Setara: Kasus Munir, Pembuktian Bagi Jokowi
Aktual

Setara: Kasus Munir, Pembuktian Bagi Jokowi

ANT
Bacaan 2 Menit
Setara: Kasus Munir, Pembuktian Bagi Jokowi
Hukumonline
Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan kasus pembunuhan aktivis HAM)Munir merupakan pembuktian bagi Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan.

"Munir dibunuh ketika PDI Perjuangan berkuasa. Pollycarpus, terdakwa pembunuhan itu, dibebaskan bersyarat ketika PDI Perjuangan kembali berkuasa. Apakah keduanya ada hubungan, Jokowi yang harus membuktikan," kata Hendardi di Jakarta, Senin.

Hendardi mengatakan saat dia menjadi anggota tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir, tim menemukan fakta bahwa pembunuhan tersebut ada kaitan dengan kekuasaan. Karena itu, tak bisa disalahkan bila masyarakat kemudian beropini bahwa pembebasan bersyarat Pollycarpus di era kekuasaan PDI Perjuangan memiliki motif politik.

"Dulu motif pembunuhan Munir, yang berkaitan dengan kekuasaan, diduga adalah politik elektoral menjelang pemilu. Jokowi yang harus menjawab apakah ada motif politik di balik pembebasan Pollycarpus dengan melakukan reinvestigasi terhadap kasus itu," tuturnya.

Namun, Hendardi menyayangkan langkah Jokowi dalam menyusun kabinet yang dinilai tidak progresif dengan penegakan HAM. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno dan Jaksa Agung M Prasetyo, dianggap kurang kredibel bagi pemajuan HAM.

Menurut Hendardi, remisi yang diberikan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan pembebasan bersyarat yang diberikan pemerintahan Jokowi kepada Pollycarpus tidak salah dari sisi hukum dan konstitusi.

"Namun, remisi dan pembebasan bersyarat itu menunjukkan pemerintah tidak memiliki empati terhadap kasus itu. Yang aneh, kasus itu diduga melibatkan kekuasaan. Remisi dan pembebasan bersyarat itu berarti permaafan oleh pelaku sendiri sehingga tidak masuk akal," katanya.

Setara Institute melakukan survei persepsi kinerja HAM. Survei tersebut merupakan yang kelima sejak 2010. Terdapat 200 responden dari kalangan aktivis HAM, akademisi, jurnalis dan lain-lain yang dinilai aktif memperjuangkan HAM. Responden diminta memberikan penilaian terhadap indikator kinerja HAM yang sudah ditentukan dengan skala nol hingga tujuh. Nilai yang paling moderat adalah empat hingga lima.

Indikator utama yang menjadi alat ukur adalah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama/berkeyakinan, rancangan kebijakan HAM dan kinerja lembaga HAM, rasa aman warga dan perlindungan warga negara, penghapusan hukuman mati, penghapusan diskriminasi dan hak atas ekonomi, sosial dan budaya.

Secara umum, indeks kinerja HAM menunjukkan peningkatan bila dibanding 2013, yaitu dari 2,25 menjadi 2,49. Namun, Setara Institute menilai peningkatan tersebut secara statistik tidak signifikan menunjukkan kemajuan.
Tags: