Setya Novanto Bantah Terlibat dalam Korupsi Proyek PLTU Riau-1
Berita

Setya Novanto Bantah Terlibat dalam Korupsi Proyek PLTU Riau-1

Idrus Marham mengaku tidak pernah meminta bantuan kepada Kotjo dalam hal ini terkait dengan pemberian uang.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Mantan Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Persidangan kasus dugaan korupsi proyek Pembangunan PLTU Riau-1 dengan terdakwa Johannes Kotjo kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Salah satu saksi yang dihadirkan penuntut umum adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto.

 

Dalam keterangannya, Setya Novanto mengakui dirinya memang mengenal Johannes Kotjo. Ia juga mengaku pernah bertemu dengan Kotjo dan mengenalkan Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII Partai Golkar kepada Kotjo.

 

"Pernah akhir 2016. Kalau enggak salah di ruangan fraksi. Beliau ingin tahu masalah tambang. Kerjanya itu sama komisi VII. Waktu saya kenalkan saya sampaikan ada tamu lain. Kelanjutannya saya enggak tahu lagi," kata Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/11/2018).

 

Namun, ia mengaku tidak mengetahui proyek apa yang dimaksud serta apa perusahaan Kotjo. Namun saat penuntut umum membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya yang isinya bahwa ia mengetahui Kotjo salah satu pemegang saham perusahaan Blackgold, Novanto membenarkannya.

 

Penuntut umum juga menanyakan apakah Novanto ingin berpartisipasi dalam proyek tersebut, tetapi ia membantahnya. Menurut Novanto saat pertemuan dengam Dirut PLN Sofyan Basir, dirinya hanya menanyakan mengapa ada beberapa proyek listrik yang gagal di wilayah Jawa dan ramai oleh pemberitaan media.

 

"Halo Reza, ini Bapak. Za, itu Mbak Eni diajak ketemu Pak Kotjo dong, ngobrol apa yang mesti diselesain di PLN. Bisa mampir ke Dharmawangsa enggak?" kata Setya dalam rekaman tersebut.

 

Reza pun bertanya jam berapa dia harus berada di Hotel Dharmawangsa. Sang ayah menjawab, "09.30 WIB di situ, papa ada pesan buat kamu," kata Setya.

 

Penuntut umum menanyakan Novanto mengenai hal tersebut. "Oh enggak. Saya menanyakan karena masalahnya ramai di media-media. Itu sebabnya. Tidak benar," kilahnya.

 

Novanto juga membantah jika ia akan menerima fee sebesar US$1,5 juta dan sejumlah saham apabila membantu Kotjo mendapatkan proyek tersebut. Ia pun mengaku bersedia di konfrontir terkait hal tersebut.

 

Tak hanya itu, Novanto mengklaim tidak pernah menyuruh anaknya, Reza Herwindo ikut pertemuan dengan Eni dan Kotjo. Tapi, penuntut umum KPK memutar rekaman percakapan yang berisi sebaliknya, ia meminta Reza untuk bertemu dengan kedua orang tersebut.

 

Tetapi lagi-lagi Novanto berdalih. "Itu konotasinya anak saya di Kupang sama temannya. Supaya dia belajar harga PLN di Kupang. Dia punya investasi dengan temannya," dalih Novanto.

 

Novanto memang kerap mengelak ketika ditanya penuntut umum, termasuk ketika ditanya mengenai apakah ia merekomendasikan Eni bertemu dengan Kotjo. Tidak hanya penuntut umum, majelis hakim yang bertanya sejumlah hal kepada Novanto pun dijawab tidak tahu atau mengelak.

 

"Jawaban di BAP Saudara enggak pernah semua ini, padahal saksi lain bilang pernah permah pernah," kata majelis. Tapi Novanto tetap bersikeras membantahnya.

 

Hakim bahkan berkali-kali mengingatkan jika Novanto sudah disumpah. Tapi tetap saja ia konsisten membantahnya.

 

Yang menarik adalah pendapat dari Kotjo sendiri selaku terdakwa saat diminta tanggapannya atas pernyataan Novanto. "No Comment," jawabnya.

 

Nama Setya Novanto disebut dalam surat dakwaan terhadap Johannes Kotjo. Menurut jaksa, Setya rencananya akan mendapat jatah sebesar 24 persen atau sekitar US$ 6 juta dari proyek PLTU Riau-1 yang akan dikerjakan perusahaan yang diwakili Kotjo. Setya juga turut mempertemukan Johannes Kotjo dengan Eni Saragih.

 

Idrus kesal dengan Eni

Idrus Marham, mantan Menteri Kesehatan dan mantan Plt Ketua Umum Partai Golkar yang juga menjadi saksi dalam sidang kali ini mengaku mengenal Kotjo sejak tahun 2000-an sebagai pengusaha yang peduli pada bidang sosial. Namun, ia tidak mengenal Kotjo secara dekat karena dirinya sendiri bukan merupakan seorang pengusaha melainkan politisi dan akademisi.

 

Idrus pun mengakui dirinya mengetahui perkara yang menjerat Kotjo karena memberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. Dimana, dalam perkara tersebut dirinya juga ditetapkan sebagai tersangka.

 

Terkait penangkapan Eni di rumah dinas pada saat merayakan ulang tahun anak bungsunya, Idrus mengaku terkejut. Apalagi setelah membaca di media ia baru mengetahui uang suap yang diberikan kepada Eni mencapai Rp4 miliar.

 

"Karena pasca Lebaran Eni masih pinjam uang ke saya, itu buat saya agak kesal, saya bukan pengusaha, bahasanya (Eni), ‘berapa saja bang, saya enggak punya uang’. Saya kirim Sin$18 ribu, Eni ini untuk berobat, itulah saya tahu disitu," ujar Idrus, Kamis (1/1).

 

Idrus sendiri mengaku tidak tahu menahu mengenai proyek tersebut. Ia juga mengklaim tidak mengerti apa peran Eni dalam proyek tersebut, setelah baca media ia baru tahu apa peran dari wanita yang kerap dipanggilnya "Dinda" itu.

 

Tak hanya itu, Idrus mengaku tidak pernah meminta bantuan kepada Kotjo dalam hal ini terkait dengan pemberian uang. "Gak pernah saya mengatakan, gak pernah ada. Saya selama ini gak pernah keyakinan saya. Apalagi ini katanya sudah diujung, aneh kalau tiba-tiba minta bantuan saya," terangnya.

 

"Saya hanya kepentingan amal dan infaq Pak Kotjo untuk pemuda masjid," sambungnya.

 

Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang suap Rp 4,7 miliar kepada Eni Maulani Saragih. Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1. Baca Juga: Dakwaan Johanes Kotjo Ungkap Peran Setya Novanto dan Sofyan Basir

 

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa dan diupayakan oleh Kotjo. Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapat proyek PLTU Riau-1 tersebut.

 

Karenanya, Johanes Kotjo didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Tags:

Berita Terkait