Sidang Great River Rusuh, Hakim Diselamatkan dari Ventilasi
Utama

Sidang Great River Rusuh, Hakim Diselamatkan dari Ventilasi

Di sandera diruangan kerjanya sendiri, hakim terpaksa kabur lewat atap. Polisi pun akhirnya turun tangan. Kekurangpahaman akan hukum acara di PHI menjadi pemicu kerusuhan.

CRK
Bacaan 2 Menit

 

Lanjut Djoko Indonesia memang belum memiliki aturan khusus tentang contempt of court. Ketertiban jalannya persidangan  akan diatur dalam RUU KUHP. Walau tidak spesifik sebenarnya KUHP pun memiliki beberapa ketentuan. Tatatertib diruang sidang juga sudah diatur dalam surat keputusan Menkeh.

 

Keamanan hakim memang perlu juga dipikirkan. Pengadilan seharusnya mengantisipasi rencana kedatangan massa. Pengadilan harus berkordinasi dengan aparat kepolisian untuk menghindari pengerahan massa yang misalnya bertujuan menekan para hakim.

 

Luhut Pangaribuan, advokat berpengalaman yang juga dosen praktik hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menganggap salah satu kemungkinan sebab kerusuhan ialah persoalan keamanan. Pengadilan dianggapnya kurang persiapan sebelum mengadili perkara tertentu. Biasanya cuma ada satpam dan kalau tidak cukup bisa minta polisi sebelum mengadili. Jadi sebenarnya (pengadilan-red) bisa cepat tanggap ujarnya. Mekanisme internal pengamanan juga dinilai tidak beres.

Menurutnya keamanan harus dipikirkan oleh PHI maupun pengadilan lainnya.

 

Kurang paham hukum acara

Tampaknya kandasnya gugatan terkait dengan kurangnya penguasaan akan hukum acara di PHI. Sri Razziaty, anggota majelis yang terpaksa turun dari atap gedung tanpa alas kaki mengklaim dirinya mengerti perasaan buruh. Tetapi menurutnya putusan tersebut telah memiliki alasan yang cukup. Kita sudah sangat hati-hati dalam memberikan pertimbangannya ujarnya setelah berhasil menyelinap keluar gedung  dengan rok terkena tanah. Ia menambahkan seharusnya kuasa hukum pekerja, Baso Rukman, tahu peraturan perundang-undangan, mengingat posisinya sebagai mantan pengadil di P4P.

 

Anggota majelis lainnya yakni Junaedi, membenarkan bahwa memang ada beberapa perkara PHI kandas karena kesalahan yang sederhana, meski banyak juga yang diterima. Tidak semua melek hukum acara ujarnya. Hal ini terutama orang yang bukan berlatarbelakang hukum, meski pengacara juga tak lepas dari kesalahan ini. Sebenarnya intinya itu ialah UU PPHI tukasnya.

 

Berbeda dengan P4D dan P4P yang cenderung memihak buruh, Djoko Sarwoko berpendapat hakim PHI harus bersikap netral. P4D dan P4P ialah layaknya peradilan semu, mereka tidak punya kewenangan melaksanakan putusan. Sedangkan  PHI memiliki tersebut. Ini bukan soal lemah dan kuat, intinya ialah rasa keadilan berdasarkan hukum tandasnya. 

 

Solusi masalah ketidaktahuan menurut Djoko ialah Serikat Pekerja Seluruh Indonesia harus mengusahakan para penasehat hukum. Akan lebih baik lagi bila Organisasi pekerja menempatkan penasehat hukum di setiap PHI. Hendaknya pengacara jangan hanya menangani perkara besar, tetapi turut perkara pekerja yang tidak mampu. 

 

Seperti layaknya di Pengadilan Tata Usaha Negara dismissal process juga dimungkinkan. Sekedar mengingatkan, dismissal process ialah  pemeriksaan pendahuluan untuk melihat kelengkapan syarat administratif.  Meski untuk itu, perlu ada payung hukumnya simpul Djoko.

 

Tags: