'Si Mobil Lecet' yang Mengejar Posisi Hakim Agung
Munir Fuady

'Si Mobil Lecet' yang Mengejar Posisi Hakim Agung

Jika Anda adalah Sarjana Hukum yang berkali-kali ikut ujian advokat dan selalu gagal, Anda tak perlu meratapi nasib. Sebab, ada nih seorang pengacara yang justru berkali-kali gagal ketika ingin 'keluar' dari profesinya sebagai advokat. Lho?

Her
Bacaan 2 Menit

 

Semasa kuliah S-1, berkat prestasi akademik, sejak semester tiga hingga lulus Munir berhasil menggondol beasiswa Supersemar. Saya adalah angkatan pertama penerima beasiswa Supersemar pada tahun 1975, kenangnya. Karena itu, tidak mengejutkan, ketika Yayasan Supersemar digugat di PN Jakarta Selatan, Munir menjadi kuasa hukum penerima beasiwa Supersemar yang mengajukan gugatan intervensi.

 

Tak hanya dari Supersemar, Munir juga merengkuh beasiswa dari berbagai organiasasi lain. Ia pernah merebut beasiswa Ford Foundation, TMPD (Tim Manajemen Program Doktor), dan Fullbright. Dengan beasiswa yang terakhir ini ia meraih gelar LLM dari Law School, Southern University, Dallas, USA.

 

Kini Munir menyadari, mengejar posisi hakim agung ternyata tidak segampang merengkuh beasiswa. Kondisinya bisa demikian kontras, karena penilaian dalam seleksi hakim agung tak sepenuhnya objektif. Asalkan penilaian dilakukan secara objektif, tidak ada kamus gagal di benak Munir. Tentu, Tergantung juga sama Yang di Atas, ujar suami Aklima ini.

 

Sehari-hari, Munir kini mengoperasikan kantor hukum miliknya. Sebelum punya lawfirm sendiri, ia pernah bekerja di kantor advokat milik Ghani Djemat. Ia juga pernah bergabung dengan lawfirm Lubis Ghani Surowidjojo. Dari profesi ini Munir sukses mengumpulkan rupiah. Terakhir –berdasarkan data Komisi III saat yang bersangkutan mengikuti seleksi hakim konstitusi beberapa waktu lalu- kekayaannya mencapai Rp2,5 miliar. Empat mobil mulus ia punya: Sedan Mercy, Kijang Innova, Atoz Hyundai, dan Volvo.

 

Jika suatu ketika di jalanan yang macet Anda ketemu 'Si Mobil Lecet' ini sedang mengendarai mobil mulusnya, cobalah menyapa dengan menjiplak iklan rokok, Apa obsesimu? Tentu, jawabannya bukan ingin menjadi sutradara. Sambil merapikan dasinya, mungkin ia akan menjawab, Saya ingin menjadi hakim agung.

Tags: