian dalil Pemohon mengenai hal ini tidak beralasan dan oleh karenanya haruslah ditolak

 

BUMN

Melalui perbaikan permohonan, Pemohon meminta agar Mahkamah mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo–Ma’ruf Amin. Pemohon mendalilkan jabatan Dewan Pengawas Syariah dari anak Perusahaan BUMN yang tengah dijabat oleh Ma’ruf Amin mengakibatkan dirinya tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri dalam Pilpres. Petitum diskualifikasi sendiri sebelumnya pernah dikabulkan oleh MK saat menangani sengketa PHPU Pilkada Bengkulu Selatan, Kota Tebing Tinggi, dan Supiori.

 

Menurut Ali Nurdin, ketiga kasus diskualifikasi akibat pasangan calon yang tidak memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas tidak bisa disamakan dengan tuduhan ketidaklengkapan persyaratan calon Ma’ruf Amin. Dalam kedudukannya sebagai Dewan Pengawas Syariah Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri, Amin tidak melanggar ketentuan harus mengundurkan diri karena perusahaan tak dapat dikualifikasi sebagai BUMN.

 

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mendefinisikan BUMN sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam kasus ini, kedua bank dimaksud tidak mendapatkan penyertaan langsung dari kekayaan negara sehingga tidak dikategorikan sebagai BUMN.

 

Selain itu, Pasal 1 angka 15 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah mengatur bahwa Dewan Pengawas Syariah termasuk kategori pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah, seperti halnya akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum. Kedudukan hukum Dewan Pengawas Syariah adalah bukan pejabat yang berbeda dengan pihak Komisaris, Direksi, Pejabat, dan karyawan Bank Syariah. Sehingga tidak ada kewajiban bagi Ma’ruf Amin untuk mundur dari jabatannya sebagai Dewan Pengawas  kedua perusahaan saat mencalonkan diri sebagai wapres.

 

Terkait hal ini, Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Bambang Widjojanto, mengkritik jawaban yang hanya menggunakan UU BUMN. Pria yang lazim disapa BW ini menegaskan MK telah mengeluarkan sejumlah putusan yang kurang lebih menyebutkan bahwa anak perusahaan BUMN juga termasuk Perusahaan BUMN. Misalnya, putusan MK No. 21 Tahun 2017, dan putusan MK No. 48 tahun 2013. Ada juga Peraturan Menteri BUMN No. 3 tahun 2013, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusan dan peraturan perundang-undangan itu, dapat disimpulkan bahwa anak perusahaan BUMN adalah BUMN dan pejabat di anak perusahaan BUMN adalah mewakili representasi dari BUMN bukan sekadar konsultan. Ketidakmampuan menjawab ini sebenarnya berarti semakin sah dan legitimate bahwa terjadi pelanggaran terhadap Pasal 277 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” ujar Bambang

Tags:

Berita Terkait