Skema bisnis PKPA yang demikian rupa berpotensi memberikan keuntungan yang berlipat bagi pihak tertentu yang kebetulan punya peran baik di Peradi maupun organisasi advokat yang sekaligus menjadi pengajar PKPA. Dengan begitu, anggapan yang merebak belakangan ini bahwa penyelenggaraan PKPA hanya mengejar profit semata sulit ditepis.
Persaingan antar organisasi
Masalah menyangkut fulus dari penyelenggaraan PKPA sempat mencuat dalam Rapat Kerja Nasional Ikadin di Medan (10-11 Juni 2005). Ketatnya persaingan harga dan biaya pendidikan di antara delapan organisasi advokat di berbagai daerah memaksa Ikadin untuk membahas masalah itu secara khusus dalam Komisi bidang Program Kerja dalam Rakernas di Medan.
Akhirnya, komisi tersebut mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang salah satunya mengatakan bahwa standar biaya pendidikan advokat diserahkan kepada kondisi daerah masing-masing.
Persaingan penyelenggaraan PKPA ternyata tidak hanya terjadi diantara delapan organisasi advokat, tapi juga antara pengurus pusat dan cabang organisasi advokat tertentu, dalam hal ini Ikadin. Pasalnya, di beberapa daerah DPP Ikadin dianggap kurang mengikutsertakan DPC setempat dalam kerjasama dengan perguruan tinggi setempat.
Menanggapi hal tersebut kemudian dikeluarkanlah rekomendasi bahwa setiap kali DPP Ikadin menyelenggarakan PKPA yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di daerah, harus melibatkan DPC Ikadin setempat. Persaingan seperti ini hampir pasti tidak hanya terjadi di tubuh Ikadin tapi juga di organisasi lain yang banyak menggelar program PKPA di banyak wilayah.
Penyelenggaraan PKPA memang tampaknya layak menjadi rebutan dan boleh jadi mulai dianggap sebagai bisnis sampingan yang menjanjikan buat para advokat (pengurus organisasi) dan juga fakultas hukum. Betapa tidak, sarjana hukum yang jumlahnya puluhan ribu di seluruh Indonesia adalah pasar yang gurih.
Jadi wajar bila tidak sedikit penyelenggara PKPA di Jakarta yang berani memasang iklan secara mentereng di harian terbesar berskala nasional yang tarifnya mencapai puluhan juta sekali cetak. Semoga saja hal itu tidak akan membuat para calon advokat berorientasi menjadi advokat pencetak uang semata. Amin.
No | Organisasi Advokat Penyelenggara | Mitra |
1 | AAI Bandung | Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. |
2 | AAI Bandar Lampung | - |
3 | AAI Denpasar | Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar |
4 | AAI Jember | Fakultas Hukum Universitas Jember |
5 | AAI Malang | Fakultas Hukum Brawijaya Malang |
6 | AAI Makassar | Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar |
7 | AAI Manggarai | - |
8 | DPP AAI | Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan Jakarta |
9 | DPP AAI | Yan Apul & Founners Jakarta |
10 | AAI Palembang | Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya |
11 | AAI Surabaya | Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya |
12 | AAI Pekanbaru | - |
13 | AAI Bogor | Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor |
14 | HKHPM | Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta |
15 | Delapan organisasi advokat di Jakarta | Fakultas Hukum Universitas Indonesia |
16 | AKHI-HKHPM | Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta |
17 | Ikadin | Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta |
18 | DPP Ikadin | Lembaga Pendidikan Hukum Jakarta Study Center |
19 | Ikadin | Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta |
20 | Ikadin Jawa Barat | Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor |
21 | Ikadin | Universitas Islam Indonesia Yogyakarta |
22 | AAI | Stibisnis Semarang |
23 | Ikadin | Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Jakarta |