Dia memaparkan bahwa ada 96,8 juta untuk peserta tidak mampu (miskin) yang iurannya ditanggung pemerintah pusat melalui APBN. JDia menghitung rata-rata iuran BPJS Kesehatan Rp 40.000 sementara pengeluaran rata-rata capai Rp 50.000. Ini yang membuat defisit. Kalau dihitung berdasarkan kelas, misalnya kelas I, iuran normalnya harusnya Rp 300.000 per bulan tetapi pemerintah hanya membebankan Rp 160.000.
(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Tidak Pantas Naik?)
Atas kondisi tersebut, masyarakat dihimbau untuk bersiap diri bahwa pemerintah sudah memutuskan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik pada 2020. Kenaikan tersebut pada kelas I menjadi Rp160.000 dari Rp80.000 per bulan. Kemudian kelas II menjadi Rp110.000 dari sebelumnya Rp59.000 per bulan. Sedangkan, kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa.
"Setiap tahun defisit ini semakin lebar, itu sangat terkait dengan akses yang semakin baik. Membuat rate utilisasi meningkat, dulu saat awal program kerja berjalan, data untuk masyarakat miskin rate utilisasi-nya sangat kecil, sekarang sudah mendekati rate rata-rata,” tambahnya.
Perlu diketahui terdapat berbagai kategori peserta BPJS Kesehatan, antara lain Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah sepenuhnya. Kategori Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) yang umumnya karyawan swasta, dan kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang biayanya dibayar secara mandiri.
Kenaikan tarif yang telah disepakati pemerintah:
|
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menegaskan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dengan baik.
"Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," jelasnya.