Siasat MK Hadapi 'Banjir' Sengketa pada Pilkada Serentak 2024
Utama

Siasat MK Hadapi 'Banjir' Sengketa pada Pilkada Serentak 2024

Seperti penyelenggaraan coaching clinic secara bertahap bagi seluruh elemen penyelenggara penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah, membentuk tim telaah perkara, hingga membagi tiga panel untuk sembilan hakim konstitusi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
 Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Saldi Isra. Foto: RES
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Saldi Isra. Foto: RES

Pelaksanaan pesta demokrasi berupa pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak bakal berlangsung di 545 kabupaten/kota se-Indonesia, 27 November mendatang. Menyikapi kemungkinan bakal terjadi ‘banjir’ permohonan sengketa perolehan hasil suara, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menyiapkan strategi.

Wakil Ketua MK, Prof Saldi Isra mengatakan keserentakan pemilihan yang bakal dilaksanakan pada 545 kabupaten/kota se-Indonesia menjadi pekerjaan besar MK. Karenanya dibutuhkan berbagai persiapan yang matang. Belajar dari pengalaman pelaksanaan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) sebelumnya, MK melakukan berbagai langkah.

Antara lain melalui penyelenggaraan coaching clinic yang akan dilaksanakan secara bertahap bagi seluruh elemen penyelenggara penyelesaian perkara PHP Kada. Mulai dari hakim hingga pegawai MK dan para calon politisi. Tak hanya itu, MK pun membentuk tim telaah perkara seperti yang telah dijalankan pada PHPU 2024 lalu.

Sedari awal MK mendeteksi bobot perkara yang dimohonkan ke MK tersebut. Dengan begitu, saat perkara didistribusikan kepada para hakim konstitusi yang terbagi pada tiga panel dapat menyelesaikan seluruh perkara dengan tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan undang-undang.

Baca juga:

MK hanya diberikan waktu selama 45 hari untuk dapat menyelesaikan perkara pada PHP Kada. Menurut Prof Saldi, pelaksanaan coaching clinic bagi para calon politisi ini nantinya MK berharap setidaknya mereka harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan pengajuan permohonan ke MK.

Guru Besar Hukum Tata Negara  Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menegaskan, pada persidangan penyelesaian perkara Pilkada 2024 mendatang, kesembilan hakim konstitusi bakal dibagi ke dalam tiga panel untuk menyelesaikan perkara pilkada. Yakni dengan mendasari pada dalil pemohon, jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan keterangan Bawaslu.

Dia menyarankan sejak ditetapkan sebagai calon politisi mesti mempersiapkan diri untuk berperkara ke MK. Pasalnya kendati menjadi pihak pemenang, bakal menjadi pihak yang memberikan keterangan atas dalil pemohon

“Jadi jangan mencari bukti-bukti setelah hasil diumumkan KPU agar nantinya tidak mengalami kesulitan, sehingga dapat membuktikan dalil-dalil dengan data dan bukti yang kuat,” ujarnya dalam Seminar Nasional Universitas Mahasaraswati Denpasar bertajuk ‘Persiapan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah’, sebagaimana dikutip dari laman MK, Jumat (2/8/2024).

Terpisah, Hakim Konstitusi Prof Enny Nurbaningsih mengatakan MK mesti mampu mencerminkan sebagai lembaga yang mewujudkan judicialization of politics bukan sebaliknya. Dia berharap semua elemen bekerja dalam penyelenggaraan pemilu mengedepankan rule of law, bukan rule by law.

Baginya, pembagian kewenangan antara KPU, Bawaslu, DKPP, dan MK dalam UU Pemilu sudah sangat jelas. Namun demikian, Prof Enny menilai perlu adanya penyesuaian agar sesuai dengan perkembangan dan putusan MK. Karena itulah UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah saatnya direvisi lantaran sudah banyak yang tidak relevan dengan perkembangan yang ada. Termasuk mesti menyesuaikan dengan putusan MK.

“Bawaslu memiliki kewenangan yang luar biasa dalam proses bagaimana bisa mengawasi jalannya tahapan di dalam pemilihan umum, termasuk DKPP, dan MK itu diberikan slot kecil yaitu perselisihan hasil pemilihan umum,” ujarnya dalam webinar bertajuk  ‘Pemilu Serentak 2024 dan Penyelesaian Perselisihan Hasil’.

Enny menjelaskan, waktu penyelesaian PHPU memiliki perbedaan. Yakni 14 hari untuk perkara Pemilihan Presiden (Pilpres), 30 hari untuk pemilihan calon anggota legislatif (Pileg), dan 45 hari untuk Pilkada. Fokus utama dalam PHPU tentang memastikan hasil rekapitulasi yang telah ditetapkan oleh KPU dapat diterima dengan baik.

Namun praktiknya, pada prosesnya amat dinamis dan dapat dipantau oleh semua pihak yang berkepentingan. Nah, MK berperan penting dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, seperti perkara Pilpres, Pileg, maupun Pilkada. Realitanya, MK tak semata mengacu pada angka.

Secara faktual, menurut Prof Enny MK memiliki peran penting dalam menjaga agar konstitusi tetap tegak sebagai the guardian of Constitutionalias penjaga konstitusi. Kemudian MK tidak melihat sengketa pemilu bermuatan politik., tapi  bagaimana kemudian MK mencerminkan diri sebagai judicialization of politics. 

Lebih lanjut Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH-UGM) itu menjelaskan MK telah memberikan pertimbangan hukum yang dapat menjadi panduan bagi pembentuk UU. Apalagi hal tersebut menjadi bagian dari kebijakan politik terbuka yang memberikan pedoman tentang keserentakan.

Mengacu Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021, desain pemilihan umum serentak secara nasional yang dipilih oleh pembentuk UU pada 2024 adalah pemilu serentak dalam 2 tahap. Yakni Pemilu serentak untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan Anggota DPRDyang dilaksanakan pada 14 Februari 2024 lalu. Setelah itu dilaksanakan Pilkada serentak secara nasional dilaksanakan pada 27 November 2024.

Bagi Prof Enny, MK dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021 menekankan pentingnya melibatkan aspirasi masyarakat dalam pembentukan UU Pilkada. Prinsip kontestasi dan partisipasi, menurut MK merupakan indikator kunci dalam meningkatkan kualitas demokrasi elektoral.

Tags:

Berita Terkait