Shidarta: Euforia Pembatalan Status Tersangka BG Salah Kaprah
Profil

Shidarta: Euforia Pembatalan Status Tersangka BG Salah Kaprah

KPK hanya dianggap tidak berwenang, bukan berarti tindak pidananya tidak ada.

NOV
Bacaan 2 Menit
DR Shidarta, SH, MH. Foto: http://business-law.binus.ac.id
DR Shidarta, SH, MH. Foto: http://business-law.binus.ac.id

Euforia pasca putusan praperadilan hakim tunggal Sarpin Rizaldi masih terasa bagi para pendukung Komjen (Pol) Budi Gunawan. Mereka menganggap dengan adanya putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka Budi Gunawan, jenderal bintang tiga Kepolisian ini sudah tidak berstatus tersangka.

Padahal, Hakim Sarpin hanya mengatakan penetapan tersangka tidak sah karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang menangani perkara Budi Gunawan karena UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur secara limitatif kewenangan KPK dalam menangani perkara korupsi.

Pasal 11 UU KPK mengatur KPK hanya berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara, penegak hukum, mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Mengingat jabatan Budi Gunawan saat menjadi Kepala Biro Pembinaan dan Karir Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Mabes Polri bukan termasuk penyelenggara negara dan aparat penegak hukum, serta kasus Budi Gunawan bukan kategori meresahkan dan merugikan negara Rp1 miliar, KPK dinilai tidak berwenang.

Pengajar Filsafat Hukum Universitas Bina Nusantara (Binus) DR Shidarta, SH, MH mengatakan, dalam kasus ini, KPK hanya dianggap tidak berwenang menangani dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Budi Gunawan. Bukan berarti KPK tidak memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Berikut kutipan wawancara hukumonline dengan DR Sidharta SH, MH, Rabu (18/2):

Sekarang ini ada euforia Budi Gunawan "lepas" dari status tersangka. Bagaimana tanggapan Anda mengenai status tersangka Budi Gunawan pasca putusan praperadilan?

Tidak bisa begitu. Berdasarkan Pasal 6 UU KPK, KPK mempunyai tugas koordinasi dan supervisi terhadap instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi. Nah, dalam hal ini, KPK hanya dinyatakan tidak berwenang menangani, bukan berarti tindak pidananya tidak ada. Jadi, KPK bisa melakukan koordinasi dengan melimpahkan penanganan perkara itu kepada institusi penegak hukum lain.

Institusi penegak hukum mana yang dimaksud?

Institusi penegak hukum lain yang saya maksud adalah Kejaksaan atau Kepolisian. KPK dapat mengambil start awal penetapan tersangka dengan estimasi KPK sudah memiliki bukti permulaan yang cukup. Kalau ternyata di kemudian hari, KPK dianggap tidak berwenang, KPK dapat melimpahkan ke Kepolisian atau Kejaksaaan.

Kalau ke Kepolisian, apa tidak khawatir "bertabrakan" karena kini sedang terjadi kisruh KPK-Polri?

Kita jangan melihat KPK dan Kepolisian sebagai dua institusi yang bertabrakan. Kedua institusi itu justru bekerja secara berdampingan karena sama-sama penegak hukum. Dengan ini, sebetulnya yang penting KPK sudah mempunyai bukti awal yang cukup. Silakan saja kalau kemudian KPK melakukan tugas koordinasinya dengan melimpahkan perkara itu ke Kepolisian atau Kejaksaan.

Ada contoh lain KPK bisa melimpahkan perkara?

Misalnya begini, KPK menangani suatu perkara korupsi yang estimasi awalnya diduga merugikan keuangan negara Rp1 miliar. Namun, setelah investigasi lebih lanjut, ternyata kerugian negara tidak sebesar itu. Dalam hal ini, bukan berarti tindak pidana korupsinya tidak ada. Hanya saja, KPK tidak berwenang menangani perkara korupsi di bawah Rp1 miliar. Dengan demikian, KPK bisa melimpahkan perkara itu ke Kejaksaan atau Kepolisian untuk tetap jalan dan disidik.

Kalau nanti setelah dilimpahkan tidak disidik dan dibiarkan menggantung?

Justru sesuai UU KPK, selain menjalankan tugas koordinasi, KPK juga memiliki tugas supervisi. Filosofi kenapa KPK itu didirikan adalah karena lembaga Kepolisian dan Kejaksaan dianggap tidak bergerak sesuai ekspektasi masyarakat. Kalau KPK menganggap instansi tersebut tidak bergerak, KPK bisa mengambil alih sebagai inisiator untuk bergerak.

Jadi, KPK bisa saja mengawali penetapan tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan estimasi bahwa perkara itu merupakan kewenangannya?

Bisa saja. Contohnya, dalam perkara Ratu Atut Chosiyah. (Walau bermula dari dugaan suap M Akil Mochtar), belakangan KPK menemukan dugaan korupsi lain menyangkut kerugian negara (dalam kasus alat kesehatan). KPK juga menemukan dan menyita harta Atut lainnya (yang terkait dugaan pencucian uang). Bisa saja dalam kasus Budi Gunawan ini, KPK kemudian menemukan unsur kerugian negara.

Berarti sah-sah saja KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka sebagai langkah awal?

Dalam tahap ini, KPK kan hanya mengumpulkan bukti minimal (Sesuai ketentuan KUHAP, penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu perkara pidana,-red). Perkembangan berikutnya, seiring dengan penetapan tersangka, dari situ terkumpul bukti-bukti lain. Menurut saya itu step berikutnya. Akumulasi dari kerugian negara bisa ditentukan setelah itu.

Tags:

Berita Terkait