Serikat Pekerja Beri Masukan untuk RUU Tapera
Berita

Serikat Pekerja Beri Masukan untuk RUU Tapera

RUU Tapera dinilai dapat membantu pekerja untuk memiliki rumah.

ADY
Bacaan 2 Menit
Timboel Siregar. Foto: SGP
Timboel Siregar. Foto: SGP

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menilai RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sangat penting untuk pekerja, terutama yang berpenghasilan di bawah Rp 5juta/bulan. Menurutnya, RUU itu akan mengatur bagaimana pemerintah menyelenggarakan perumahan untuk rakyat, khsususnya pekerja.

Timboel mengatakan, salah satu permasalahan utama yang dihadapi pekerja adalah sulitnya memiliki rumah di tengah upah yang hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dari penelitian yang pernah dilakukan OPSI, Timboel menyebut rata-rata pekerja mengalokasikan 20 persen dari upahnya untuk mengontrak rumah. Sejalan dengan itu, pekerja yang mengontrak jumlahnya mayoritas. Timboel menilai kebutuhan pekerja akan rumah merupakan hal mendasar.

Sayangnya, dalam Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, pekerja dipandang hanya mengontrak kamar saja, bukan rumah. Ujungnya, pekerja hanya mampu mengontrak kamar atau rumah petakan yang ukurannya kecil.

Atas dasar itu, Timboel menilai RUU Tapera sangat dibutuhkan pekerja. Dia memperkirakan mekanisme pengadaan rumah untuk pekerja itu dapat mencontoh program Jaminan Hari Tua (JHT) Jamsostek. Di mana ada komponen iuran yang dibayar oleh pengusaha dan pekerja. Tapi, untuk Tapera ini, Timboel mengatakan pemerintah harus membantu pekerja untuk mengiur. Bentuk bantuan itu bisa lewat subsidi iuran. 

Jika pemerintah tak membantu dengan subsidi, Timboel khawatir besaran iuran yang akan dibebankan kepada pekerja sangat besar, sehingga memberatkan pekerja. Apalagi, upah pekerja selama ini sudah dipotong untuk program JHT dan kemungkinan ke depan untuk program Jaminan Kesehatan (Jamkes).

“Pekerja bisa mengiur 1 persen, pengusaha 5 persen dan pemerintah 9 persen. Memang harus ada subsidi langsung dari APBN,” kata dia kepada hukumonline lewat pesan singkat, Rabu (13/3).

Pada Senin (11/3), serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) diundang oleh Pansus RUU Tapera untuk diminta masukannya.

Dalam kesempatan itu, anggota Presidium MPBI dari KSPSI, Andi Gani Nena Wea, mengatakan serikat pekerja akan menyambut baik RUU Tapera jika memuat kepentingan pekerja. Misalnya dalam pengadaan rumah untuk pekerja ada subsidi infrastruktur, bunga pinjaman (KPR) dan berapa besar potongan yang akan dikenakan.

Walau begitu, secara umum Andi melihat RUU Tapera bertujuan baik, yakni membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk punya rumah. Tapi, dari ketentuan yang ada dalam RUU itu, Andi menilai harus dilakukan pembahasan lebih lanjut. Misalnya, siapa yang  disasar RUU Tapera, apakah pekerja formal, informal atau seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu Andi mengkritik minimnya modal awal yang dianggarkan pemerintah untuk perumahan rakyat tersebut, hanya Rp 1triliun. Jika pemerintah serius, Andi berpendapat anggaran yang dikucurkan mestinya lebih dari itu.

"UU ini tidak boleh eksklusif hanya untuk buruh saja. Tapi harus mencakup kalangan pekerja informal juga. Harus diatur mekanismenya, bagaimana cara mereka membayar iuran dan lain-lain," katanya dalam RDPU dengan Pansus RUU Tapera di DPR, Senin (11/3).

Sementara, anggota Presidium MPBI dari KSPI, Said Ikbal, mengkritik besaran iuran yang akan dibebankan kepada pekerja sebagaimana termaktub dalam RUU yang diinisiasi DPR itu. Ikbal melihat pekerja akan dibebankan iuran sebesar 5 persen dari upah per bulan. Dia menilai besaran itu sangat memberatkan pekerja.

Menurutnya, serikat pekerja sepakat jika besaran iuran sebagaimana yang pernah diusulkan Real Estate Indonesia (REI). "Kalau 1 persen, seperti diusulkan REI kami masih bisa setuju. Lebih dari itu kami keberatan," ujarnya.

Ketua Apindo Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial, Haryadi Sukamdani, menjelaskan saat ini pengusaha masih dalam kondisi gamang menghadapi BPJS. Pasalnya, pengusaha diwajibkan untuk mengiur pada hal yang tergolong substansial seperti Jaminan Sosial (Jamsos), Jamkes dan JHT. Oleh karenanya, Haryadi menilai bukan saat yang tepat jika sekarang pengusaha dibebani lagi oleh iuran perumahan untuk pekerja.

Sama seperti Ikbal, Haryadi mempertanyakan besaran iuran 5 persen yang dibebankan untuk pekerja. Baginya jumlah iuran itu sangat besar dan bakal memberatkan pekerja serta pengusaha. Di samping itu, Haryadi menyebut tanpa sistem pengelolaan kebijakan yang baik di bidang pengupahan dan Jamsos, penyerapan dana untuk perumahan semakin kecil.

Menanggapi berbagai pernyataan itu, ketua Pansus RUU Tapera, Yoseph Umar Hadi, berharap  regulasi itu ditujukan untuk semua rakyat, terutama golongan ekonomi menengah ke bawah, agar bisa punya rumah. Anggota DPR Komisi V dari Fraksi PDIP itu menegaskan, pemerintah harus melaksanakan amanat dari UU Tapera. Sejalan dengan itu, ke depan akan dibentuk ketentuan di RUU Tapera yang mengatur mekanisme mendapatkan rumah murah. Misalnya, menjalin kerjasama dengan bank.

"Jadi nanti, tak hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bisa mendapat rumah murah, tapi juga pedagang-pedagang, buruh bisa mendapatkan rumah murah ini," tutur Yoseph.

Untuk menyempurnakan RUU Tapera, Yoseph mengatakan harus dilakukan pembahasan mendalam dengan pihak pengusaha dan pekerja. Dia menargetkan RUU Tapera selesai tahun ini. “Kita akan gelar rapat 3-4 kali dalam sepekan," pungkasnya.

Tags: