Palu sidang Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus kekalahan telak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sengketa Pilpres 2024. Permohonan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XII/2024 itu diputus pada Senin (22/4/2024) lalu di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat Jakarta. Sidang yang berlangsung hampir delapan jam saat itu mencatat banyak cerita menarik. Berikut Hukumonline merangkum serba-serbi cerita hasil sengketa Pilpres 2024 yang diputus MK pada Senin lalu.
1. Menolak gugatan paslon 01 dan 03
MK menyatakan dalil yang disampaikan Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum. MK juga menyatakan KPU selaku termohon telah mengikuti aturan dalam menindaklanjuti putusan MK yang mengubah syarat pendaftaran capres-cawapres. MK pun menyatakan dalil nepotisme hingga cawe-cawe Presiden Joko Widodo terkait tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga:
- Tim Hukum 01: Pergeseran Pandangan Ketua MK Penyebab Permohonan Sengketa Pilpres Kandas
- Permohonan Sengketa Pilpres Anies-Muhaimin Kandas di MK
- Bernasib Sama, Permohonan Ganjar-Mahfud Pun Kandas di MK
MK juga menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Ganjar-Mahfud. Hakim MK tidak membacakan detail poin-poin dalam pertimbangan terhadap putusan tersebut. Alasannya karena pertimbangan putusannya masih berkaitan dengan putusan untuk Anies-Muhaimin. MK menyebut pertimbangan dalam putusan Ganjar-Mahfud banyak kesamaan karena masih terkait dalam satu peristiwa yakni Pilpres 2024.
2. MK menolak eksepsi yang diajukan termohon
Eksepsi mengenai MK tidak berwenang dalam menangani perkara sengketa Pilpres 2024 ditolak oleh MK. Hal tersebut dinilai tidak beralasan menurut hukum. “Eksepsi yang tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon,” kata Hakim Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan.
3. Dissenting opinion pertama dalam sejarah sengketa Pilpres
Diketahui dari total delapan hakim yang bersidang, tiga hakim menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat. Hal ini merupakan kali pertama dalam sejarah sengketa pilpres lantaran biasanya hakim s menyamakan suara sebelum memutus. Menurut Mahfud MD ini merupakan sejarah di dalam perkembangan hukum.
Baca juga: