Simak, Ini Aturan Baru Terkait LKPM Pasca UU Ciptaker
Terbaru

Simak, Ini Aturan Baru Terkait LKPM Pasca UU Ciptaker

Tak sekadar kewajiban, LKPM juga bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi kepada Pemerintah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

LKPM adalah laporan mengenai perkembangan realisasi Penanaman Modal dan permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha yang wajib dibuat dan disampaikan secara berkala. Pasca UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), LKPM turut diatur dalam Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Dikutip dari artikel Easybiz berjudul “Apakah Perusahaan Saya Wajib Lapor LKPM? Simak Aturan Terbarunya”, dijelaskan bahwa sejak berlakunya UU Ciptaker dan peraturan pelaksanaannya, konsep pengawasan dan pengendalian penanaman modal mengalami beberapa perubahan. Salah satu yang mengalami perubahan adalah pelaporan LKPM.

Kewajiban melaporkan LKPM tertuang dalam Pasal 15 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU 25/2007). Lebih jauh, kewajiban ini juga diatur dalam Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Perka BKPM 13/2009) yana mana telah mengalami beberapa perubahan, hingga akhirnya berlaku Peraturan BKPM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Penanaman Modal (Peraturan BKPM 6/2020).

Di dalam Peraturan BKPM 6/2020, kewajiban untuk melaporkan LKPM berlaku bagi pelaku usaha dengan nilai investasi lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Sementara di peraturan sebelumnya, kewajiban melaporkan LKPM hanya berlaku bagi pelaku usaha dengan nilai investasi lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Baca:

Namun, setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja, Peraturan BKPM 6/2020 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan BKPM 5/2021 yang juga mewajibkan pelaku usaha untuk lapor LKPM. Dengan demikian, perlunya memahami aturan terbaru seputar pelaporan LKPM setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Bagaimana aturannya? Simak penjelasan di bawah ini.

Kedudukan LKPM dalam Pengawasan Penanaman Modal

Pengawasan penanaman modal dilakukan terhadap perkembangan realisasi penanaman modal serta pemberian fasilitas, insentif dan kemudahan untuk Penanaman Modal, dan/atau kewajiban kemitraan. Pengawasan terdiri atas pengawasan rutin dan pengawasan insidental.

Pengawasan rutin dilakukan melalui laporan pelaku usaha dan inspeksi lapangan. Pengawasan rutin melalui laporan pelaku usaha dilakukan atas laporan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha kepada BKPM, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan/atau badan pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang memuat perkembangan kegiatan usaha.

Salah satu bentuk pemantauan terhadap laporan pelaku usaha yang memuat perkembangan kegiatan usaha dilakukan terhadap LKPM yang mencakup realisasi penanaman modal, realisasi tenaga kerja, realisasi produksi termasuk nilai ekspor, kewajiban kemitraan dan kewajiban lainnya terkait pelaksanaan penanaman modal yang disampaikan oleh pelaku usaha orang perseorangan dan badan usaha.

Pembagian kewenangan pengawasan penanaman modal diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Peraturan BKPM 5/2021 yang rinciannya adalah sebagai berikut:

- Pemerintah Pusat melalui BKPM berwenang mengawasi:

  1. Penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas daerah provinsi 2.
  2. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi.
  3. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional.
  4. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas daerah provinsi.
  5. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.
  6. PMA dan penanam modal yang menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain.
  7. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

- Pemerintah Daerah Provinsi berwenang mengawasi:

  1. PMDN yang ruang lingkup kegiatan lintas daerah kabupaten/kota.
  2. PMDN yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

- Pemerintah Daerah kabupaten/kota berwenang mengawasi penanaman modal yang ruang lingkup kegiatannya di daerah kabupaten/kota.

- Badan pengusahaan KPBPB berwenang mengawasi kegiatan usaha yang berlokasi di wilayah KPBPB.

- Administrator KEK berwenang mengawasi kegiatan usaha yang berlokasi di wilayah KEK.

Selain itu, LKPM memiliki peran penting dalam integrasi data pada sistem terbaru Online Single Submission (OSS). Pasal 167 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”) membagi sistem OSS menjadi 3 bagian, yaitu:

  1. Subsistem Pelayanan Informasi
  2. Subsistem Perizinan Berusaha
  3. Subsistem Pengawasan

Salah satu komponen data yang dimuat dalam Subsistem Pengawasan adalah laporan berkala dari pelaku usaha. Berdasarkan Pasal 15 Peraturan BKPM 5/2021, Salah satu jenis laporan tersebut adalah laporan data perkembangan kegiatan usaha dalam bentuk LKPM yang disampaikan kepada BKPM, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, dan Badan Pengusahaan KPBPB.

Kategori Pelaku Usaha

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP 7/2021) kriteria pelaku usaha mengalami perubahan. Aturan terbaru ini membagi jenis pelaku usaha berdasarkan besaran modal usaha atau penjualan tahunan yang rinciannya sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro: Memiliki modal usaha maksimal Rp1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penjualan tahunan maksimal Rp2 miliar.
  2. Usaha Kecil: Memiliki modal usaha lebih dari Rp1 miliar sampai Rp5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar sampai dengan maksimal Rp15 miliar.
  3. Usaha Menengah: Memiliki modal usaha lebih dari Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memilliki penjualan tahunan lebih dari Rp15 miliar sampai dengan maksimal Rp 50 miliar.

Mengapa pengkategorian pelaku usaha ini menjadi penting? Karena akan menentukan apakah perusahaan kamu wajib lapor LKPM atau tidak. Pelaku usaha diwajibkan agar melaporkan LKPM untuk setiap bidang usaha dan/atau lokasi secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut yakni pelaku usaha kecil wajib lapor LKPM setiap 6 bulan dalam 1 tahun laporan, dan pelaku usaha menengah dan besar wajib lapor LKPM setiap 3 bulan

Sedangkan bentuk usaha dari pelaku usaha yang wajib lapor LKPM adalah perseorangan dan badan usaha berbadan hukum (contoh: PT atau Koperasi) serta badan usaha yang tidak berbadan hukum (contoh: CV atau Firma), baik yang berstatus sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing.

Periode Pelaporan LKPM

Pelaporan LKPM dilakukan secara berkala dengan periode yang sudah ditentukan oleh BKPM. Bagi pelaku kecil, periode pelaporannya berbeda dengan pelaku usaha menengah dan besar, dengan detail sebagai berikut:

Pertama, untuk pelaku usaha kecil laporan semester I disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Juli tahun yang bersangkutan. Laporan semester II disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun berikutnya.

Kedua, untuk pelaku usaha menengah dan besar Laporan triwulan I disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan April tahun yang bersangkutan dan laporan triwulan II disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Juli tahun yang bersangkutan.

Sementara laporan triwulan III disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Oktober tahun yang bersangkutan. Dan untuk laporan triwulan IV disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun berikutnya.

Apakah aturan LKPM Berlaku Surut?Seperti yang sudah disinggung di atas, kewajiban bagi pelaku usaha untuk melaporkan LKPM merupakan perintah dari Pasal 15 huruf c UU 25/2007. Sedangkan ketentuan yang mengatur agar penyelenggaraan LKPM berjalan lancar ada di peraturan pelaksananya. Memang peraturan pelaksana tersebut sering mengalami perubahan melalui peraturan terbaru, hal ini untuk menjawab dinamika kegiatan berusaha, sehingga aturan mengenai LKPM tetap sesuai dengan perkembangan terkini.

Dengan begitu, meskipun sebuah badan usaha telah berdiri sebelum adanya peraturan terbaru mengenai pelaksanaan LKPM, maka badan usaha tersebut tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan LKPM jika badan usaha tersebut memenuhi kriteria wajib lapor LKPM dalam peraturan pelaksanaan terbaru mengenai LKPM, yang mana saat ini diatur di Peraturan BKPM 5/2021.

Sanksi

Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) huruf a Peraturan BKPM 5/2021, BKPM, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang tidak memenuhi salah satu kewajiban yang ada di dalam Pasal 5 Peraturan BKPM 5/2021. Salah satu kewajiban tersebut adalah menyampaikan LKPM.

Sanksi administratif yang dapat diberikan kepada pelaku usaha terdiri dari peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan usaha; pencabutan perizinan berusaha; atau pencabutan perizinan berusaha untuk menjunjang kegiatan usaha.

Tags:

Berita Terkait