Seskab: Perpres Tenaga Kerja Asing untuk Level Manajer ke Atas
Berita

Seskab: Perpres Tenaga Kerja Asing untuk Level Manajer ke Atas

Pemerintah berdalih Perpres TKA sesungguhnya hanya mempermudah administrasi penggunaan TKA, khususnya untuk tenaga kerja kelas menengah ke atas, yang selama ini berbelit-belit dan pengurusannya terlalu lama.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung. Foto: SGP
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung. Foto: SGP

Meskipun dibandingkan dengan negara lain jumlahnya di Indonesia masih rendah, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung memaklumi jika ada yang menggoreng-goreng penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, karena saat ini sudah tahun politik.

 

Akan tetapi, Pramono menegaskan bahwa Perpres itu sesungguhnya hanya mempermudah administrasi penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) khususnya untuk tenaga kerja kelas menengah ke atas, yang selama ini berbelit-belit dan pengurusannya terlalu lama.

 

“Perbaikan yang dilakukan dalam Perpres itu adalah administrasi pengurusan agar misalnya seorang direktur yang sudah bekerja di sini kan banyak kemudian mereka harus keluar dulu ke Singapura untuk izin sementara baru masuk lagi. Nah yang begitu-begitu yang diatur dipermudah. Jadi bukan mempermudah tenaga kerja asing untuk masuk. Bukan, sama sekali bukan,” tegas Pramono Anung kepada wartawan seperti dilansir situs Setkab usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/4) sore.

 

Untuk itu, kepada pihak-pihak yang keberatan terhadap terbitnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 itu, Pramono Anung berharap agar membaca dulu Perpres tersebut sebelum menyampaikan pendapat. “Banyak yang belum membaca Perpres sudah kemudian menanggapi,” ungkap Pramono.

 

(Baca Juga: Begini Isi Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing)

 

Pramono menegaskan kembali bahwa penerbitan Perpres tentang Penggunaan TKA itu sama sekali tidak berhubungan dengan tenaga non-skill, namun hanya pada level medium ke atas, seperti manajer, general manager, dan direktur yang akan memperpanjang izin kerjanya itu tidak perlu kemudian balik dulu ke Singapura baru ke sini.

 

Yang kedua, ini juga berkaitan dengan misalnya jabatan seorang direktur keuangan mau pindah menjadi direktur operasi, itu sebelumnya izin dulu. “Itu. Terlalu berbelit-belit. Nah sekarang itulah yang dipermudah,” ujarnya.

 

Seperti diketahui, akhir Maret 2018 Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres No.20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres itu banyak memuat ketentuan baru yang berbeda dari peraturan sebelumnya yakni Perpres No.72 Tahun 2014 tentang Penggunaan TKA Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping. Misalnya, sekarang pengesahan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) sekaligus sebagai izin mempekerjakan TKA (IMTA). Sebelumnya, RPTKA digunakan sebagai dasar untuk memperoleh IMTA.

 

(Baca Juga: Serikat Buruh Soroti 6 Ketentuan dalam Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing)

 

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menyoroti sedikitnya 6 ketentuan yang diatur Perpres No.20 Tahun 2018. Pertama, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan RPTKA, tapi dalam Perpres ada celah bagi pemberi kerja untuk menghindari kewajiban itu walau terbatas untuk jenis pekerjaan direksi dan komisaris serta TKA yang dibutuhkan pemerintah.

 

“Harusnya Perpres No.20 Tahun 2018 ini mematuhi ketentuan Pasal 42-49 UU Ketenagakerjaan,” urainya.

 

Kedua, ketentuan mengenai visa tinggal terbatas (Vitas) yang bisa diurus di perwakilan Republik Indonesia di luar ngeri, memberi ruang bagi TKA untuk bisa bekerja terlebih dulu di Indonesia setelah itu mengurus izin kerja. Ketiga, Pasal 6 ayat (1) Perpres No.20 Tahun 2018 berpotensi menutup kesempatan bagi pekerja profesional lokal untuk menempati jabatan di perusahaan karena TKA boleh menjabat posisi yang sama pada perusahaan yang berbeda.

 

Keempat, Perpres No.20 Tahun 2018 menghapus IMTA sehingga akan menyulitkan aparat untuk melakukan pengawasan. Regulasi itu menyatakan pengesahan RPTKA adalah IMTA, padahal keliru karena kedua hal tersebut berbeda. “Perpres ini memang memberi kemudahan bagi pemberi kerja dan TKA tapi kan melanggar ketentuan UU Ketenagakerjaan yang menyatakan ada RPTKA dan IMTA,” tukasnya.

 

(Baca Juga: Presiden Ingin Izin Tenaga Kerja Asing Dipermudah)

 

Kelima, Pasal 10 Perpres No.20 Tahun 2018 menyebut RPTKA tidak dibutuhkan bagi komisaris dan direksi serta TKA yang dibutuhkan pemerintah. Menurut Timboel ini memastikan TKA dengan jabatan tersebut tidak perlu lagi mengantongi izin, dampaknya akan menurunkan pemasukan untuk negara yakni kompensasi TKA dalam bentuk PNBP.

 

Keenam, Timboel melihat adanya Vitas dan izin tinggal terbatas (Itas) sebagaimana diatur Pasal 17 Perpres No.20 Tahun 2018 membuka ruang TKA untuk bekerja tanpa pemberi kerja yang berbadan hukum. Dia khawatir ketentuan ini digunakan oleh pemberi kerja perseorangan untuk merekrut TKA. Padahal Pasal 42 UU Ketenagakerjaan melarang perseorangan mempekerjakan TKA.

 

Namun, Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Herry Sudarmanto mengatakan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 justru bentuk kepastian hukum untuk sisi pekerja, pemberi kerja hingga pengawasan.

 

"Perpres ini justru memberi kejelasan hukum dari sisi pekerja. Kalau dulu dengan visa bisnis pekerja asing bisa dipindah ke visa kerja, sekarang sejak awal mereka masuk untuk bekerja ya harus menggunakan visa kerja tidak bisa lagi hanya pakai visa bisnis," kata Sekjen kepada Antara di Jakarta, Selasa (19/4).

 

Persyaratan untuk mendapatkan visa kerja, lanjutnya, juga dipertegas. Pemberi kerja harus berbadan hukum, calon TKA harus memiliki ijazah dengan latar belakang pendidikan yang memang sesuai dengan jabatan yang akan diisi di perusahan Indonesia. Selain itu, ia mengatakan calon TKA juga harus memiliki sertifikat kompetensi, ditambah perusahaan pemberi kerja wajib menyediakan fasilitas pelatihan bahasa Indonesia.

 

Dengan kebijakan terkait syarat keimigrasian tersebut, menurut dia, justru pemerintah ingin mempertegas kepastian hukumnya, baik untuk calon pekerja, pemberi kerja maupun pemerintah sebagai pengawas.

 

"Dengan ketegasan hanya boleh bekerja di Indonesia sejak awal dengan visa kerja maka pengawasan jelas ditingkatkan, dan ini menambah hak istimewa para pengawas tenaga kerja di tiap sektor bertindak tegas jika ada pelanggaran," ujar dia.

 

Lebih lanjut, ia mengatakan di sisi lain pihak keimigrasian memberikan kepastian juga terkait birokrasi pembuatan visa kerja bagi TKA. Dengan sistem daring, pelayanan membuatan visa kerja ini semakin jelas bagi investor. Ini tentu dapat menyingkat waktu untuk urusan administrasinya.

 

"Jadi Perpres ini bukan justru membuka pintu seluas-luasnya ke tenaga kerja asing, sebaliknya memberi kejelasan hukum, syaratnya justru dipertegas," ucap Herry. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait