Serikat Pekerja PLN Persoalkan Batas Usia Pensiun dalam UU Ketenagakerjaan
Berita

Serikat Pekerja PLN Persoalkan Batas Usia Pensiun dalam UU Ketenagakerjaan

Pemohon meminta kepada Mahkamah agar frasa “perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama” dalam Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan dihapus. Artinya, batas usia pensiun cukup mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Ketua Umum dan Sekjen Serikat Pekerja PT PLN (Persero) mempersoalkan Pasal 154 huruf c UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait usia pensiun ke Mahkamah Konsttusi (MK). Sebab, pasal itu dinilai mengandung ketidakjelasan batas usia pensiun bagi pekerja/buruh dalam sebuah perusahaan. Akibatnya, perusahaan menafsirkan sendiri batas pensiun pegawainya.

“Aturan ini menimbulkan kerugian konstitusional bagi pegawai PT PLN (Persero), sehingga kita mengajukan uji materi Pasal 154 huruf c UU No. 13 Tahun 2003 itu ke MK,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN Eko Sumantri didampingi Sekjennya, Sarwono, dalam persidangan di MK, Rabu (26/8/2020). (Baca Juga: PP Jaminan Pensiun Harus Jadi Rujukan Batas Usia Pensiun)

Selengkapnya, Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan menyebutkan “Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) (penetapan PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial, red) tidak diperlukan dalam hal: (c). pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.

Dia menilai Pasal 154 huruf c UU 13 Tahun 2003 menimbulkan multitafsir dalam menentukan usia pensiun bagi pekerja/buruh dalam suatu perusahaan, dimana pengusaha dapat menafsirkan usia pensiun pekerja/buruh tersebut sesuai dengan keinginan/kehendaknya.

Hal ini menimbulkan keresahan dan ketidakpastian hukum bagi pekerja/buruh karena praktiknya terdapat perbedaan batasan usia pensiun yang termaktub dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan.

Ia memaparkan berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2010-2012 beserta perubahannya antara Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dengan PT PLN (Persero), usia pensiun seorang pekerja terdapat perbedaan aturan antara pekerja satu dengan pekerja yang lain dalam satu perusahaan yang sama. Misalnya, sebagian pekerja pensiun di usia 46 tahun dan sebagian lagi pensiun di usia 56 tahun.

Hal ini dipertegas dalam Pasal 15 Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 1337.K/DIR/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 379.K/DIR/2010 tentang Human Capital Management System. Sedangkan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), Pasal 39 secara jelas menyebutkan “Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan perundang-undangan.”

Selain itu, usia pensiun secara tegas tertuang dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun yang merupakan Petunjuk Pelaksanaan Pasal 41 ayat (8) dan Pasal 42 ayat (2) UU 40/2004.

Pasal 15 ayat (1) PP Jaminan Pensiun itu disebutkan untuk pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun. Ayat (2)-nya disebutkan mulai 1 Januari 2019, usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 tahun. Dan ayat (3)-nya disebutkan usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 tahun (58 tahun, red) untuk setiap 3 tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.

Terdapat perbedaan usia pensiun pegawai PT PLN (Persero) yang termaktub dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Tahun 2010-2012 PT PLN (Persero); surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero); dan peraturan perundang-undangan. Hal ini menimbulkan diskriminasi terhadap usia pensiun diantara para pegawai PLN.

Untuk itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah agar Pasal 154 huruf c UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama” atau frasa-frasa itu dihapus.Artinya, batas usia pensiun cukup mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Memperjelas legal standing

Menanggapi permohonan, Majelis Panel Daniel Yumic P. Foekh meminta pemohon memperjelas legal standing-nya. “Kalau mewakili serikat pekerja, tentu ada anggaran dasar, anggaran rumah tangganya. Kebetulan Pemohon ini ketua umum dan sekjennya. Tapi, kalau sebagai karyawan, apakah aturan mainnya harus izin atasan atau tidak perlu? Kalau misalnya mewakili pribadi, ya pribadi, tapi kalau mewakili karyawan, ya karyawan?”

“Coba nanti diuraikan dalam positanya, kalau usia pensiun 46 tahun itu dalam aturan di PLN, apakah terkait kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik atau berkaitan dengan skill ya? Jangan-jangan perbedaan karena faktor itu, coba nanti diuraikan dalam positanya,” sarannya.  

Majelis Panel lain, Suhartoyo juga mempertanyakan pemohon mewakili pribadi pegawai PLN atau organisasi Serikat Pekerja PT PLN? “Jika mau mewakili organisasi serikat pekerja, Bapak harus dapat membuktikan siapa-siapa saja pegawai PLN yang tidak seragam batas usia pensiunnya. Karena Bapak disini usianya 56 tahun kemungkinan dapat diperpanjang menjadi 65 tahun!”

Tags:

Berita Terkait