Serah Terima Unit Apartemen ‘Molor’, Konsumen Ajukan PKPU
Berita

Serah Terima Unit Apartemen ‘Molor’, Konsumen Ajukan PKPU

Kuasa Hukum PT Menara Perkasa Margahayuland atau Margahayuland selaku Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menilai permohonan tersebut tidak memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan PKPU.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Sidang Margahayuland: Foto: NNP
Sidang Margahayuland: Foto: NNP

PT Menara Perkasa Margahayuland atau Margahayuland dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh salah seorang pembelinya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengembang apartemen mewah di kawasan Jakarta Selatan itu diajukan PKPU lantaran terlambat menyerahkan unit apartemen sebagaimana diperjanjikan.

 

Sidang perdana yang teregister No.140/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Jkt/Pst bergulir pada Senin, (6/11) kemarin, namun ditunda lantaran pihak Margahayuland atau termohon PKPU belum siap dengan surat kuasa. Lalu, agenda persidangan tersebut dilanjutkan dan kembali digelar dua hari berturut-turut, Rabu (8/11) dan Kamis (9/11) dengan agenda penyampaian bukti-bukti tambahan oleh pihak termohon PKPU.

 

Kuasa Hukum Termohon PKPU, Haris Satiadi, mengatakan bahwa upaya PKPU yang diajukan kepada kliennya tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalilitan dan PKPU. Menurutnya, permohonan tersebut tidak dapat diterima lantaran unsur terkait utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tidak dipenuhi karena bukti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara kliennya, Margahayuland dengan konsumen selaku pemohon PKPU.

 

“Kalau mau masuk ke PKPU tadi, syaratnya memenuhi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004,” kata Haris kepada hukumonline usai persidangan di Gedung PN Niaga Jakarta Pusat, Kamis (9/11).

 

Haris menjelaskan, berdasarkan pasal-pasal dalam PPJB, konsumen sepakat bahwa serah terima unit apartemen tidak semata-mata hanya melihat tanggal serah terima sebagaimana tercantum dalam PPJB. Dalam perjanjian tersebut, serah terima unit apartemen seharusnya memang dilakukan pada 31 Oktober 2014. Namun, klausul selanjutnya dalam PPJB mensyaratkan bahwa serah terima baru dapat dilaksanakan setelah mendapat sertifikat laik huni dari Pemprov DKI Jakarta.

 

(Baca Juga: Konsumen Wajib Tahu Hal Ini Sebelum Beli Apartemen)

 

Dalam PPJB tersebut, lanjut Haris, juga diatur bahwa pengembang diberi waktu 180 hari untuk memenuhi kewajibannya. Apabila belum juga memenuhi, barulah konsumen punya hak untuk mengajukan pembatalan melalui pengadilan. Menurut Haris, langkah-langkah sebagaimana tertuang dalam PPJB diikuti oleh konsumen sebelum mengajukan upaya PKPU seperti saat ini.

 

Pasalnya, pada 7 September 2017 lalu, pengembang juga telah mengadakan pertemuan dengan konsumen dan menjabarkan bagaimana kondisi yang terjadi seperti pergantian tiga kontraktor baru. Haris juga mengatakan bahwa mayoritas konsumen meyakini pihak Margahayuland dapat atau mampu menyelesaikan unit apartemen tersebut dan bersedia menunggu pengembang menyelesaikan pembangunan paling lambat Januari 2018 sebagaimana kesepakatan dalam pertemuan awal September tersebut.

 

“Apalagi bila merujuk Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004, terkait pembuktian sederhana menjadi tidak sederhana karena ada denda, perhitungan, dan masing-masing unit apartemen harus dihitung. Kita sampaikan ke majelis dalam bukti bahwa belum ada utang yang jatuh tempo dan jumlah utang belum spesifik,” kata Haris yang merupakan associate dari firma hukum Atmajaya Salim & Co tersebut.

 

(Baca Juga: Terkait Kasus Acho, YLKI Minta Kriminalisasi Konsumen Dihentikan)

 

Dalam bukti-bukti yang disampaikan hari ini, Haris mengatakan bahwa pihaknya memiliki total 37 bukti berupa dokumen-dokumen perjanjian dengan tiga kontraktor baru (Bukti 1 – 31), foto-foto unit apartemen yang telah selesai sekitar 80 persen, serta foto-foto pegawai dan kontraktor yang tengah bekerja menyelesaikan unit apartemen tersebut (Bukti 14-34). Sehingga, Haris menegaskan bahwa kliennya tidak cukup unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 sebagaimana didalilkan oleh pemohon PKPU.

 

“Kita kebut dengan tiga kontraktor baru dengan pukti perjanjian kontraktornya. Kalau kreditur mengganggap kami tidak mampu, dari mana? Karena kami mampu menyelesaikan. Menurut kami ini belum masuk sebagai utang dan jatuh tempo, jadi syarat PKPU tidak terpenuhi,” kata Haris.

 

Pasal 2 ayat (1)

(1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pasal 8 ayat (4)

(4) Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.

Pasal 222

(1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.

(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor

(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

 

Untuk diketahui, salah seorang konsumen Lenny Magdalena Johan sebelumnya mengajukan PKPU lantaran menilai utang pembelian dua unit apartemen The Kencana Residence telah jatuh tempo dan dapat ditagih menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Nomor 37 Tahun 2004. Pemohon telah melunasi dua unit kamar, masing-masing senilai Rp4,10 miliar dan Rp3,53 miliar pada tanggal 9 Januari 2015 dengan total mencapai Rp7,63 miliar. Pemohon juga menyertakan kreditur lainnya, Lau Joo Keat yang memegang piutang senilai Rp2,64 miliar.

 

(Baca Juga: MK: Pengembang Wajib Fasilitasi Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rusun)

 

Bukti pelunasan apartemen tersebut dibuktikan dengan PPJB. Dalam perjanjian, dimuat klausula bahwa Margahayuland (termohon PKPU) menyelesaikan pembangunan apartemen selambat-lambatnya 30 Oktober 2014. Selanjutnya, termohon PKPU wajib menyerahkan unit apartemen kepada pemohon paling lambat 180 hari sejak penyelesaian pembangunan. Namun, hingga permohonan PKPU bergulir di pengadilan ternyata Margahayuland belum berhasil menyerahkan unit apartemen tersebut.

Petitum Permohonan PKPU

1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
yang diajukan oleh PEMOHON PKPU terhadap TERMOHON PKPU yaitu:
PT. Menara Perkasa Margahayuland, sebuah perseroan terbatas yang didirikan menurut hukum Negara Republik Indonesia berkedudukan di Jakarta,
beralamat di Jalan Sultan Iskandar Muda No. 7, Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan;

2. Menetapkan Penundaan Kewajian Pembayaran Utang (PKPU) Sementara TERMOHON PKPU untuk paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak putusan a quo diucapkan;

3. Menunjuk Hakim Pengawas dari Hakim-Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas untuk mengawasi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) TERMOHON PKPU;

4. Menunjuk dan mengangkat:
Sdr. Andra Reinhard R.S., SH, Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor: AHU.AH.04.03-12, yang beralamat kantor di ARP & Co Law Office Marriot Executive Apartement Mayflower, Level 36 Unit-S, Sudirman Plaza / Indofood Tower, Jl. Jend. Sudirman Kav. 78-79, Jakarta 12190, sebagai Pengurus TERMOHON PKPU;
Sdr. Ferry Gustaf Taruly Panggabean, SH., CLA, Kurator dan Pengurusyang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor: AHU.AH.04.03-113, yang beralamat kantor di ARP & Co Law Office Marriot Executive Apartement Mayflower, Level 36 Unit-S, Sudirman Plaza / Indofood Tower, Jl. Jend. Sudirman Kav. 78-79, Jakarta 12190, sebagai Pengurus TERMOHON PKPU;
Sdr. Andry Abdillah, SH. Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor; AHU.AH.04.03-132, yang beralamat kantor di Andry Abdilah, S.H. & Partners, Green Pramuka Apartment, Tower Pino Lt.5/nf, Jl. Ahmad Yani Kav. 49, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, sebagai Pengurus TERMOHON PKPU;

5. Memerintahkan Pengurus untuk memanggil TERMOHON PKPU dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam Sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke 45 (empat puluh lima) terhitung sejak Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara a quo diucapkan.

6. Membebankan biaya perkara kepada TERMOHON PKPU

 

Berdasarkan pantauan hukumonline dalam persidangan Kamis (9/11), baik pemohon dan termohon prinsipil tidak hadir langsung dalam persidangan. Sidang yang digelar sore hari sekitar pukul 15:00WIB berlangsung singkat hanya memberikan dokumen bukti tambahan dari kedua pihak. Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis menetapkan agenda sidang berikutnya yakni kesimpulan akan digelar Jumat (10/11) pagi hari di PN Niaga Jakarta Pusat.

 

Tags:

Berita Terkait