Sidang Praperadilan Fredrich Maju Satu Pekan, Ini Alasannya
Berita

Sidang Praperadilan Fredrich Maju Satu Pekan, Ini Alasannya

Ada perubahan alamat kuasa pemohon dari Jakarta Barat ke Jakarta Selatan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Fredrich Yunadi. Foto: RES
Fredrich Yunadi. Foto: RES

Permohonan praperadilan yang diajukan advokat Fredrich Yunadi akan digelar pada Senin (5/2) mendatang. Jadwal ini memang tampak lebih cepat satu pekan setelah sebelumnya sidang perdana praperadilan ini direncanakan pada 12 Februari 2018.

 

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur menjelaskan alasan perubahan waktu tersebut dikarenakan permohonan sebelumnya dengan nomor register 9/Pid.Pra/2018/PN Jkt.Jaksel, dicabut oleh pihak kuasa hukum Fredrich melalui surat permohonan tertanggal 23 Januari 2018. Baca Juga: Tiga Alasa Ini Fredrich Ajukan Praperadilan

 

Kemudian, dilakukan pendaftaran ulang sehari setelahnya yaitu pada 24 Januari 2018 dengan nomor perkara 11/Pid.Pra/2018/PN Jkt.Sel. Namun, hakim tunggal yang akan mengadili permohonan praperadilan ini tetap sama dengan yang jadwal sebelumnya yakni H. Ratmoho, SH. MH.

 

"Alasan persidangannya terlalu lama karena harus dipanggil dengan delegasi lewat PN Jakarta Barat mengingat alamat Kuasa Pemohon berada di wilayah Jakarta Barat. Setelah dicabut kemudian pada 24 Januari 2018 telah didaftarkan kembali oleh Kuasa Pemohon dengan alamat di wilayah Jakarta Selatan," kata Guntur kepada Hukumonline.

 

Sementara itu kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Refa membenarkan sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan kliennya akan digelar pada Senin (5/2) besok. "Hari senin 5 Februari 2018, jam 9 pagi (09.00 WIB) di PN Jaksel, Jl. Ampera Raya akan dilaksanakan sidang praperadilan Fredrich Yunadi melawan KPK," ujar Refa melalui pesan singkatnya.

 

Dari informasi yang diperoleh Hukumonline tidak ada perubahan dari permohonan praperadilan sebelumnya. Saat mendaftarkan permohonan pertama, Sapriyanto Refa menegaskan alasan kliennya menguji proses hukum yang dilakukan KPK kepada mantan kuasa hukum Setya Novanto ini.

 

"Penetapan tersangka ini kan minimal dua alat bukti. Dari bukti permulaan yang cukup, yang disebutkan di KUHAP, dan kita menganggap dua bukti permulaan yang cukup tak terpenuhi saat penetapan Pak Fredrich sebagai tersangka," kata Sapriyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2017) lalu. Baca Juga: Sidang Praperadilan Fredrich Yunadi Digelar 12 Februari

 

Begitupun soal penyitaan yang berdasarkan KUHAP harus seizin ketua pengadilan. Menurut Sapriyanto, karena ini berkaitan dengan kasus korupsi maka seharusnya KPK mengantongi izin dari Ketua Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi surat izin melakukan penyitaan itu tidak dapat ditunjukkan.

 

Kemudian dokumen yang disita, kata Sapriyanto, seharusnya berkaitan dengan tindak pidana yang disangkakan. Namun kenyataannya tim penyidik melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang ataupun dokumen yang sama sekali tidak berkaitan dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.

 

"Tapi, kenyataannya yang disita itu, hampir dokumen-dokumen yang enggak ada hubungannya dengan pelanggaran Pasal 21. Kaya misalnya ada dokumen yang berkaitan dengan perkara lain, yang tidak ada hubungannya dengan menghalang-halangi ini, itu juga diambil oleh penyidik dan dilakukan penyitaan," ujarnya.

 

Sapriyanto memberi contoh dokumen yang disita dan tidak ada kaitannya dengan kasus ini seperti akta pernyataan pemegang saham, ada rapat umum pemegang saham perusahaan lain, kemudian berita acara. Ada juga dokumen terkait dengan kasus e-KTP.

 

"(Total) 27 dokumen. Itu yang saya katakan tadi, ada akta pernyataan rapat umum pemegang saham dari 9 perusahaan yang kita anggap tidak ada hubungannya dengan Pasal 21. Kemudian yang kedua ada handphone, ada CD. Saya nggak tahu CD itu isinya apa karena belum dibuka, itu yang disita," terang Sapriyanto.

 

Sebagai advokat, menurut Sapriyanto, Fredrich berhak dan dilindungi untuk menyimpan dokumen milik kliennya sesuai dengan UU Advokat. "Menyimpan dokumen dari kliennya dan itu harus mendapat perlindungan dan tidak boleh disita. Kemudian tidak boleh dilakukan pemeriksaan, itu diatur dalam UU Advokat. Jadi kami melihat penyitaan yang dilakukan itu bertentangan dengan KUHAP dan bertentangan dengan UU Advokat," katanya.

Tags:

Berita Terkait