Sikap Marzuki Alie Dipertanyakan Terkait Boediono
Berita

Sikap Marzuki Alie Dipertanyakan Terkait Boediono

Marzuki tetap menolak menandatangani pemanggilan Boediono ke rapat Timwas.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Marzuki Alie. Foto: SGP
Ketua DPR Marzuki Alie. Foto: SGP
Rapat Tim Pengawas (Timwas) Century menyepakati pemanggilan paksa  terhadap Wakil Presiden Boediono. Meski telah disepakati, Ketua DPR Marzuki Alie emoh menandatangani surat pemanggilan tersebut. Sikap Marzuki Alie tesebut dipertanyakan anggota dewan.

Wakil Ketua Komisi IV Charuman Harahap mengatakan, keengganan Ketua DPR Marzuki Alie menandatangani surat pemanggilan terhadap Boediono yang ditembuskan ke Polri perlu dipertanyakan. Menurutnya, sebagai pimpinan DPR tak diperbolehkan menganulir keputusan rapat Timwas Century yang telah disepakati.

“Ini Ketua DPR di mana, ini bagaimana soal ketertiban. Kita harus bersikap bagaimana fungsi pimpinan DPR. Tidak ada kewenangan Ketua DPR untuk menganulir keputusan rapat DPR,” ujarnya berang dalam rapat paripurna, Kamis (6/3).

Marzuki Alie memang tidak terlihat dalam rapat paripurna kali ini. Alhasil, palu sidang dikendalikan oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Padahal, agenda dalam rapat itu sekaligus mendengarkan pidato Marzuki mengingat penutupan masa sidang.

Di depan anggota dewan, Pramono menuturkan pimpinan DPR yang bertugas memimpin rapat Timwas berhak menandatangani surat keputusan atas kesepakatan rapat. “Saya sudah menandatangani surat pemanggilan pertama dan kedua,” katanya.

Pramono mengatakan, pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial. Oleh karena itu, surat tersebut tak perlu ditandatangani oleh seluruh pimpinan. “Cukup satu pimpinan DPR yang menandatangani surat tersebut sudah sah mengatasnamakan lembaga,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Boediono dua kali tak memenuhi panggilan Timwas. Pada panggilan ketiga inilah Marzuki kekeuh menolak untuk meneken surat pemanggilan tersebut.

“Jadi nanti tidak perlu ditandatangani semua, cukup satu pimpinan. Mengenai di mana pak Marzuki, mungkin sedang latihan pidato,” ujarnya berkelakar seraya disambut tawa anggota dewan.

Usai pidato penutupan masa sidang III Tahun 2013-2014, Marzuki menuturkan pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial. Soal adanya perbedaan pendapat antar pimpinan adalah hal wajar. Marzuki enggan menandatangani surat itu lantaran Timwas hanya bertugas melakukan pengawasan.

Ia beralasan kasus dana talangan Bank Century senilai Rp6,7 triliun tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Malahan, salah satu terdakwa yakni Budi Mulya sudah mulai menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Marzuki berpandangan, jika Timwas melakukan pemanggilan terhadap Boediono telah menyimpang dari kesepakatan dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu. “Saya tidak mau (tandatangan surat pemanggilan Boediono, red). Yah akhirnya disepakati ada yang mau tandatangani, Pak Taufik Kurniawan yang tandatangan,” katanya.

Politisi Partai Demokrat itu lebih jauh menuturkan, sebagai pimpinan DPR harus menegakkan aturan yang telah disepakati bersama. Menurutnya, sidang  paripurna 2009 memutuskan untuk menyerahkan kasus Century kepada lembaga penegak hukum.

“Proses penegakan hukim itu di KPK. KPK yang menetapkan orang bisa jadi tersangka atau tidak. Kalau di  DPR apa hasilnya nanti?. Kalau angket Century sudah selesai, angket Century ada kesimpulan, salah atau tidak. Kita bukan lembaga pengadilan, kita lembaga politik,” tukasnya.

Anggota Timwas Century Bambang Soesatyo menilai Marzuki mencari alasan dalam rangka menolak menandatangani surat pemanggilan Boediono. Semestinya, sebagai Ketua DPR, Marzuki harus mencerminkan figur pimpinan yang mengakomodir keputusan bersama.

“Itu adalah sikap pengecut yang tidak mencerminkan perilaku sebagai ketua DPR. Sikap itu dapat dikategorikan sebagai contempt of parliament atau pelecehan terhadap parlemen yang dipimpinnya sendiri,” pungkas Bambang.
Tags:

Berita Terkait