Sidang Voting Atas Proposal Perdamaian PT. Meranti Maritime Alot
Berita

Sidang Voting Atas Proposal Perdamaian PT. Meranti Maritime Alot

Para kreditur telah menyatakan sikap mereka atas proposal perdamaian yang diajukan oleh debitur, PT. Meranti Maritime.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp
Pengadilan Niaga. Foto: Sgp
Para kreditur telah menyatakan sikap mereka atas proposal perdamaian yang diajukan oleh debitur, PT. Meranti Maritime. Hasilnya tujuh kreditur menyetujui proposal perdamaian dan hanya 1 kreditur yakni PT. Maybank menolak. Namun di luar bahasan itu, sidang voting kreditur yang digelar di Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat pada Jum’at (19/8), berjalan alot. 
Dalam persidangan, poin perdebatan yang paling disorot adalah kreditur tidak ingin melakukan voting seperti yang diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal tersebut memisahkan komposisi suara antara kreditur separatis dan kreditur konkruen, yakni proposal perdamaian baru dapat disetujui apabila, pertama, telah diterima oleh separuh dari jumlah kreditur konkruen yang bersama-sama mewakili paling sedikit dua pertiga dari seluruh tagihan dantelah diterima oleh separuh dari jumlah kreditur separatis yang bersama-sama mewakili paling sedikit dua pertiga dari seluruh tagihan.
Debitur dan tujuh kreditur yang menyetujui proposal perdamaian, dalam sidang memprotes kriteria yang ditetapkan oleh Pengurus dalam penggolongkan kreditur separatis dan kreditur konkruen. Karena kriteria ini penting dalam mempengaruhi komposisi suara dalam menentukan kesepakatan bersama atas proposal perdamaian yang diajukan. 
Kriteria kreditur ini signifikan karena dua kreditur terbesar yakni PT. PANN dan PT. Maybank memiliki sikap yang berbeda atas proposal perdamaian yang diajukan PT. Meranti Maritime. (Baca juga: Kisah Upaya Kriminalisasi Dua Pengurus oleh Pihak Berutang)
PT. Maybank yang menolak proposal perdamaian telah ditetapkan oleh Pengurus sebagai  kreditur separatis karena perjanjian utangnya dengan PT. Meranti Maritime memiliki jaminan berupa hak tanggungan dan personal guarantee dari Henry Djauhari. 
Sementara itu PT. PANN yang menyetujui proposal perdamaian, ditetapkan sebagai kreditur konkruen meskipun sebagian perjanjian utangnya memiliki jaminan berupa hak tanggungan. Beberapa kreditur bahkan sempat melontarkan protes dalam sidang, “Tolonglah Bapak Hakim. Pengurus ini tidak netral.”
Pengurus menjelaskan alasannya kepada Hukumonline, menurut Pengurus Dudi Pramedi, ada perjanjian piutang antara PT. PANN dan PT. Meranti Maritime yang jaminannya tidak memiliki personal guarantee. Selain itu, PT. PANN sendiri yang awalnya meminta untuk diakui piutangnya sebesar Rp 1,3 T dan dimasukkan ke dalam kreditur konkruen. 
Namun di tengah proses sidang, PT. PANN berubah pikiran dan meminta untuk diakui hak tanggungannya dan digolongkan ke dalam kreditur separatis. Selain mengenai kriteria penggolongan, PT. PANN dan Pengurus juga berdebat panjang mengenai besaran angka nilai asset jaminan yang disepakati.
Menurut Dudi, mengapa PT. PANN berbeda dengan PT. Maybank karena perjanjian piutang antara PT. Maybank dengan PT. Meranti Maritime, syarat kelengkapan jaminannya cukup. Sehingga PT. Maybank layak digolongkan sebagai kreditur separatis. 
Tujuh dari delapan kreditur bersikukuh menolak membubuhkan tanda tangan dalam kolom persetujuan yang telah dibuat oleh Pengurus, meskipun menyetujui proposal perdamaian yang diajukan debitur. Debitur dan kreditur yang menyetujui proposal perdamaian menghendaki pemungutan suara dilakukan tanpa membedakan komposisi suara antara kreditur separatis dan kreditur konkruen seperti yang diatur dalam UU Kepailitan.  (Baca juga: Kriminalisasi Kurator Berpotensi Hambat Percepatan Ekonomi)
Namun Hakim Pengawas mengingatkan para pihak bahwa sidang voting tidak mungkin dilakukan dengan melanggar ketentuan undang-undang.
Kreditur yang menyetujui proposal perdamaian tidak mau menandatangani kolom persetujuan karena bersikeras ingin melakukan voting dengan komposisi suara campuran, baik yang tergolong sebagai kreditur separatis maupun kreditur konkruen. Debitur malah meminta hakim memberikan waktu kepada kreditur untuk meneliti secara seksama form persetujuan, “Saya mohon kebijaksanaan Hakim. Ini persoalan hidup dan mati,” ujar Henry Djauhari, pemilik PT. Meranti Maritime.
Hakim Pengawas mengingatkan para kreditur yang tidak mau membubuhkan tanda tangan, justru akan merugikan kreditur sendiri. Hakim memperingatkan para kreditur untuk segera membubuhkan tanda tangan, karena kalau tidak mau menandatangani berarti tidak menyetujui proposal perdamaian. 
Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, tujuh kreditur bersedia membubuhkan tanda tangan pada kolom persetujuan.  Namun hanya PT. PANN memberikan catatan dalam kolom persetujuan, yakni merugikan keuangan Negara. Seperti diketahui, PT. PANN merupakan perusahaan BUMN yang memberikan pinjaman kepada Meranti Group sebesar Rp1,3 triliun. 
Permohonan PKPU secara sukarela oleh PT. Meranti Maritime dan Henry Djauhari sebagai pemilik, rencananya akan diputus pada sidang tanggal Senin 22 Agustus 2016 di PN Niaga Jakarta Pusat. Hasil voting oleh para kreditur atas proposal perdamaian yang diajukan oleh PT. Meranti Maritime akan dijadikan dasar pertimbangan majelis hakim dalam memutus.
Tags:

Berita Terkait