Setelah Perberat Vonis Ibunda Anggota DPR, Hakim Tinggi Manado Diteror
Berita

Setelah Perberat Vonis Ibunda Anggota DPR, Hakim Tinggi Manado Diteror

Wakil Ketua PT Manado Siswandriyono dirusak rumah dinasnya dan diteror melalui telepon genggam.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ketua PT Manado Sudiwardono saat menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus suap mengamankan putusan banding dengan terdakwa Marlina Moha. Foto: RES
Ketua PT Manado Sudiwardono saat menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus suap mengamankan putusan banding dengan terdakwa Marlina Moha. Foto: RES

Ada cerita lain dalam penanganan perkara mantan Bupati Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Marlina Moha Siahaan di tingkat banding. Selain menyeret nama Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono, kasus ini diduga menyebabkan teror kepada hakim tinggi Manado.

 

Dalam keterangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Siswandriyono yang menggantikan Sudiwardono sebagai majelis yang menangani perkara tersebut mengaku mendapat sejumlah ancaman seperti pengrusakan rumah dinas dan juga teror melalui telepon genggamnya.

 

"Saat ada kongres di Bandung, rumah dinas saya diobrak-abrik, dibongkar paksa. Supir saya yang menempati di (rumah dinas) situ," kata Siswandriyono, saat menjadi saksi untuk terdakwa Sudiwardono, Rabu (28/3/2018). Baca Juga: Kisah Anggota DPR Suap KPT Manado Demi Bebasnya Ibunda

 

Sis pun akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Sulawesi Utara. Setelah kejadian tersebut, untuk sementara waktu ia tidak menempati rumah dinasnya itu dan memilih untuk menyewa penginapan. "Yang berikutnya hand phone saya diteror ketika saya tidak Manado. Saya sampaikan ke cyber juga, saya sampaikan ke Ketua Pengadilan Tinggi yang baru juga tentang itu," kata dia.

 

Dia memang tidak bisa memastikan apakah teror itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ibunda dari anggota DPR RI, Aditya Anugrah Moha. Namun, dari sejumlah kejadian, ada dugaan ke arah itu memang cukup kuat.

 

Alasannya, selain dirinya, hakim PN Tipikor Manado lain juga pernah mengalami teror serupa. Ancaman tersebut datang setelah ia memutus perkara di tingkat banding atas terdakwa Marlina dengan vonis menguatkan putusan PN Tipikor Manado dan menambah hukum yang sebelumnya 5 tahun menjadi 6 tahun penjara.

 

"Apakah ini ada kaitan dengan perkara yang saya tangani? (Karena) ternyata, hakim Tipikor Manado juga pernah diteror," ujar Siswandriyono.

 

Sis menceritakan putusan terhadap Marlina termasuk upaya penahanan yang berujung kasus suap kepada koleganya itu. Ia menggantikan posisi Sudiwardono yang telah lebih dulu ditangkap KPK karena menerima suap sebesar Sin$120 ribu dari Aditya untuk mempengaruhi putusan dan tidak lagi ditahan terhadap kasus Marlina.

 

Menurut Sis, setelah penangkapan Sudiwardono, ia yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PT Manado mengganti susunan majelis. "Yang tidak saya ubah hanya hakim ad hoc-nya, karena tidak ada lagi ad hoc-nya. Ini biar tidak ada unsur kecurigaan," kata dia.

 

Mengenai putusan itu sendiri menurut Sis, Marlina terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada Tahun 2010. Ketika itu, ia menjabat sebagai Bupati di wilayah tersebut. "Karena banyak faktor memberatkan, kami menaikkan jadi 6 tahun dan seterusnya," sambungnya.

 

Kemudian beberapa jam setelah putusan, kuasa hukum Marlina mencabut pengajuan banding. Tetapi hal itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap putusan karena selain berkas sudah dikirim ke Mahkamah Agung (MA), pihak penuntut umum juga mengajukan banding atas putusan sebelumnya.

 

Kemudian mengenai alasan penahanan, Sis mengaku khawatir Marlina melarikan diri keluar negeri. "Syarat sudah terpenuhi, yang kami khawatirkan beliau punya ekonomi tinggi. Jangan sampai lari ke luar negeri, maka majelis menahan. Itu kami pelajari sampe malam. Singkatnya sampe kami putus, diterima itu banding," tuturnya.

 

Dalam perkara ini Sudiwardono dijerat dengan dua dakwaan, Pertama Pasal 12 huruf a dan juga Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

 

Ia diduga menerima sebesar Sin$120 ribu yang diberikan oleh anggota DPR Aditya Anugrah Moha. "Terdakwa menerima hadiah sebesar Sin$80 ribu, Sin$30 ribu dan dijanjikan uang Sin$10 ribu," ujar jaksa KPK Ali Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/2) lalu.

Tags:

Berita Terkait