Serikat Pekerja Desak KPK Proaktif Tindak Lanjuti Freeport Gate
Berita

Serikat Pekerja Desak KPK Proaktif Tindak Lanjuti Freeport Gate

KPK bisa melakukan supervisi kalau sudah ada SPDP dari Kejagung.

NOV
Bacaan 2 Menit
Massa buruh demo di depan gedung KPK di Jakarta, Selasa (8/12). Foto: RES
Massa buruh demo di depan gedung KPK di Jakarta, Selasa (8/12). Foto: RES
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendesak KPK untuk proaktif menindaklanjuti kasus Freeport Gate. Sebagaimana diketahui, dari rekaman pembicaraan yang diperdengarkan dalam sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD), terungkap ada pemufakatan jahat sejumlah pihak terkait permintaan jatah saham PT Freeport Indonesia.

Orang yang diduga Ketua DPR Setya Novanto meminta jatah saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bahkan, orang yang diduga M Riza Chalid menyelipkan agenda pembangunan PLTA, yang mana sahamnya akan dipegang oleh perusahaan pinjaman (nominee) dari Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan.

Said meminta KPK untuk proaktif memeriksa dan memanggil orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus Freeport Gate. "Rekaman di MKD bisa jadi pembuktian awal untuk pimpinan KPK memanggil Setya Novanto, Luhut Pandjaitan, Maroef Sjamsoedin (Presiden Direktur Freeport), dan pengusaha Riza Chalid," katanya di hadapan ratusan massa buruh di KPK, Selasa (8/12).

Selain itu, lanjut Said, KPK juga bisa meminta keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said selaku saksi. Ia berpendapat, tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum. Ia menganggap KPK merupakan benteng terakhir yang dipercaya masyarakat untuk mencari keadilan dalam pemberantasan korupsi.

"Kami percaya korupsi yang diberantas KPK akan meningkatkan kesejahteraan, karena uang korupsi yang diberantas itu bisa digunakan untuk jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan pendidikan, dan jaminan lainnya. Seperti dikatakan pimpinan KPK sebelumnya, yang paling besar nilai potensi korupsi ada di pertambangan," ujarnya.

Said berharap KPK tidak seperti pisau yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Pernyataannya ini bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam rekaman pembicaraan sudah pasti bersalah. Justru dengan adanya pemeriksaan, KPK akan bisa menentukan status orang-orang tersebut.

Oleh karena itu, Said meminta KPK untuk memanggil Setya, Luhut, Maroef, Riza, dan Sudirman. Ia memberi waktu 7x24 jam kepada KPK agar segera memanggil pihak-pihak tersebut. Jika KPK tidak juga menindaklanjuti dalam 7x24 jam, ia bersama massa serikat pekerja akan mempertimbangkan untuk duduk dan bermalam di KPK.

"Tanggal 10 Desember nanti, kami mempersiapkan aksi yang lebih besar 30 ribu massa ke istana. Kalau tidak ada respon, 7x24 jam, kami mempertimbangkan untuk duduk di KPK beberapa malam karena kecintaan kami ini pada KPK. Kami pindahkan mogok nasional ini ke KPK, kalau ternyata KPK tidak proaktif terhadap kasus Freeport Gate ini," tuturnya.

Lebih lanjut, Said juga menyerahkan dokumen tambahan terkait kasus korupsi yang sempat menjerat Setya, yaitu kasus pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Walau tidak ada hubungannya dengan kasus Freeport, ia berharap dokumen itu dapat memperkuat daya KPK.

Kasus cessie Bank Bali ini dahulu ditangani Kejaksan Agung (Kejagung) dan sudah ada beberapa pelaku yang dipidana, seperti mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin dan mantan Direktur PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra. Setya pernah menjadi tersangka, tetapi kasusnya dihentikan oleh Kejagung.

Kini, kasus Freeport yang diduga melibatkan Setya juga ditangani Kejagung. Sudirman dan Maroef pun sudah dimintai keterangan. Walau masih dalam tahap penyelidikan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah sudah "mencium" adanya indikasi pemufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Terpisah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi menyatakan, KPK bisa menjalankan fungsi supervisi dalam penanganan kasus Freeport di Kejagung. "Biasanya, supervisi kasus didahului SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Kalau sudah ada SPDP, KPK bisa melakukan supervisi," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait