Sidang Putusan Ditunda, Para Korban Jamaah First Travel Kecewa
Berita

Sidang Putusan Ditunda, Para Korban Jamaah First Travel Kecewa

Majelis hakim masih memusyawarahkan hasil putusan ini dan akan dibacakan pada 2 Desember 2019. Para korban merespons kecewa penundaan tersebut.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Polemik Putusan MA dalam Kasus First Travel)

 

Dari total kerugian kurang lebih Rp908 miliar, Zuherial menyebut aset yang tersisa saat ini hanya sebesar Rp38 miliar. Angka tersebut jika dibagikan kepada seluruh jamaah, kurang lebih hanya mendapatkan Rp50 ribu per jamaah.

 

Zulheri berharap Presiden Jokowi dapat memperhatikan kasus ini dan meminta Jokowi untuk mengungkap ulang proses hukum dalam perkara First Travel tersebut. “Kita sudah surati Jokowi minta ungkap ulang. Itu uang dari awal tidak transparan, contoh yang restoran di Nusa Dua Bali, rumah mewah di Sentul dan lain-lain itu tidak ada,” harapnya.

 

Perlu diketahui, sebenarnya telah terdapat perdamaian antara First Travel dengan para korban pada 30 Mei 2018 melalu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam perdamaian tersebut diputuskan First Travel wajib memberangkatkan umroh para jamaah. First Travel meminta waktu enam hingga dua belas bulan untuk membentuk manajemen baru. sehingga opsi memberangkatkan baru bisa terlaksana pada tahun berikutnya. Namun, di saat bersamaan, kepolisian menahan para petinggi First Travel sehingga menghalangi keputusan tersebut.

 

Mahkamah Agung (MA) juga telah memvonis pemilik First Travel hukuman pidana 20 tahun dan 18 tahun penjara, namun seluruh aset perusahaan yang menjadi barang bukti tidak dikembalikan kepada jemaah. Aset-aset tersebut menjadi barang rampasan negara yang artinya tidak dikembalikan kepada jemaah melainkan jadi rampasan negara. Putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Depok pun akhirnya dikuatkan MA dalam putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018.

 

Namun, putusan tersebut menimbulkan polemik karena negara tidak dapat merampas aset-aset tersebut dan seharusnya dikembalikan kepada jamaah. Putusan ini mengundang kritik dari berbagai pihak. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan jika putusan MA itu menjadi anomali. Pasalnya, aset First Travel yang tersisa sudah selayaknya menjadi hak jamaah First Travel yang tertipu dari promo umrah bodong tersebut. Dalam perkara ini, negara tidak mengalami kerugian sehingga putusan tersebut dinilai salah jalur.

 

“Seharusnya memang hak konsumen, tahu-tahu (aset) untuk negara. Itu tidak ada jalurnya sebenarnya karena bukan kerugian negara, itu konsumen yang dirugikan, malah negara diuntungkan,” katanya kepada hukumonline, Jumat (22/11).

 

Tulus menilai, seharusnya negara ikut berkontribusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh jamaah First Travel. Namun putusan MA ini justru menimbulkan masalah baru. Padahal, lanjutnya, dari perkara First Travel ini majelis hakim MA bisa membuat terobosan agar tidak memicu konflik di publik, terutama untuk jamaah First Travel.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait