Sidang Paripurna Ditunda, Peluang Galang Penolakan RUU KPK
Berita

Sidang Paripurna Ditunda, Peluang Galang Penolakan RUU KPK

Demokrat dan PKS sudah berbalik arah menolak Revisi UU KPK. Solusi bila revisi dibatalkan yakni dengan merevisi SOP internal KPK.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Kali kedua rapat paripurna yang mengegendakan antara lain Revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ditunda. Alasan penundaan disebabkan ketidaklengkapan jumlah pimpinan DPR dalam mengambil keputusan. Itu sebabnya, agenda rapat paripurna yang sedianya digelar di Gedung DPR, Kamis (18/2) kandas.

Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengatakan penundaan sebagai pertanda baik dalam rangka meningkatkan konsolidasi antar fraksi partai di parlemen untuk menguatkan suara penolakan terhadap RUU KPK. Sekaligus, menjaring masukan dari publik terkait dengan rencana revisi UU tersebut. Partai Gerindra tempat Supratman bernaung sedari awal konsisten menolak UU KPK dilakukan revisi.

Belakangan, sikap Gerindra diikuti Partai Demokrat. Partai besutan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhyono itu berbalik arah. Meski dalam dalam rapat pleno, pandangan mini fraksi Demokrat menyetujui RUU KPK, belakangan terakhir balik badan. Demokrat mengikuti jejak Gerindra melakukan penolakan.

“Dan saya dengar juga, PKS pun ikut (menolak, red). Mudah-mudahan sikap fraksi lain bisa berkesesuaian. Mudah-mudahan dengan ditunda ini bisa ada langkah lain untuk konsolidasi dengan partai lain,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, mengatakan tidak alergi dengan revisi UU KPK, namun muatan materi substansi RUU KPK mesti berisi penguatan kelembagaan dan kewenangan KPK. Namun sayangnya, dalam draf RUU KPK justru dinilai bermuatan pelemahan kewenangan dan kelembagaan KPK.

“Tapi bahwa standing draf RUU sekarang ini kami melihat memang melemahkan, ya kami tolak,” ujarnya.

Ia memastikan dalam rapat paripurna yang rencananya akan digelar pada Selasa (23/2) pekan depan, Demokrat akan tetap menolak sepanjang tidak ada perubahan draf RUU menjadi menguatkan KPK. Demokrat, kata Didik, bakal menolak seluruhnya. Sekalipun dalam rapat paripurna ternyata tetap menyetujui untuk dilakukan pembahasan, Demokrat berupaya tetap objektif.

Menurutnya, Demokrat akan tetap mengikuti mekanisme dengan melakukan pembahasan, yakni tetap menyuarakan penguatan terhadap kewenangan KPK. Setidaknya, dalam pembahasan nantinya diharapkan adanya pergeseran sikap fraksi partai lain.

“Jadi kita obyektif saja dan berjuang all out dan utuh. Jika hari ini dalam pengambilan keputusan kalah, bukan berarti tidak ikut membahas. Kita ingin terus berjuang sampai ruang itu habis,” imbuhnya.

Anggota Komisi X dari Fraksi Hanura mengatakan, penundaan lantaran Rapat Bamus hanya dihadiri oleh Ketua DPR Ade Komarudin. Sementara empat lainnya sedang berada di luar kota. Padahal, Rapat Bamus minimal dihadiri oleh dua pimpinan DPR. Terlepas dari adanya penolakan dari Gerindra dan Demokrat, Dadang menilai kedua partai itu memanfaatkan situsi agar paripurna tak dapat digelar.

“Pak Fadli Zon dan Pak Agus Hermanto kan fraksinya menolak. Jadi ini teknis yang situasinya dimanfaatkan,” katanya.

Meski menunggu rapat Bamus berikutnya digelar sebelum paripurna, seraya memantau pergerakan politik yang dinamis di parlemen. Pasalnya, boleh jadi ada fraksi partai yang berubah haluan menyikapi RUU KPK. Ia menilai sikap presiden akan menentukan jadi tidaknya RUU KPK dibahas. Pasalnya, presiden kini berada di Amerika.

“Dalam rapat sebelumnya pernah disampaikan PKS misalnya ingin menunggu presiden, tapi akhirnya menolak,” katanya.

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno, mengingatkan kepada pihak yang sengaja mengulur waktu bakal merasakah kelelahan. Partainya tetap kekeuh melakukan revisi sekalipun jumlah fraksi yang menolak bertambah. Yang pasti, bila Presiden Jokowi  balik badan terhadap RUU KPK, PDIP menyerakan sepenuhnya kepada pemerintah.

“PDIP seperti filsuf Cicero, kalau berjuang untuk kebenaran semua konsekuensinya harus nanggung termasuk tidak populer, tidak laku,” tandasnya.

Solusi selain revisi
Supratman yang juga menjabat Ketua Badan Legislasi itu berpandangan, dengan meniadakan revisi sementara waktu, cara yang dapat ditempuh adalah memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di internal KPK. Sambil menunggu pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP rampung, KPK dapat menggunakan SOP yang telah diperbaiki.

Pemerintah pun dapat menempuh langkah menarik diri. Solusinya itu tadi, memperbaiki SOP internal KPK sekaligus menampik adanya upaya politisasi. KPK pun dapat tetap menggunakan UU KPK yang berlaku saat ini tanpa adanya kekosongan hukum. “KPK memang punya kelemahan, tapi cara perbaikannya sekarang adalah memperbaiki SOP internal itu sendiri. Supaya tidak timbul ada kesan politisasi, revisi saat ini tidak tepat,” ujarnya.

Partai besutan Prabowo Subianto itu bakal konsisten menolak, sekalipun RUU berasal dari usul inisiatif DPR mau pun pemerintah. Supratman menyangkal bila sikap penolakan Gerindra dalam rangka meraih simpati publik untuk mendapatkan pencitraan partai.

“Terlalu naif kalau sekedar pencitraan. Itu kan penilaian publik, biarkan. Ini keputusan buat kebangsaan. Ini konsekuensi kita sekalipun ada kader yang terkena kasus korupsi. Kami  akan menolak (RUU KPK)  walau itu inisiatif pemeritah atau DPR,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait