Seputar Kedudukan Kejaksaan Sebagai Government Law Office
Fokus

Seputar Kedudukan Kejaksaan Sebagai Government Law Office

Dalam praktik, jaksa telah sering mendapat kuasa untuk mewakili lembaga negara di pengadilan. Dalam praktik pula, kedudukan jaksa selaku pengacara negara dipertanyakan. Ada pro dan kontra.

MYS/ALI
Bacaan 2 Menit

Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat itu menulis tugas dan wewenang Kejaksaan dalam Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan 2004 relatif baru. Itu bukan tugas yang secara tradisional melekat pada lembaga Kejaksaan, meskipun secara implisit tugas tersebut sudah dilaksanakan jauh sebelum UU Kejaksaan 2004.

Faktanya, secara yuridis, wewenang dan tugas itu disebut dalam payung hukum struktur Kejaksaan, dan peraturan-peraturan teknis yang terbit belakangan. Sebutlah Peraturan Jaksa Agung No. 040/A/J.A/12/2010 tentang Standar Operating Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Ketua Forum Hukum BUMN, Gunawan, juga menyatakan kerjasama dengan Kejaksaan memberikan manfaat. “Kami mendukung. Kami merasakan banyak manfaatnya,” ujarnya kepada hukumonline.

Negara atau pemerintah
Kata yang dipakai dalam rumusan Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan adalah untuk dan atas nama ‘negara atau pemerintah’. Tak ada penjelasan sama sekali lembaga negara atau lembaga pemerintah yang bisa diwakili Kejaksaan baik di luar maupun di dalam pengadilan.

Ketidakjelasan ini menjadi salah satu pangkal perbedaan pandangan mengenai nota kesepahaman antara Kejaksaan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dapatkan Kejaksaan mewakili BUMN --yang notabene kekayaannya sudah dipisahkan dari kekayaan negara—di dalam atau di luar pengadilan? 

Dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Hukum BUMN dan hukumonline, 28 April lalu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Widyo Pramono menegaskan nota kesepahaman Kejaksaan dengan BUMN bertujuan meningkatkan kerjasama termasuk konsultasi dalam pengadaan barang dan jasa. Kerjasama itu juga, kata dia, ‘merupakan salah satu langkah preventif dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di BUMN’.

Dalam praktiknya, salah satu wujud kerjasama itu adalah keterlibatan jaksa dalam ‘menagih’ iuran listrik dari pelanggan nakal yang jumlahnya banyak. Riset yang dilakukan Evy Lusia Ekawati (2013) di Yogyakarta, seorang jaksa, menyimpulkan jaksa selaku pengacara negara bekerja berdasarkan surat kuasa khusus yang diterbitkan PLN. Jika pelanggan masih membandel Kejaksaan melayangkan surat panggilan dan bertindak sebagai mediator. Ia menyimpulkan jaksa mewakili PLN itu sudah sesuai amanat UU Kejaksaan, dan memanggil pelanggan PLN ke kantor Kejaksaan, tulisnya, ‘dipandang efektif menyelesaikan masalah tunggakan rekening listrik pelanggan’.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait