Simak! Ini Tips Aman Bertransaksi Fintech Syariah
Berita

Simak! Ini Tips Aman Bertransaksi Fintech Syariah

Jumlah entitas fintech ilegal terus bertambah setiap tahunnya. Masyarakat diminta selalu waspada.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Perkembangan industri fintech atau pinjaman online semakin masif bagi masyarakat. Fintech yang memanfaatkan teknologi serta kemudahan persyaratan pinjaman membuat masyarakat semakin tertarik menggunakan layanan tersebut. Tidak hanya konvensional, terdapat layanan fintech menerapkan prinsip syariah.

Sayangnya, di tengah kondisi tersebut, terdapat pihak-pihak tidak bertanggung jawab mencari keuntungan secara ilegal dengan memanfaatkan kebutuhan masyarakat. Salah satu persoalan yaitu terdapat perusahaan fintech ilegal menggunakan embel-embel prinsip syariah agar masyarakat merasa aman bertransaksi. Padahal, saat bertransaksi fintech ilegal tersebut sama sekali tidak menggunakan prinsip syariah. Selain itu, entitas fintech tersebut juga ilegal sehingga berisiko tinggi merugikan masyarakat.

Dasar hukum fintech syariah juga mengacu pada peraturan yang sama dengan konvensional yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi . Hanya saja, fintech syariah berlaku ketentuan Fatwa DSN MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam artikel Hukumonline berjudul “Pinjol Berbasis Syariah, Berikut Aturan dan Tipsnya”, Mitra Klinik Hukum Online dari Pusat Studi Hukum Islam (PSHI) Universitas Islam Indonesia, Abdurrahman Alfaqiih mengatakan masyarakat perlu memerhatikan berbagai aspek agar aman dan terhindar dari penipuan saat bertransaksi dengan fintech syariah.

1 – Perhatikan legalitas perusahaan

Menurut Abdurrahman, masyarakat wajib memerhatikan legalitas perusahaan fintech sebelum mengajukan pinjaman. Sebab, terdapat banyak entitas fintech ilegal pada toko aplikasi seolah-seolah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Baca Juga: BI Terbitkan Aturan Pelonggaran LTV/FTV dan Uang Muka Kredit)

2 – Ajukan pinjaman seperlunya

Masyarakat diimbau tidak mengajukan pinjaman di luar kemampuan. Selain itu, pinjaman sebaiknya ditujukan untuk kebutuhan produktif.

3 – Pahami manfaat

Hal lain yang perlu diperhatikan, kata Abdurrahman, masyarakat harus memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan risiko dari pinjaman tersebut. Masyarakat harus memastikan penyelenggaraan fintech syariah memenuhi Fatwa DSN MUI.

“Jadi, kita juga perlu membaca dan memahami ketentuan terlebih dahulu agar terhindar dari praktik poinjol yang merugikan,” jelas Abdurrahman seperti dikutip Hukum Online, Jumat (5/3).

Setidaknya, terdapat enam jenis akad yang diperbolehkan dalam fintech syariah. Pertama, al-bai' (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga). Kedua, ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.

Ketiga, mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maaf yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola ('amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Keempat, musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi danalmodal usaha (ra's al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.

Kelima, wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentuyang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah).  Keenam, qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.

Jumlah entitas fintech ilegal terus bertambah setiap tahunnya. Satgas Waspada Investasi mengumumkan pada Februari 2021 berhasil menemukan 51 kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang berpotensi meresahkan masyarakat karena sering melakukan ancaman serta intimidasi jika menunggak pinjaman. Sejak tahun 2018-Februari 2021 ini Satgas sudah menutup sebanyak 3.107 fintech lending ilegal.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing menyatakan pihaknya berupaya memberantas kegiatan fintech peer to peer lending ilegal.  “Antara lain dengan cara mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum,” jelas Tongam.

Selain menemukan fintech Peer-To-Peer Lending ilegal dan kegiatan investasi ilegal, Satgas Waspada Investasi juga menemukan 17 usaha pergadaian swasta ilegal yang dilakukan tanpa izin dari OJK sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK).

Tongam mengingatkan masyarakat untuk selalu mewaspadai penawaran-penawaran dari berbagai pihak yang seakan-akan memberikan keuntungan mudah tetapi berpotensi merugikan penggunanya.

Tags:

Berita Terkait