Serikat Buruh Kecam Gugatan Pengusaha Atas Permenaker Upah Minimum 2023
Terbaru

Serikat Buruh Kecam Gugatan Pengusaha Atas Permenaker Upah Minimum 2023

Serikat buruh memaklumi langkah Apndo dkk mengajukan uji materi terhadap Permenaker No.18 Tahun 2022. Tapi serikat buruh mengecam Apindo yang ingin menggunakan PP No.36 Tahun 2022 dalam menetapkan upah minimum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kalangan asosiasi pengusaha telah menunjuk kuasa hukum untuk mengajukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 pada Senin (28/11/2022) besok.

Ada 10 asosiasi pengusaha yang mengajukan permohonan uji materi itu meliputi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI).

Kemudian, Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Presiden KSPI, Said Iqbal, memaklumi langkah yang ditempuh Apindo dkk untuk mengajukan uji materi terhadap beleid yang diterbitkan 17 November 2022 itu. “Itu adalah langkah yang dibenarkan oleh hukum,” kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Jum’at (25/11/2022).

Baca Juga:

Kendati memahami upaya yang dilakukan kalangan pengusaha, tapi Iqbal menegaskan serikat buruh mengecam keinginan Apindo untuk tetap menggunakan PP No.36 Tahun 2021 untuk menetapkan upah minimum. “Mengecam keras sikap Apindo yang masih bertahan dengan PP No.36 Tahun 2021, padahal sudah ada dasar hukum yang baru,” ujar Iqbal.

Iqbal mengingatkan PP No.36 Tahun 2021 memuat ketentuan yang mengatur batas atas dan batas bawah upah minimum. Menurutnya, konsep seperti itu tidak dikenal dalam mekanisme penetapan upah minimum di berbagai negara. “Yang mengenal batas bawah dan batas atas hanya perusahaan taksi yaitu tarif bawah dan tarif atas,” ujarnya.

Ia menilai baik konvensi ILO No.133, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyebut jelas upah minimum adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin. Oleh karena itu, Iqbal berpendapat jika PP No.36 Tahun 2021 tetap digunakan maka menyalahi instrumen hukum yang ada di Indonesia dan internasional. Adanya batas atas dan bawah sebagaimana diatur PP No.36 Tahun 2021 itu membuat daerah yang upah minimumnya sudah melebihi batas atas tidak ada kenaikan upah minimum lagi.

Menurutnya, tidak ada persoalan hukum dengan terbitnya Permenaker No.18 Tahun 2022 karena beleid itu adalah turunan dari PP No.36 Tahun 2021, khususnya terkait upah minimum. “Sedangkan pasal yang lain tidak ada perubahan. Dengan demikian keinginan Apindo untuk mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung terhadap Permenaker No.18 Tahun 2022 sumir. Tidak jelas tujuannya apa,” bebernya.

Iqbal mencatat dalam 3 tahun terakhir upah buruh tidak naik, padahal inflasi tinggi, tidak ada resesi, dan pertumbuhan ekonomi terbaik nomor 3 di dunia. Kemudian dua kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia positif. Kuartal kedua 5,1 persen dan kuartal ketiga 5,72 persen.

Ekspor tekstil juga tumbuh 3,37 persen dan ekspor barang tenun dan turunannya tumbuh 17.6 persen. Oleh karena itu, tidak tepat jika industri tekstil dan garmen seolah-olah terjadi PHK besar-besaran. “Sikap Kadin kami dukung yaitu dunia usaha harus berkembang. Tetapi secara bersamaan, kesejahteraan buruh harus dijaga,” tegas Iqbal.

Tags:

Berita Terkait