Siap-siap! Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun 2020
Utama

Siap-siap! Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun 2020

Ada beberapa sebab yang membuat naiknya iuran BPJS Kesehatan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Diskusi soal rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2010.
Diskusi soal rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2010.

Iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan direncanakan naik pada Januari 2020. Kenaikan iuran tersebut merupakan jalan keluar yang diambil pemerintah untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan selama ini. Pemerintah menganggap kenaikan iuran ini merupakan jalan keluar terakhir yang diambil karena dianggap mampu mempertahankan program jaminan kesehatan.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menjelaskan iuran saat ini dianggap tidak mampu menutupi biaya layanan kesehatan para peserta. Sehingga, risiko defisit laporan keuangan BPJS Kesehatan semakin membesar. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu layanan kesehatan para peserta saat berobat.

 

Dia menjelaskan rekomendasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini merupakan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil pemeriksaan tersebut menemukan salah satu penyebab utama defisit BPJS Kesehatan adalah besarnya selisih iuran dari peserta dengan perhitungan aktuaria atau penaksiran asuransi.

 

“Kenapa program ini defisit? BPKP mengaudit seluruh rumah sakit, puskesmas bahkan dokter yang terhubung dengan layanan ini (BPJS Kesehatan). Memang ada potensi fraud tapi tidak sampai 1 persen. Yang direkomendasikan harus ada penyesuaian (iuran) berdasarkan perhitungan aktuaria,” jelas Fachmi dalam disukusi “Iuran BPJS Kesehatan” di Jakarta, Senin (7/10).

 

Faktor lain penyebab defisit membengkak yaitu terdapatnya peserta yang membayar iuran saat ingin berobat saja. Setelah sembuh peserta tersebut berhenti melanjutkan pembayaran iuran secara rutin. Padahal, Fachmi menerangkan inti program ini yaitu saling membantu sesama peserta.  

 

“Dalam hal perbaikan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan jangan dianggap memberatkan masyarakat. Pasalnya, sistem BPJS Kesehatan bersifat gotong royong di mana yang kaya mensubsidi yang miskin dan yang sehat mensubsidi yang sakit,” jelasnya.

 

(Baca: Ini Usulan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

 

Selain itu, kelalaian masyarakat dalam membayar iuran atau premi BPJS juga membuat defisit pada BPJS Kesehatan mencapai Rp32,8 triliun, melebar dari proyeksi awal yang sebesar Rp28 triliun. Ia menambahkan, jika iuran peserta tidak dinaikan defisit akan terus melonjak setiap tahunnya dan mencapai Rp77,9 triliun di 2024.

 

Dia memaparkan bahwa ada 96,8 juta untuk peserta tidak mampu (miskin) yang iurannya ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. JDia menghitung rata-rata iuran BPJS Kesehatan Rp 40.000 sementara pengeluaran rata-rata capai Rp 50.000. Ini yang membuat defisit. Kalau dihitung berdasarkan kelas, misalnya kelas I, iuran normalnya harusnya Rp 300.000 per bulan tetapi pemerintah hanya membebankan Rp 160.000.

 

(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Tidak Pantas Naik?)

 

Atas kondisi tersebut, masyarakat dihimbau untuk bersiap diri bahwa pemerintah sudah memutuskan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik pada 2020. Kenaikan tersebut pada kelas I menjadi Rp160.000 dari Rp80.000 per bulan. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Sedangkan, kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa.

 

"Setiap tahun defisit ini semakin lebar, itu sangat terkait dengan akses yang semakin baik. Membuat rate utilisasi meningkat, dulu saat awal program kerja berjalan, data untuk masyarakat miskin rate utilisasi-nya sangat kecil, sekarang sudah mendekati rate rata-rata,” tambahnya.

 

Perlu diketahui terdapat berbagai kategori peserta BPJS Kesehatan, antara lain Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah sepenuhnya. Kategori Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) yang umumnya karyawan swasta, dan kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang biayanya dibayar secara mandiri.

 

Kenaikan tarif yang telah disepakati pemerintah:

  1. PBI kenaikan dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa
  2. ASN/TNI/Polri mengalami penyesuaian dari semula iuran 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluarga dengan tanggungan pemerintah 3 persen dan 2 persen ditanggung ASN/TNI/Polri menjadi 5 persen dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi dan tunjangan penghasilan bagi PNS daerah dengan batasan gaji maksimal Rp 12 juta. Sebanyak 4 persen ditanggung pemerintah dan 1 persen ditanggung ASN/TNI/Polri.
  3. PPU-BU mengalami penyesuaian semula 5 persen dari total upah dengan batas atas Rp 8 juta dengan tanggungan pemberi kerja sebesar 4 persen dan 1 persen ditanggung pekerja. Berubah menjadi 5 persen dari total upah dengan batas atas Rp 12 juta dengan tanggungan 4 persen oleh pemberi kerja dan 1 persen ditanggung pekerja.
  4. PBPU mengalami kenaikan pada kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa. Dan, kelas 1 naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160.000 per jiwa.

 

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menegaskan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dengan baik.

 

"Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," jelasnya.

 

Menurutnya, selain kenaikan iuran terdapat pilihan lain dalam memperbaiki keuangan BPJS Kesehatan. Cara tersebut antara lain perbaikan sistem dan manajemen JKN dan  manajemen pengeluaran dalam pelayanan. "Dua hal itu, yang utama yang harus diperhatikan dan perlu diperbaiki. Peserta harus valid, dan mereka benar-benar membayar iuran. Dalam hal pelayanan juga harus  tepat, jangan ada fraud," imbuhnya.

 

Menurutnya, banyak peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yaitu orang yang membayar mandiri atau dari sektor informal yang baru mendaftar pada saat sakit (kondisi adverse selection) lalu setelah mendapat layanan kesehatan berhenti membayar iuran.

 

"Rendahnya tingkat keaktifan peserta PBPU yaitu hanya sekitar 54%, sementara tingkat utilisasi (penggunaan asuransi) sangat tinggi. Ini yang membuat keuangan BPJS Kesehatan bleeding. Ini yang harus diperbaiki," katanya.

 

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani menilai kenaikan iuran ini untuk memperbaiki pelayanan BPJS Kesehatan. Menurutnya, dengan defisit sejak tahun 2014, BPJS Kesehatan tidak bisa memberikan biaya kepada fasilitas kesehatan di tingkat pertama maupun tingkat lanjut, penyedia layanan obat dan alkes. Hal ini berujung faskes tidak bisa melayani pengobatan untuk masyarakat.

 

"Salah satu upaya agar pelayanan kesehatan masyarakat tidak terganggu, Kemenkes dan BPJS melakukan financing supply chain agar pasokan obat dan alat-alat kesehatan tetap tersedia di fasilitas layanan kesehatan," jelas Kalsum.

 

Kalsum menerangkan terdapat dua opsi regulasi selain kenaikan iuran. Pilihan tersebut yaitu pengurangan manfaat atau layanan kesehatan dan pendanaan pemerintah. Menurutnya, pendanaan pemerintah selama ini telah dilakukan namun masih belum mampu menutupi defisit BPJS Kesehatan. Sedangkan, pengurangan manfaat dianggap tidak dapat dilakukan karena besarnya kebutuhan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan.

 

“Pengurangan manfaat akan sulit, karena masyarakat masih membutuhkan pelayanan. Apalagi BPJS Kesehatan mencakup semua penyakit dan sudah 233 juta kunjungan ke fasilitas kesehatan memakai BPJS. Untuk itu memang pemerintah bersepakat menyesuaikan besaran iuran, ini sudah dihitung berdasarkan perhitungan aktuaria dan disiapkan penerbitan regulasinya, kita juga harus melakukan pengawasan pengeluaran, review rumah sakit dan dan fraud,” jelas Kalsum.

 

Ketentuan tarif BPJS tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Nantinya, perlu Perpres baru untuk menyesuaikan kenaikan tarif untuk seluruh kategori peserta BPJS Kesehatan.

 

Tags:

Berita Terkait