Simak! Ini 5 Cara Terhindar dari Tindak Pidana Pencucian Uang
Utama

Simak! Ini 5 Cara Terhindar dari Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak pidana pencucian uang merupakan usaha untuk menyembunyikan fakta atau bahkan memalsukan data korupsi itu sendiri melalui transaksi keuangan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Simak! Ini 5 Cara Terhindar dari Tindak Pidana Pencucian Uang
Hukumonline

Pencucian uang atau money laundering adalah tindak kejahatan untuk menyamarkan hasil kejahatan agar sulit diketahui sistem keuangan. Biasanya pelaku kejahatan ini menyamarkan hasil kejahatannya melalui mata uang kripto, barang mewah, menggunakan rekening orang lain, atau mencampur dana hasil kejahatan dengan hasil usaha legal.

Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena, mengungkapkan masyarakat dapat berperan dalam mencegah pencucian uang. Setidaknya terdapat lima cara. Pertama, masyarakat harus memberikan identitas dan informasi yang benar ke lembaga jasa keuangan. Kedua, masyarakat tidak menerima dana yang tidak diketahui asal-usulnya.

“Ketiga, masyarakat tidak menyimpan dana orang lain pada rekening yang dimiliki. Keempat, masyarakat tidak membeli harta yang tidak jelas asal-usulnya. Dan, kelima, tidak terlibat dalam pendanaan terkait kejahatan atau terorisme,” jelas Sophia dalam penjelasannya pada akun Instagram OJK, Selasa (13/9).

Baca Juga:

Artikel Hukumonline sebelumnya berjudul “Perbedaan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Korupsi” menjelaskan bahwa menurut Pasal 1 ayat (1) UU No.8 Tahun 2010, yang dimaksud dengan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sesuai ketentuan UU No.8 Tahun 2010. Adapun perbuatan-perbuatan yang menjadi tindak pidana menurut UU No.8 Tahun 2010 yaitu:

Pertama, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Kedua, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Ketiga, menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Sehingga, dapat diartikan tindak pidana pencucian uang merupakan usaha untuk menyembunyikan fakta atau bahkan memalsukan data korupsi itu sendiri melalui transaksi keuangan.

Peran Profesi Hukum 

Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fitriadi Muslim juga menyampaikan kondisi nyata penyalahgunaan jasa profesional termasuk profesi hukum dalam upaya pencucian uang hasil tindak pidana. Dalam praktiknya, pengawasan umumnya memang belum efektif.

Hal ini terbukti selama proses Mutual Evaluation Review yang dilakukan oleh Financial Action Task Force (FATF) pada bulan Juli – Agustus 2022 ini terhadap kepatuhan Indonesia dalam menerapkan rekomendasi FATF untuk mengimplementasikan rezim Anti-Pencucian Uang di Indonesia. “Profesi-profesi hukum belum sepenuhnya memahami kewajiban mereka dalam kerangka hukum Anti-Pencucian Uang,” ujar Fitriadi pada Agustus lalu.

Fitriadi melanjutkan, seluruh kewajiban pihak pelapor termasuk profesi hukum, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Menyambung diskusi tersebut, Anti-Corruption Programme Coordinator UNODC Indonesia Putri Rahayu memaparkan bahwa terlepas dari apakah bantuan dari para profesi hukum tersebut diberikan secara sadar atau tidak, mereka dapat membantu kriminal membuka akses ke pasar keuangan, mendirikan struktur perusahaan yang kompleks, mengelola perusahaan cangkang, dan mengaburkan sifat dan asal dari pendapatan yang tidak sah.

“Namun, para profesional ini sebenarnya juga strategis untuk berperan dalam mencegah ‘illicit financial flow’. Oleh karena itu, mereka ini disebut sebagai 'penjaga gerbang atau gate keeper yang menjaga dari perputaran uang yang tidak sah”, ujarnya.

Isu pencucian uang sangat relevan dengan kondisi Indonesia untuk pulih dari dampak Covid-19. Sebab penegakan tindak pidana pencucian uang dapat memaksimalkan pemulihan aset yang menjadi salah satu sumber pemasukan negara. “Posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 dan proses Mutual Evaluation Review (MER) FATF terhadap Indonesia untuk menjadi anggota tetap FATF merupakan momentum yang sangat baik bagi Indonesia untuk mengangkat isu ini,” kata Paku Utama dari Wirakrama Utama.

Ketua Dewan Kehormatan Pusat Peradi Adardam Achyar juga menyampaikan bahwa pada prinsipnya Peradi mendukung penegakan hukum dan pemberantasan TPPU dan Tipikor.

“Namun, Kode Etik Advokat Indonesia dan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan bahwa advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien menjadi hambatan bagi advokat untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan milik kliennya ke PPATK”, katanya.

Tags:

Berita Terkait