Setahun Belum Tuntas, Novel ‘Menolak Diam’
Berita

Setahun Belum Tuntas, Novel ‘Menolak Diam’

Novel khawatir para pelaku yang mengancam pegawai KPK akan semakin berani jika kasusnya tersebut belum juga terungkap.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta Presiden Jokowi turun tangan langsung dengan cara membentuk tim khusus untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Mereka memberikan dukungan kepada KPK dan juga meminta Presiden Jokowi turun tangan langsung dengan cara membentuk tim khusus untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyatakan "menolak diam" terkait kasus penyerangan terhadap dirinya tepat satu tahun yang lalu belum juga terungkap hingga saat ini.

 

"Saya beberapa waktu yang lalu melaporkan hal itu ke Komnas HAM, kenapa? Saya tidak mau diam, saya menolak diam sebagaimana judul film tadi. Saya ingin ke depan ancaman-ancaman itu tidak bisa terus menerus dibiarkan," kata Novel yang juga didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4/2018) seperti dikutip Antara.

 

Novel mendatangi gedung KPK atas undangan dari Wadah Pegawai KPK dalam rangka memperingati satu tahun peristiwa penyerangan air keras terhadap Novel pada 11 April 2017 lalu. Adapun peringatan satu tahun pengungkapan kasus itu digelar dengan diskusi dan nonton bareng film "Menolak Diam".

 

"Saya datang ke KPK atas undangan dari Wadah Pegawai diantaranya menyaksikan pemutaran film untuk membuat semangat perlawanan antikorupsi dan juga saya ingin menyampaikan soal penyerangan terhadap saya satu tahun lalu sampai sekarang belum terungkap," tutur Novel. Baca Juga: Setahun Kasus Penyerangan Novel, Pemerintah Dinilai Tak Serius Ungkap Pelaku

 

Menurut Novel, ancaman-ancaman tidak hanya ditujukan pada dirinya, tetapi juga dialami oleh pegawai KPK lain. "Banyak sekali ancaman-ancaman kepada pegawai KPK. Saya mengalami beberapa kali ancaman teror dan juga pegawai-pegawai yang lain mengalami hal serupa," ungkapnya.

 

Dia mengharapkan semua elemen yang berhubungan dengan keamanan dan juga Presiden memberi perhatian lebih terhadap kasusnya yang belum terungkap tersebut. "Saya berharap tentunya semua elemen yang berhubungan dengan keamanan juga Bapak Presiden memberi perhatian terhadap hal ini," ucap Novel.

 

Selain itu, ia menyatakan ancaman-ancaman terhadap penyidik KPK semestinya disampaikan ke publik. "Tidak boleh dibiarkan kalau dibiarkan kemudian ini terus menerus menjadi ancaman, saya khawatir ke depan pegawai KPK menjadi takut atau menjadi menurun keberaniannya," kata Novel.

 

Ia pun khawatir para pelaku yang mengancam pegawai KPK akan semakin berani jika kasusnya tersebut belum juga terungkap.

 

"Ini tidak boleh terjadi. Karena itu, pada kesempatan sekarang ini satu tahun penyerangan terhadap saya yang belum diungkap, saya ingin menegaskan negara tidak boleh abai karena saya dan pegawai-pegawai KPK lain bekerja bukan untuk pribadi. Kami bekerja untuk kepentingan pemberantasan korupsi, kepentingan negara, bela negara," tuturnya.

 

Novel pun meyakini bahwa pimpinan KPK juga pernah mendapat ancaman.

 

"Saya juga yakin Pak Saut pernah mendapat ancaman mungkin hal itu juga saya kira kepada pimpinan yang lain. Saya yakin seperti itu meskipun saya belum pernah mendapat informasi langsung dari Pak Saut. Saya ingin menyampaikan bahwa ini tidak boleh dianggap sepele, tidak boleh dibiarkan dan saya juga kecewa dengan proses pengungkapan yang sampai sekarang belum juga diungkap," keluhnya.

 

TGPF penting

Novel Baswedan kembali menyatakan bahwa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) penting untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap dirinya.

 

"Mengenai TGPF saya sudah menyampaikan ke publik. Dan saya kira pesan itu kemudian direspon oleh Presiden. Presiden menyampaikan hal itu menunggu dari Polri, saya berpikir TGPF ini penting untuk melihat apakah betul ucapan saya bahwa ada banyak fakta yang tidak diungkap," kata Novel melanjutkan.

 

Novel menerangkan pembentukan TGPF bukan untuk mencari bukti, melainkan mencari fakta yang bisa dijadikan informasi kepada Presiden dan Kepolisian. "Ada banyak fakta yang tertutupi. TGPF bukan untuk mencari bukti, TGPF mencari fakta yang bisa memberi informasi. Dengan begitu, bisa menjadi informasi kepada Presiden dan Bapak Kapolri, sehingga upaya pengungkapannya menjadi serius dan benar," tuturnya.

 

Novel pun pernah menyatakan bahwa kasusnya tersebut tidak akan pernah diungkap. "Saya sudah menyampaikan sejak awal. Bahkan seingat saya lima bulan setelah saya di Singapura saya menyampaikan bahwa saya meyakini ini tidak akan diungkap. Apakah itu merupakan keengganan atau memang ada suatu kesengajaan, saya tidak tahu," ungkap Novel.

 

Soal kasusnya yang tidak diungkap itu, Novel menduga terkait dengan orang-orang yang mempunyai kekuasaan. "Saya pernah menyampaikan bahwa ini terkait dengan orang-orang yang punya kekuasaan. Saya menduga bahwa ada oknum Polri juga yang terlibat di sini, sehingga saya ingin menyampaikan bahwa saya menduga itu yang terjadi," katanya.

 

Novel disiram air keras oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai sholat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapura sejak 12 April 2017. Novel adalah salah satu penyidik senior KPK yang antara lain menangani kasus korupsi dalam pengadaan KTP elektronik (e-KTP). (ANT)

Tags:

Berita Terkait